PENELITI Utama Center for International Forestry Research dan Guru Besar Geofisika dan Meteorologi IPB Daniel Murdiyarso mengatakan Indonesia agak gamang turut mencegah kenaikan suhu bumi 1,50 Celsius pada 2030. Ini batas kenaikan suhu yang menjadi puncak krisis iklim dibandingkan suhu masa praindustri 1800-1850.
“Emisi nasional kita masih sangat tinggi,” kata Daniel dalam webinar “Krisis Iklim, Misinformasi dan Peran Media” pada 5 April 2022. “Dan itu belum seperti yang diharapkan.”
Karena itu Daniel meminta pemerintah lebih serius menangani permasalahan iklim ini. Salah satu cara mencegah puncak krisis iklim dengan mengurangi emisi karbon karena emisi menjadi penyebab pemanasan bumi.
Indonesia punya target mengurangi emisi 29-41% dari jumlah emisi pada 2030 sebanyak 2,87 miliar ton setara CO2. Menurut UNFCC, kerangka kerja PBB untuk perubahan iklim, dari 182 negara yang mengajukan proposal penurunan emisi, totalnya hanya bisa mengurangi 25% emisi tahunan sebanyak 59 miliar ton setara CO2. Padahal, untuk bisa mencegah suhu bumi naik 1,5C dunia harus memangkas emisi gas rumah kaca 45%.
Menurut Daniel, emisi tahunan Indonesia berkisar 1,5 miliar ton setara CO2 setahun. Emisi ini berasal dari 700 juta ton dari alih guna lahan dan energi 600 juta ton. “Jadi masalahnya ada di energi,” kata dia.
Secara global, emisi energi fosil menyumbang lebih dari separuh emisi. Karena itu solusi utama adalah beralih ke energi terbarukan, dengan memanfaatkan energi solar, angin, gerak, atau panas bumi yang selalu ada.
Energi fosil, selain menimbulkan emisi besar, juga akan habis pada suatu waktu. Batu bara Indonesia, misalnya, diperkirakan akan habis 65 tahun lagi.
Sebelum habis pun, energi fosil memerlukan penghancuran hutan dan lahan. “Kita tidak bisa lagi menjalankam kehidupan dengan fosil lagi,” kata Daniel.
Pengembangan energi baru dan terbarukan, kata Daniel, akan berkontribusi pada target pemerintah dalam menekan produksi emisi gas rumah kaca yang memperburuk situasi krisis iklim dunia.
Untuk mengurangi emisi sektor energi, pemerintah hendak menaikkan bauran energi bersih menjadi 23% pada 2025. Senyampang itu, pengurangan emisi melalui perdagangan karbon.
Harusnya perdagangan karbon sektor energi dimulai pada 1 April 2022. Pemerintah memundurkannya menjadi 1 Juli 2022 dengan alasan regulasinya belum siap. Perdagangan karbon akan menjadi salah satu mitigasi krisis iklim di lima sektor andalan menurunkan gas rumah kaca.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :