Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 12 April 2022

Siasat Industri Fashion Menekan Emisi

Emisi industri fashion meningkat selama lima tahun terakhir. Melalui skema tertentu mereka dianggap “sukses” menurunkan emisi.  

ritel menjual merek-merek fesyen terkini (foto: islandworks/pixabay)

FASHION menjadi industri paling polutif kedua di dunia setelah energi. Saat ini industri fashion menyumbang 10% emisi karbon dunia. Industri ini tengah berusaha memoles citranya menjadi industri yang ramah lingkungan untuk menarik pelanggan yang kini cenderung sadar lingkungan dan sadar iklim.

Terutama setelah laporan IPCC terbaru melaporkan bahwa kenaikan suhu bumi akan terjadi lebih cepat. Salah satu cara mencegahnya dengan skema Carbon Disclosure Program (CDP), badan independen yang memberikan penghargaan untuk kinerja lingkungan.

Konstruksi Kayu

Laporan eksklusif The Guardian pada 9 April 2022 mengungkap skema kalkulasi CDP untuk klaim penurunan emisi. Walau pada kenyataaannya emisi karbon dari merek-merek fashion ini terus meningkat tiap tahun.

Skema ini mengharuskan merek-merek fashion yang meneken perjanjian melaporkan emisi global bruto mereka. Jumlahnya dihitung terhadap total pendapatan. Berarti selama peningkatan emisi kurang dari peningkatan pendapatan setiap tahun, total emisi dinilai sebagai penurunan.

Dalam laporan perubahan iklim Nike tahun 2020, misalnya. “Emisi meningkat 1% dari tahun ke tahun, yang diimbangi pertumbuhan pendapatan 7% dari tahun ke tahun, yang menghasilkan penurunan lebih dari 5% emisi per pendapatan (di tahun 2019).”

Meskipun emisi Nike jelas-jelas meningkat, CDP mencatat skor Nike sebagai A-. Merek lainnya H&M juga melaporkan peningkatan “emisi global bruto” pada 2017 dan 2018, tetapi karena emisi tersebut meningkat lebih sedikit dari pada pendapatan, H&M juga dianggap menurunkan emisi dan mendapatkan nilai A- setiap tahun.  

Menghubungkan emisi dan pendapatan hanya salah satu cara dari Protokol Gas Rumah Kaca (GHSG) yang menetapkan skema pelaporan emisi. Skema ini juga mengatur cakupan 1, 2 dan 3. Skema ini penting untuk dipahami sehingga menjadi alat sejumlah merek untuk mengurangi total emisi.

Emisi lingkup satu adalah emisi yang berasal langsung dari perusahaan yang membakar bahan bakar fosil. Lingkup dua adalah emisi yang berasal dari energi yang dibeli dari penyedia utilitas. Lingkup tiga adalah semua emisi tidak langsung yang terjadi sepanjang rantai nilai.

Untuk laporan CDP, merek-merek ini menghitung emisi gabungan lingkup satu dan dua "global bruto" dan melaporkan sendiri peningkatan atau penurunannya terhadap peningkatan pendapatan.

Emisi lingkup satu Nike—tiap ton CO2 pembakaran bahan bakar fosil perusahaan—naik setiap tahun sejak 2016. Emisi ini termasuk dari sektor ritel, distribusi dan perkantoran. Pabrik pakaian olahraga itu melaporkan sendiri emisi 17.195 ton CO2 pada 2015, melonjak menjadi 47.398 ton pada 2021.

Sementara emisi H&M naik dari 10.723 ton CO2 pada 2015 menjadi 13.380 ton pada 2020, lalu turun menjadi 11.973 ton pada 2021.

Banyak perusahaan mengecualikan emisi lingkup tiga yang dikategorikan sebagai hulu atau hilir, yang berarti tidak menghitung polusi yang dihasilkan oleh rantai pasokan. Perjalanan bisnis, misalnya, dihitung sebagai emisi lingkup tiga yang berarti dampak penerbangan dari karyawan tidak termasuk dalam “emisi global bruto.”

Nike sebelumnya menyatakan bahwa emisi lingkup tiga tidak termasuk target pelaporan emisi di masa mendatang. Sementara H&M menargetkan perhitungan emisi lingkup tiga di masa depan. “Emisi lingkup satu dan dua penting, tetapi bukan fokus kerja kami untuk mengurangi target emisi kami sebesar 56 persen. Fokus kami adalah lingkup tiga. Kami melihat peluang untuk tumbuh dengan cara menghormati batas-batas planet.” H&M menghasilkan laba bersih €1,36 miliar pada 2021.

Para ahli memperingatkan bahwa berfokus pada peningkatan efisiensi daripada mengurangi emisi absolut menempatkan planet ini dalam risiko. “Merayakan ‘kesuksesan’ semacam ini adalah resep untuk bencana,” kata James Dyke, seorang profesor dalam ilmu sistem Bumi di University of Exeter. “Pemanasan global akan berhenti ketika kita berhenti memompa gas rumah kaca ke atmosfer.”

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain