Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 25 Februari 2022

13 Temuan Komnas HAM dalam Konflik Wadas

Komnas HAM selesai menganalisis konflik Desa Wadas. Hubungan sosial pendukung dan penolak penambangan andesit renggang.

Proyek bendungan Bener yang mengambil batu andesit dari Desa Wadas di Purworejo, Jawa Tengah (Foto: Fransisca Christy/Tempo)

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia telah menyelidiki konflik penambangan batu andesit di Desa Wadas pada 11-14 Februari 2022. Dalam jumpa pers virtual pada 24 Februari 2022, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan ada 13 temuan dalam konflik penambangan andesit untuk bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah, itu.

Berikut ini 13 temuan Komnas HAM dalam konflik Wadas:

Konstruksi Kayu

Pertama, pada 8 Februari 2022 ada pengukuran tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak. Pengukuran itu dibantu oleh Aparat Kepolisian Gabungan Polda Jawa Tengah, yang selanjutnya disebut Tim Pengukuran Lahan. Pengukuran dilakukan pada bidang lahan yang telah disetujui oleh pemiliknya untuk dijadikan lokasi penambangan quarry batuan andesit guna pembangunan bendungan Bener

Kedua, pengukuran rencana penambangan batu andesit mendapatkan bantuan pengamanan dari kepolisian. Soalnya, berdasarkan pengalaman pada 14-15 Juli 2021, pengukuran terhambat karena ditolak masyarakat.

Ketiga, saat Tim Pengukuran Lahan menuju lokasi sejumlah penduduk yang menolak penambangan batu andesit tengah menggelar mujahadah di lingkungan Masjid Nurul Huda Dusun Krajan, Desa Wadas. Untuk mencegah bentrok dua kelompok masyarakat yang mendukung dan menolak penambangan, polisi membuat pagar betis di depan Masjid Nurul Huda.

Keempat, dari sejumlah keterangan saksi dan video, Komnas HAM menemukan tindakan kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian pada 8 Februari terhadap warga Wadas yang menolak penambangan. Akibatnya, sejumlah warga terluka pada bagian kening, lutut, betis kaki, dan pada beberapa bagian tubuh lainnya, tapi tidak ada korban yang dirawat di rumah sakit.

Kelima, dari identifikasi pelaku, Komnas HAM menemukan bahwa kekerasan itu dilakukan oleh petugas berbaju sipil. Ada 67 orang penduduk yang di bawah ke Polres Purworejo pada 8 Februari, dan baru dikembalikan ke rumah pada 9 Februari.

Keenam, Komnas HAM menemukan beberapa penduduk ketakutan setelah peristiwa 8 Februari. Hingga 4-5 hari setelah peristiwa mereka tidak berani pulang ke rumah. Selain itu, ada potensi traumatik, khususnya bagi perempuan dan anak.

Ketujuh, Komnas HAM mendapatkan fakta penyitaan sejumlah barang milik penduduk, di antaranya sepeda motor dan telepon seluler. Pada 21 Februari barang milik warga seperti dua unit sepeda motor telah dikembalikan kepada pemiliknya. Sementara empat unit telepon seluler sampai saat ini masih dicair oleh Polres Purworejo.

Kedelapan, Komnas HAM tidak menemukan tembakan senjata api dan atau informasi lainnya terkait penggunaan senjata. Berdasarkan keterangan Polda Jawa Tengah, jumlah aparat yang diturunkan berjumlah kurang lebih dari 250 orang personel yang terdiri dari 200 orang personel berseragam dan 50 orang personil berpakaian sipil/preman. Sementara berdasarkan keterangan pendamping, jumlah aparat yang diturunkan ribuan personel. 

Kesembilan, ada pembatasan akses informasi karena lemahnya sinyal.

Kesepuluh, Komnas HAM memperoleh komitmen dari Kepala Kepolisian Jawa Tengah untuk melakukan evaluasi, pemeriksaan, dan pemberian sanksi kepada anggotanya yang melakukan kekerasan dan pelanggaran terhadap standar prosedur operasi.

Kesebelas, relasi sosial kehidupan masyarakat Wadas terdapat kelompok yang mendukung dan menolak, yang saat ini kondisinya renggang. Kedua kelompok tidak terlibat dalam acara bersama, seperti keagamaan dan sosial. Perempuan dan anak-anak mengalami perundungan, bahkan beberapa di antaranya berproses hukum di Polres Purworejo.

Keduabelas, tidak hanya mereka yang menolak quarry yang khawatir soal dampak yang ditimbulkan dari penambangan, warga Desa Wadas yang mendukung quarry juga mengalami situasi ketidakpastian. Soalnya tidak ada kejelasan waktu selesai pengukuran dan penerimaan pembayaran ganti untung atas tanah mereka. 

Ketigabelas, penolak dan pendukung penambangan meminta Komnas HAM mengupayakan dialog dengan pembuat kebijakan. Mereka meminta keadilan dalam mencari solusi bersama termasuk berimbang dalam mengeluarkan pernyataan (statement) ke publik.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain