SUHU yang terus menghangat berdampak pada perubahan tubuh burung. Selain terjadi pada burung di hutan Amazon, morfologi burung Eropa juga berubah secara fundamental. Bukan hanya dari ukurannya, juga perilaku mereka berkembang biak.
Studi yang terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada Maret 2022, mengungkap burung warbler (burung kicau) betina kini memiliki tubuh yang lebih kecil. Burung kicau lainnya, Chiffchaff bertelur lebih cepat 12 hari dari biasanya.
Ada burung yang mengecil, ada juga burung yang membesar, yakni redstart. Para ilmuwan meneliti data yang dikumpulkan sejak pertengahan 60-an di Inggris dan Belanda pada 60 spesies burung, seperti burung pipit rumah (house sparrow), bullfinch dan willow warbler.
Para peneliti melihat bagaimana burung-burung ini berubah dari waktu ke waktu sehubungan dengan jadwal bertelur, jumlah keturunan, dan morfologi.
Meskipun penelitian telah mengungkap burung kicau semakin kecil dari waktu ke waktu akibat suhu yang menghangat, para ilmuwan tidak yakin apakah perubahan morfologi itu akibat langsung sebagai cara mereka beradaptasi dengan lingkungan atau kenaikan suhu membuat burung lebih sulit mencari pakan.
Studi ini juga menemukan bahwa ada faktor lain, di luar dari kenaikan suhu, yang menjadi faktor terbesar mengubah morfologi dan perilaku burung.
Faktor lain tersebut adalah urbanisasi, meningkatnya polusi, dan hilangnya habitat. Misalnya, perubahan iklim menyebabkan chiffchaff bertelur enam hari lebih awal selama 50 tahun terakhir. Faktor lingkungan lain yang belum terdeteksi oleh penelitian membuat jadwal bertelur burung ini bertambah enam hari.
“Artinya secara total burung-burung itu kini bertelur 12 hari lebih awal dari pada yang mereka lakukan setengah abad lalu,” kata Martijn van de Pol, peneliti utama studi ini dari James Cook University di Australia seperti dikutip The Guardian.
Perubahan jadwal bertelur tentu akan berpengaruh besar terhadap populasi burung ini. Bayi yang menetas akan tidak sesuai dengan musim pakan sehingga bayi burung-burung itu akan lebih sulit mendapatkan asupan makanan seperti induk mereka setengah abad lalu.
Bagi burung, pakan dan musim yang tepat amat berpengaruh pada siklus hidup mereka. Ketiadaan pakan akan mendorong mereka beradaptasi. Adaptasi membuat perilaku burung ini juga tak sama lagi. Sementara alam memerlukan mereka untuk mencegah perubahan lebih radikal pada ekosistem.
Penelitian ini menyimpulkan, lebih dari 57% perubahan morfologi dan perilaku burung dalam beberapa dekade terkait suhu yang menghangat.
Sekitar 32% dari 60 jenis mengalami perubahan morfologi akibat kenaikan suhu. Tubuh mereka mengecil 0,45% tiap kenaikan suhu 10 Celsius. Sedangkan 86% burung bertelur di luar jadwal dan 31% terganggu jumlah keturunannya.
Menurut Shahar Dubiner, ahli ekologi dari Universitas Tel Aviv yang tidak terlibat dalam penelitian ini, studi ini menjelaskan mengapa tiap spesies mengalami perubahan yang berbeda. “Mereka tidak hanya sensitif terhadap suhu, tapi ada faktor lain,” kata dia.
Soalnya, penelitian Dubiner juga menemukan hal serupa: perubahan bentuk yang dramatis pada lebih dari separuh spesies burung di Israel. Termasuk burung yang bermigrasi dari Eropa, seperti bangau.
Suhu yang menghangat membawa perubahan secara pelan-pelan bagi ekosistem. Bagi mahluk hidup yang bisa beradaptasi, mereka mengalami evolusi. Bagi mereka yang tidak bisa bertahan karena sakit atau kesulitan adaptasi, akan punah.
Burung adalah restorator alami, sebagai penyebar biji-bijian. Berkurangnya burung membuat keragaman hayati bumi terancam.
Di era modern krisis iklim menjadi ancaman terbesar burung. Pada 1960-an, burung juga menghilang akibat Revolusi Hijau yang ditandai pemakaian pupuk kimia dan pestisida untuk mendorong produktivitas pertanian.
Ancaman kimia ini direkam dengan detail dalam buku Silent Spring yang ditulis ahli biologi Rachel Carson. Buku babon konservasi itu telah memperingatkan bahwa intervensi manusia yang berlebihan terhadap alam akan merusak keseimbangan.
Cara terbaik mencegah burung Eropa punah adalah mencegah suhu bumi mencapai kenaikan maksimal 1,5C pada 2030. Caranya, kurangi emisi karbon separuhnya dari produksi emisi global tahunan sekarang yang tembus 51 miliar ton setara CO2.
Kelebihan emisi itu membuat atmosfer kelebihan gas rumah kaca. Konsenstrasi gas rumah kaca sekarang sebanyak 418,6 part per million. Akibatnya, atmosfer kehilangan kemampuan menyerap panas matahari dan emisi bumi. Panas itu kembali ke bumi sebagai pemanasan global. Konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang masih bisa ditoleransi sebanyak 350 ppm.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Penggerak @Sustainableathome
Topik :