Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 30 Maret 2022

Harimau Sumatera Kembali ke Rumahnya

Setelah 15 jam menempuh perjalanan, harimau Sumatera dilepaskan ke habitatnya. Harimau penting sebagai penyeimbang ekosistem.

Lanustika saat dilepaskan ke habitatnya di hutan konservasi Riau pada 26 Maret 2022 (Foto: Dok. KLHK)

DUA hari setelah badak Sumatera melahirkan di Taman Nasional Way Kambas Lampung, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau melepaskan seekor harimau Sumatera (Panthera tigris sondaica) berusia tiga tahun ke kawasan konservasi di provinsi ini pada 26 Maret 2022. Harimau berkelamin jantan itu diberi nama Lanustika.

Menurut Pelaksana Tugas Kepala BKSDA Riau Fifin Arfiana Jogaswara, perjalanan ke habitat di hutan konservasi itu memakan waktu 15 jam dari Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya. “Tepat pukul 8 WIB Lanustika dilepaskan,” kata dia. “Alhamdulillah lancar.”

Konstruksi Kayu

Lanustika masuk ke Pusat Rehabilitasi Harimau Dharmasraya karena ditangkap tim gabungan BKSDA Riau dan staf Yayasan Arsari Djojohadikusumo karena berkonflik dengan masyarakat di Kampung Teluk Lanus di Kecamatan Sungai Apit, Siak, pada 29 Agustus 2021.

Memakai kandang jebak, tim harus bersabar menunggu Lanustika pada 31 Agustus-8 September 2021. Selewat magrib, Lanustika masuk kandang jebak dan dibawa ke Pusat Rehabilitasi.

Saat masuk rehabilitasi, berat Lanustika hanya 85,2 kilogram dan panjang 145 sentimeter. Observasi tim rehabilitasi menyimpulkan harimau Sumatera ini perlu diobati. Pada 13 September 2021, tim dokter dan perawat menyatakan Lanustika sehat.

Dengan skor kondisi tubuh “ideal”, para dokter menyatakan Lanustika siap dilepaskan ke habitatnya kembali. Saat ini, berat Lanustika mencapai 108 kilogram dengan panjang 203 sentimeter. Bagi harimau jantan dewasa, berat ideal adalah 140 kilogram dan betina 90 kilogram.

Setelah pelepasan itu, kata Fifin, timnya akan terus memantau perkembangan Lanustika hingga insting liarnya kembali tumbuh dan bisa bertahan hidup di rumahnya. Pilihan hutan konservasi menjadi tepat karena jenis hutan ini tak boleh dirambah dan jauh dari permukiman.

Harimau Sumatera kian terancam karena jumlahnya yang mengecil akibat kehilangan habitat karena konversi lahan dan hutan. Perburuan menjadi faktor lain yang membuat statusnya dalam daftar IUCN masuk kategori terancam kritis (critically endangered).

Harimau, juga badak dan gajah, adalah hewan yang sulit bereproduksi. Selain karena kehilangan habitat, tabiat reproduksi mereka yang lambat turut menentukan rendahnya populasi.

Dalam ekologi ada yang disebut dengan  Allee effect—sebutan untuk hewan langka yang terancam punah karena sifatnya yang susah reproduksi. Harimau melahirkan sepanjang tahun, tapi kepadatan populasi yang rendah membuat mereka sulit kawin. 

Usis produktif harimau dalam reproduksi adalah 3-4 tahun. Pada beberapa harimau, usia 2,8 tahun sudah melahirkan dan tertua 8,3 tahun. Hingga 2000, diperkirakan ada 400-500 ekor harimua Sumatera, meski IUCN menyebut hanya 250 individu dengan satu kelompok tak lebih dari 50 ekor.

Harimau Sumatera hidup di hutan primer dan sekunder di ketinggian 2.000 meter dari permukaan laut. Lanustika yang berusia tiga tahun masuk dalam usia rentan kematian. Data pada 1942-2000 menunjukkan, sebanyak 59% harimau yang mati berada pada rentang usia kurang dari 5 tahun, lalu di atas 24 tahun (31,7%), dan rentang usia 5-24 tahun sebanyak 9,3%.

Sebagai predator tertinggi, harimau menjadi pengendali ekosistem. Jika ia punah, hewan di bawahnya akan meruyak dan menjadi hama bagi hutan. Dalam jumlah banyak hewan herbivora di bawahnya akan merusak hutan karena kebutuhan pakan. Bisa juga menjadi pengganggu manusia pada lahan perkebunan atau pertanian dan permukiman.

Kehilangan habitat akibat konversi hutan membuat konflik antara harimau dan manusia acap terjadi. Mengembalikannya ke hutan dengan pengawasan dan perlindungan terhadap habitatnya akan mendorong keseimbangan dan keragaman hayati hutan tropis Indonesia terjaga.

Pelepasan harimau Sumatera Lanustika menjadi harapan baru mereka berbiak secara alamiah di habitatnya.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain