Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 April 2022

Harimau Sumatera Masuk Permukiman. Kenapa?

Harimau Sumatra muncul di Solok, Bengkalis dan Simalungun pada waktu yang hampir bersamaan. Apa penyebabnya?

Harimau terekam kamera pengintai di Kota Solok (Foto: BKSDA Sumatera Barat)

SEEKOR harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) muncul di Kota Solok, Sumatera Barat, pada 6 April 2022. Kemunculannya membuat panik warga kota. Satu tim unit penyelamatan satwa langka dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat pun turun untuk memverifikasi kemunculan hewan langka tersebut.

Tim memasang kamera pengintai dan membuat bunyi-bunyian untuk mengusir harimau. Dari jejaknya, tim BKSDA memperkirakan harimau itu berusia dewasa.

Ternyata, bunyi-bunyian itu tidak membuat kucing besar itu gentar. Hewan langka itu masih muncul di beberapa lokasi Kota Solok. Bahkan sempat terekam kamera pengintai. Laporan dari Wali Nagari Kuncir, kota kecil yang berjarak 10 kilometer dari Solok, masuk: seekor sapi diterkam harimau.

Di Kabupaten Bengkalis, Riau, situasinya lebih genting lagi. Seekor harimau menerkam seorang petani yang sedang memasang jerat rusa hingga tewas pada 6 April 2022 di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau.

Tiga hari kemudian, harimau kembali muncul di desa yang sama. Kini yang diserang anjing-anjing warga. Delapan ekor jumlahnya. Harimau ini sempat mengintai sebuah pondok dan terlihat oleh warga hingga Ahad, 17 April 2022.

Masih di bulan April, dua ekor sapi di perkebunan Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara IV, Nagori Parmonangan, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, juga diserang harimau, tiga hari lalu. Dua ekor sapi itu masih hidup, meski luka di tubuhnya menganga.

Hingga tulisan ini dibuat BKSDA di Solok, Bengkalis dan Simalungun masih menurunkan tim untuk melakukan penyelamatan terhadap harimau Sumatra dan mencegah konflik harimau-manusia memanas. Kotak perangkap dan kamera pengintai dipasang di sejumlah tempat. Warga diimbau tidak keluar sendiri, menyalakan penerang di dalam dan luar rumah, menyalakan petasan pagi dan sore hari.

Direktur Sintas Indonesia Foundation, Hariyo Wibisono mengatakan turunnya harimau di tiga provinsi pada waktu yang berdekatan menunjukkan mereka terganggu di habitatnya. Bisa jadi karena degradasi lingkungan. “Ekosistem sudah rusak, heavily degraded,” katanya ketika dihubungi, 17 April 2022. “Ini tidak bisa dilihat sebagai kasus-kasus yang berbeda. Benang merahnya satu, lingkungan rusak.”

Habitat harimau telah berganti menjadi permukiman dan perkebunan. Akibatnya konflik harimau-manusia meningkat lima tahun terakhir di seluruh pulau Sumatra. Populasi satwa langka yang berstatus kritis (critically endangered) ini juga menurun 10% dalam 10 tahun terakhir.

Menurut Hariyo, harimau hanya membutuhkan tiga hal untuk berbiak; pakan yang sehat, air yang bersih, dan lingkungan yang aman untuk berkembang biak. Harimau juga harus memiliki physical corridor. Sebab, pada dasarnya, harimau merupakan satwa yang memiliki daya jelajah tinggi.

Namun, kata dia, masih ada harapan untuk habitat harimau. “Kalau dari survei yang sedang dan masih kami lakukan, Taman Nasional Leuser (Aceh) dan Kerinci Seblat (Jambi) masih bisa jadi habitat harimau,” kata dia.

Selama perambahan tidak terus terjadi dan ada komitmen dari pemerintah. Hariyo juga menekankan pentingnya ada panduan lokal untuk menghindari konflik harimau-manusia. “Harimau yang sudah diselamatkan biasanya dalam keadaan luka. Karena sebelumnya ada upaya dari manusia, warga untuk mengusir harimau,” katanya.

Hariyo juga menduga adanya kemungkinan virus yang menginfeksi harimau. Virus kolera babi (hog cholera) dan demam babi afrika (African Swine Fever) yang tahun lalu menyerang babi ternak di Simalungun diduga sudah menular ke babi hutan yang merupakan pakan utama harimau. “Ini masih membutuhkan pembuktian. Tetapi kalau ada harimau turun ke pemukiman dan seperti wandering itu harus diperiksa,” katanya.

Secara naluri, kata Hariyo, harimau akan cenderung menghindari manusia.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain