PANEL antarpemerintah tentang perubahan iklim (IPCC), panel di bawah PBB, pada 2021 melaporkan bahwa kenaikan suhu bumi sebesar 1,50 Celsius akan tiba sepuluh tahun lebih cepat dari perkiraan semula pada 2050 seperti prediksi 2018. Laporan itu tampaknya mulai terasa.
Pada Maret lalu, sejumlah wilayah di belahan bumi melaporkan kenaikan suhu rata-rata bulanan. Di Indonesia, misalnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan kenaikan suhu pada Maret 2022 sebesar 27,10 Celsius. Sementara suhu udara klimatologis normal untuk Maret bila dihitung dalam periode 1991-2020 adalah sebesar 26,8C.
“Ini merupakan anomali suhu bumi tertinggi kesembilan sejak 1981,” pernyataan BMKG melalui akun media sosial pada 4 April 2022. Anomali suhu udara rata-rata dari 88 stasiun pengamatan BMKG menunjukkan suhu yang lebih panas di berbagai wilayah Indonesia, dengan titik panas tertinggi di Palembang, Sumatera Selatan, sebesar 1,1C.
Anomali yang lebih dramatis terjadi di India. Suhu maksimum rata-rata pada Maret 2022 mencapai 33,1C. “Suhu yang tercatat adalah yang tertinggi dalam 122 tahun terakhir,” tulis Departemen Meteorologi India (IMD) dalam pernyataan pers.
India utara mengalami lebih dari selusin gelombang panas pada Maret, yang diperkirakan akan berlanjut hingga April. Gelombang panas ini jarang terjadi di masa lalu, namun kini menjadi peristiwa tahunan di India. Gelombang panas pertama India tahun ini terjadi pada 11 Maret dan setelah itu beberapa gelombang panas termasuk kategori “berat.”
IMD menyatakan gelombang panas terjadi ketika suhu maksimum mencapai 40 derajat Celsius di wilayah dengan ketinggian rendah. Gelombang panas juga terjadi ketika suhu mencapai setidaknya 4,5 derajat di atas suhu rata-rata normal. Gelombang panas kategori “berat” dinyatakan jika penyimpangan dari suhu normal mencapai lebih dari 6,4C.
Laporan IPCC tahun 2021 dan 2022 menyebutkan bahwa Asia Selatan akan dilanda gelombang panas dan tekanan panas terkait kelembapan akan meningkat. Laporan yang sama juga menyebutkan Asia Selatan akan menjadi salah satu wilayah yang paling parah dilanda gelombang panas.
Sementara itu, anomali suhu bumi yang lebih ekstrem terjadi di kutub utara dan selatan. Pada 18 Maret lalu, Stasiun Concordia Antartika memecahkan rekor suhu “terhangat” -11,8C, lebih hangat 40C dari pada suhu rata-rata bulan Maret. Stasiun Vostok di hari yang sama juga memecahkan rekor 15C di suhu -17,7C. Beberapa stasiun di kutub utara juga mencatat suhu 30 derajat di atas normal.
Jonathan Willie, peneliti meteorologi kutub di di Université Grenoble Alpes di Prancis menyamakan peristiwa itu dengan gelombang panas yang terjadi di barat laut pasifik. “Perubahan iklim seperti ini hampir tidak mungkin tanpa disebabkan oleh manusia,” kata Willie kepada Washington Post, 18 Maret 2022.
Tiga hari sebelumnya, lapisan es conger di antartika yang berukuran dua kali luas Jakarta (atau seluas 1.200 kilometer persegi) meleleh. Prof Matt King, yang memimpin Australian Centre for Excellence in Antarctic Science, mengatakan lapisan tersebut sebelumnya sudah mengambang, sehingga tidak akan banyak mempengaruhi permukaan laut.
Namun, “kita akan melihat lebih banyak lapisan es pecah di masa depan dengan pemanasan iklim,” kata King kepada The Guardian, 25 Maret 2022. “Kita akan melihat lapisan es besar—jauh lebih besar dari yang ini—pecah. Dan itu akan serius menaikkan permukaan laut global.”
Anomali suhu bumi pada bulan Maret mengingatkan bahwa dampak pemanasan global dan krisis iklim bisa jadi lebih cepat dari prediksi para ahli. Dampaknya bukan hanya terasa di wilayah tempat kita tinggal, di kawasan subtropis, juga menjangkau kutub utara dan selatan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :