Kabar Baru| 24 Februari 2022
Fosil Tulang Ikan Ungkap Sejarah Bumi
BAGI penonton film di Netflix “Don’t Look Up” pasti ingat bahwa dua ilmuwan menemukan ada komet seluas 9 kilometer persegi sedang menuju bumi. Artinya, bumi sedang menuju kehancuran seperti 66 juta tahun lalu yang membelokkan sejarah planet ini: masa ketika dinosaurus punah.
Masalahnya, soal bagaimana meteor menumbuk bumi selalu jadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Padahal ini penting untuk mengetahui kehidupan awal bumi lalu berkembang menjadi tempat hidup mahluk hidup paling nyaman dibanding planet lain.
Baru-baru ini misteri tumbukan itu terkuak berkat temua fosil ikan di situs geologi Tanis di Dakota Utara, Amerika Serikat. Para ahli paleontologi menemukan bahwa musim semi sedang mekar di belahan bumi utara ketika asteroid itu menabrak bumi yang memicu musim dingin global dan mengakibatkan kepunahan massal.
Tabrakan meteor itu acap disebut sebagai “kepunahan kelima”, the fifth extinction. Elizabeth Kolbert, wartawan The New Yorker, menerbitkan buku berjudul The Sixth Extinction yang menggambarkan bumi menuju kepunahan keenam. Cirinya, keragaman hayati pelan-pelan berkurang. Jika kepunahan kelima akibat peristiwa alamiah, kepunahan keenam diperkirakan terjadi karena ulah manusia, yakni krisis iklim.
Karena itu penting memahami bagaimana tabrakan meteor 66 juta tahun lalu itu. Situs Tanis dianggap oleh para ilmuwan sebagai situs yang paling lengkap merekam detik-detik tabrakan karena ada begitu banyak fosil yang bisa dilacak untuk mengetahui kiamat itu.
Studi tentang situs Tanis pertama kali muncul di The New Yorker pada 2019. Penemunya adalah sebuah tim peneliti yang dipimpin Robert DePalma, sekarang menjadi mahasiswa doktoral di University of Manchester, Inggris.
Menurut DePalma di jurnal PNAS, situs Tanis menangkap apa yang terjadi beberapa menit sebelum tumbukan asteroid yang menghantam Semenanjung Yucatán di Meksiko. Tumbukan itu menghasilkan gelombang laut setinggi 10 meter di laut dangkal di darata yang kini disebut Amerika Serikat.
Gelombang laut itu naik ke lembah sungai yang sekarang disebut Dakota Utara. Air laut menyapu organisme bersama lumpur dan pasir. Gelombang laut itu lalu surut meninggalkan pelbagai material yang membentuk situs Tanis.
DePalma, seperti dikutip majalah Nature, mengatakan bahwa studi yang akan datang akan memperluas deskripsi situs yang diberikan pada 2019. Salah satu peneliti yang memiliki akses ke situs ini adalah Melanie Selama, yang sekarang sedang mengejar gelar PhD dalam paleontologi di Universitas Uppsala di Swedia.
Pada Agustus 2017, saat berada di Vrije Universiteit Amsterdam, ia mengunjungi Tanis karena instrukturnya, ahli geologi Jan Smit, sebelumnya pernah bekerja dengan DePalma di lokasi tersebut. “Ada ikan-ikan yang terlipat di sekitar cabang-cabang pohon,” katanya. “Gelombang ini menghancurkan segalanya.”
Selama mengatakan pola pertumbuhan tulang ikan tertentu di Tanis bisa mengungkapkan musim ikan mati. Tulang tumbuh dengan cepat di musim semi ketika makanan berlimpah, lalu pertumbuhan melambat di musim dingin ketika makanan langka yang terekam dalam jaringan tulang.
Dengan meneliti fosil tulang ikan itu, para peneliti berkesimpulan gelombang dingin akibat tumbukan asteroid membuat semua dinosaurus nonunggas punah. Karena dampak paling fatal terjadi di belahan bumi utara, mahluk hidup di selatan pulih dua kali lebih cepat.
Para peneliti berkesimpulan perlu studi lebih mendalam untuk memahami apa yang terjadi, terutama dampaknya setelah tumbukan asteroid. Studi ini penting untuk memahami kehidupan baru setelah kiamat itu. Juga pertanyaan, mengapa dinosaurus tetap punah meski tak semuanya mati akibat tabrakan itu.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :