SEEKOR harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) menerkam petani yang sedang memasang jerat rusa hingga tewas pada 6 April 2022 di Desa Tasik Tebing Serai, Kecamatan Talang Muandau, Riau. Tiga hari kemudian harimau kembali muncul di desa yang sama. Kini yang diserang anjing. Delapan ekor jumlahnya.
Harimau ini sempat mengintai pondok dan direkam oleh pemiliknya yang ketakutan pada 13 April lalu. Penduduk yang tinggal di pondok diungsikan usai video itu viral di media sosial. Hingga saat ini, harimau kerap terlihat oleh warga desa tersebut. Anak-anak bersekolah secara daring karena masyarakat khawatir anak-anak bertemu harimau di perjalanan.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sempat menggelar patroli dan memasang kandang jebak (box trap) di desa tersebut. Namun, belum ada harimau yang jatuh ke dalam perangkap. Menurut Pelaksana Tugas Kepala BBKSDA Riau, Fifin Arfiana Jogasara, area kemunculan harimau dan lokasi tempat petani tewas diterkam saat memasang jerat adalah di kawasan hutan konservasi Giak Siam Kecil yang merupakan "rumah" bagi Harimau Sumatera.
“Saya sudah sering mengingatkan pada masyarakat. Kalau mereka membangun rumah di hutan konservasi. Tapi yang terjadi malah konflik dengan masyarakat,” kata Fifin ketika dihubungi pada 26 April 2022. Meski demikian, BBKSDA Riau menurunkan tim dan memasang kandang jebak di lokasi tersebut untuk mencegah konflik Harimau-Manusia meningkat.
Setelah dua pekan kandang perangkap dipasang, tidak ada harimau yang tertangkap. Jejak harimau pun tidak ditemukan lagi. BBKSDA memutuskan mundur.
Hingga saat ini masih banyak warga melaporkan penampakan harimau. “Tentu saja. Karena itu memang wilayahnya harimau. Sejak dulu itu adalah rumah harimau,” kata Fifin.
Menurut Fifin, banyak pendatang mendiami Cagar Biosfer Giak Siam Kecil. Giak Siam Kecil (GSK) ditetapkan sebagai Cagar Biosfer sejak 2009. Uniknya sebagai cagar biosfer, GSK tidak memiliki taman nasional seperti banyak cagar biosfer lainnya.
Kawasan inti cagar biosfer Giak Siam Kecil adalah suaka margasatwa seluas 70 ribu hektare yang menjadi "rumah" bagi Harimau sumatera.
Perambahan marak terjadi di hutan kawasan ini. Banyak wilayah dari hutan ini yang diubah menjadi ladang sawit ilegal di banyak titik. Lahan kawasan ini juga diperjualbelikan. Menurut Fifin, sulit menghindari konflik harimau-manusia jika hutan sudah terfragmentasi.
Direktur Sintas Indonesia Foundation Hariyo Wibisono menjelaskan bahwa hampir semua habitat harimau wilayah di pulau Sumatra sudah dirambah manusia. Fragmentasi hutan justru akan meningkatkan konflik harimau-manusia. Apalagi harimau merupakan hewan yang memiliki daya jelajah tinggi.
Tapi, kata Haryo, masih ada harapan untuk habitat harimau Sumatera. “Kalau dari survei yang sedang dan masih kami lakukan, Taman Nasional Leuser (Aceh) dan Kerinci Seblat (Jambi) masih bisa jadi habitat harimau,” kata dia.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :