ELANG Jawa bertambah lagi. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Ahmad Munawir, mengabarkan bahwa telur pasangan elang Jawa menetas pada Jumat, 11 Maret 2022, dini hari di Pusat Suaka Elang Jawa Loji Sukabumi, Jawa Barat.
Telur tersebut lahir dari pasangan Rama (jantan) dan Dygta (betina). Elang Jawa adalah satwa endemik Gunung Halimun-Salak yang monogami. Pasangan elang kawin dan bertelur dalam waktu 1-2 tahun. Karena itu elang Jawa termasuk hewan langka karena sifat reproduksinya yang lambat itu.
Menurut Munawir, telur yang menetas menjadi bayi elang Jawa itu belum diberi nama. Kelahiran elang Jawa ini disiarkan secara langsung kanal YouTube Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak 8 Maret 2022. “Telur menetas setelah 50 hari dierami ibunya,” kata Munawir, 11 Maret 2022.
Ini telur keempat Rama dan Dygta yang menetas di Pusat Suaka Elang Jawa Loji. Dari pengamatan sebelumnya, elang Jawa menetas dalam kurun 47-50 hari setelah telur keluar dari rahim induknya. Telur pertama yang menetas di Pusat Suaka Elang Jawa telah menjadi elang Jawa 8 Juli 2020 yang diberi nama “Parama”.
Telur kedua menetas setahun kemudian tapi bayi elang Jawa itu hilang. Para peneliti menduga dicuri oleh musang karena menetas di lantai. Belajar dari pengalaman itu peneliti membuat sarang buatan. Namun, anak elang yang menetas tewas diduga terjepit ranting sarang.
Untuk kelahiran keempat, kata Munawir, sarang sudah terbuat secara alamiah oleh induknya. “Semoga tumbuh dewasa,” kata dia.
Rama dan Dygta datang ke Pusat Suaka Elang Jawa pada 27 Oktober 2018 dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Mereka memasuki kandang karantina selama satu bulan untuk dipantau kesehatan, perilaku, dan proses adaptasinya.
Setelah perilaku alamiahnya, yakni memangsa pakan liar, tumbuh, mereka dipindah ke kandang rehabilitasi. Para veteriner dan peneliti yang mengamati perilaku mereka menilai Rama dan Dygta sudah bisa dilepaskan ke alam liar karena sifat-sifat alamiahnya sebagai predator telah kembali.
Setelah 14 bulan rehabilitasi di kandang berbeda berukuran 20 x 10 x 7 meter, pada 3 Februari 2020 pasangan ini dipersatukan dalam satu kandang berukuran lebih besar 20 x 10 x 15 meter.
Selama di kandang rehabilitasi Rama dan Dygta terus dipantau perilaku dan kesehatannya. Berdasarkan hasil pemantauan, keduanya menunjukkan perilaku liar sehingga makin layak dilepaskan ke habitat hutan Gunung Halimun. Keduanya bahkan tertangkap kamera kawin.
Pada 28 Mei 2020, perawat Pusat Suaka Elang Jawa menemukan sebutir telur di lantai kandang, di atas tanah di sela-sela serasah rumput dan ranting-ranting kayu kering. Sejak penemuan tersebut, petugas melakukan pengamatan 24 jam dengan menambahkan kamera CCTV resolusi tinggi untuk memonitor proses pengeraman sampai telur elang Jawa menetas.
Elang Jawa adalah satwa endemik pegunungan Jawa, terutama di Gunung Halimun, Gunung Salak, Gede-Pangrango. Mereka langka karena perburuan dan tergerusnya habitat. Di kawasan Puncak, elang Jawa dianggap hama karena acap memangsa ayam penduduk. Mereka datang ke permukiman karena pohon yang menjadi rumah mereka hilang akibat perambahan.
Setelah penduduk sadar perambahan membuat pelbagai bencana, kehilangan mata air, dan kedatangan elang Jawa, masyarakat membangun hutan kembali melalui agroforestri. Hutan campuran ini membuat elang Jawa kembali menghuni habitat aslinya.
View this post on Instagram
Elang Jawa adalah predator puncak di ekosistem Gunung Halimun. Jika mereka punah populasi di bawahnya, seperti tikus, akan meruyak dan mengganggu keseimbangan ekosistem. Elang yang punah membuat tikus akan menjadi hama bagi tanaman pangan.
Balai Taman Nasional Gunung Halimun-Salak telah melepaskan 45 elang Jawa ke alam liar. Terakhir pekan lalu di area operasi Star Energy, perusahaan pembangkit panas bumi, di dalam kawasan taman nasional. Para petugas melepaskan elang brontok dan elang Jawa dalam peringatan ulang tahun Balai TNGHS ke-25.
Telur elang Jawa menetas tanda dan harapan keragaman hayati di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terjaga kembali.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Penggerak @Sustainableathome
Topik :