Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 22 April 2022

Mengapa Manusia Bisa Tua

Studi mutasi sel somatik kian menarik untuk mengetahui usia harapan hidup dan menjawab mengapa manusia bisa tua.

Mengapa manusia bertambah tua? (Foto: Sabine Vanerp/Pixabay)

TUA itu pasti, dewasa adalah pilihan, kata Carroll Bryant. Dalam kepastian menjadi tua itu para ilmuwan belum bisa mengetahui jawaban mengapa manusia bisa tua. Tentu saja karena usia sel. Tapi mengapa manusia dan semua mahluk hidup bisa tua lalu mati?

Menjadi tua adalah proses yang kompleks. Tapi baru-baru ini, sejumlah ilmuwan di Wellcome Sanger Institute, Inggris, mempublikasikan sebuah studi di jurnal Nature yang coba menjawab pertanyaan itu. Mereka menganalisis waktu hidup 208 mamalia dari 56 individu lintas 16 spesies.

Konstruksi Kayu

Hasilnya, mereka mencurigai menjadi tua dan waktu hidup mahluk yang bernyawa berhubungan dengan mutasi somatik. Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel somatik, yaitu sel fisik tubuh seperti sel kulit. Mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunan, berbeda dengan mutasi gametik yang perubahannya terjadi di sel gamet atau sel reproduksi.

Usia harapan hidup manusia

Dengan melihat mutasi periodik dalam sel somatik, para ilmuwan menyimpulkan bahwa ada antikorelasi antara jumlah mutasi dengan usia harapan hidup. Semakin sedikit mutasi gen pada satu spesies, ia punya kesempatan hidup lebih lama.

Pada tikus, misalnya, waktu hidupnya hanya 3,4 tahun, tapi jumlah mutasinya bisa mencapai 2.000 kali. Sementara anjing, dengan mutasi 2.000 kali usianya mencapai 12 tahun. Artinya, jumlah mutasi sel somatik pada anjing lebih jarang dibanding tikus.

Para peneliti awalnya curiga mutasi dipengaruhi massa tubuh. Semakin kecil tubuh satu spesies, semakin cepat sel-sel tubuh mereka kehilangan energi sehingga mereka pun lebih cepat tua dan mati. Seperti pada tikus dan anjing itu. Badan tikus yang lebih kecil membuat energi mereka terbuang lebih banyak dalam tiap gerakan dibanding anjing yang lebih besar.

Namun, ketika jumlah mutasi sel somatik tikus diperbandingkan dengan jerapah yang ukuran tubuhnya jauh lebih besar, ternyata jumlahnya mirip sehingga usia harapan hidupnya juga tak jauh beda. Mutasi sel tikus sebanyak 93 per tahun, sementara jerapah 99.

Bagaimana dengan manusia? Para peneliti menemukan bahwa rata-rata sel somatik manusia bermutasi sebanyak 47 per tahun. Sehingga harapan hidup manusia paling lama dibandingkan dengan satwa yang diteliti, yakni 83,6 tahun.

Alex Cagan, penulis pertama studi tersebut, mengatakan bahwa mutasi somatik mungkin berperan dalam penuaan, meskipun perlu ada terus penjelasan alternatif. Menurut dia, studi lanjutan akan menjawab pertanyaan utama studi ini jika penelitian meluas ke spesies yang lebih beragam, seperti serangga dan tumbuhan.

Studi tentang mutasi somatik sudah dimulai sejak 1950-an. Namun, para peneliti belum menemukan kaitan secara langsung proses penunaan yang kompleks yang dihubungkan dengan usia harapan hidup tiap spesies. Studi ini sedikit menjelaskan bahwa spesies yang berhasil mencegah mutasi somatik akan berusia panjang.

Karena itu mencegah mutasi sel menjadi penting untuk mempertahankan hidup, jika mengacu pada studi antikorelasinya dengan proses penunaan. Tingkat kerusakan genetika menjadi kunci berumur panjang.

Pada kerusakan sel yang tak bisa diperbaiki oleh tubuh, ia akan melaju menjadi kanker atau menumpuk dan menyebabkan kematian sel. Karena itu, studi ini mengingatkan agar kita menghindari mutasi sel somatik secara non alamiah dengan menjauhi penyebabnya. Misalnya, tidak merokok, tak minum alkohol, atau istirahat cukup sesuai kapasitas dan kebutuhan tubuh.

Antikorelasi antar mutasi sel somatik dengan usia harapan hidup

Proses non alamiah mutasi sel somatik bisa diakibatkan oleh lingkungan. Udara kotor, polusi, dan kerusakan lingkungan memicu mutasi sel somatik kian aktif yang berakibat pada usia harapan hidup yang berkurang. Secara alamiah, mamalia rata-rata bermutasi 3.000 kali selama masa hidup mereka.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain