Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 29 April 2022

1 dari 5 Reptil Terancam Punah

Jika reptil punah, akan terjadi overpopulasi hama, dan kita akan kehilangan akumulasi evolusi 15,6 miliar tahun.

Reptil (Foto: via Canva)

TERSENYUMLAH seperti reptil, kata David Bowie. Reptil acap dijadikan barometer kesehatan sebuah ekosistem, sebab mereka bisa menghuni ekosistem apa saja, yang tersembunyi dan tak terjangkau. Karena itu bumi membutuhkan reptil untuk menjaga keseimbangan.

Studi terbaru di jurnal Nature menunjukkan 1 dari 5 spesies reptil di dunia terancam punah. Dari 10.196 spesies yang diteliti, sebanyak 1.829 dari jumlah itu terancam punah. Semetara 1.489 lainnya tidak diketahui karena belum tercatat. Para peneliti memperkirakan 21% spesies reptil terancam punah.

Konstruksi Kayu

Jika reptil punah, ekosistem akan berubah total. Reptil merupakan pengendali populasi tikus, nyamuk dan “hama” lainnya. Kepunahan reptil berarti akan berdampak pada overpopulasi hama. Peran reptil adalah menyebarkan benih, terutama, di pulau.

Studi ini melibatkan 52 ahli yang menganalisis data dari Global Reptile Assessment, sebuah rangkuman yang menerima kontribusi dari lebih dari 900 ilmuwan di enam benua dalam 17 tahun terakhir. Studi ini merupakan uji global pertama dari sampel ekstrapolasi Daftar Merah IUCN.

Berdasarkan pengelompokan reptil dibagi menjadi empat ordo: ordo crocodilia—sejenis buaya, ordo spenodontia—tuatara, ordo squamata—kadal, ular dan hewan reptil yang memiliki sisik, dan ordo tetsudinata—reptil berkaki empat yang memiliki rumah seperti kura-kura.

Spesies dengan ordo squamata merupakan kelompok terbesar dalam penelitian ini, yaitu 9.820 spesies. Sedangkan kura-kura air dan buaya masing-masing hanya mencakup 351 dan 24 spesies. Ordo tetsudinata, yang menyimpang dari garis keturunan ular dan kadal pada periode Trias, mencakup satu spesies saja yaitu tuatara.

Studi itu menunjukkan proporsi penyu dan buaya yang terancam (57,9% dan 50,0%, masing-masing) jauh lebih tinggi daripada squamata (19,6%) dan tuatara (0%). Proporsi penyu dan buaya yang terancam itu juga sebanding dengan kelompok tetrapoda yang paling terancam, salamander (57,0%). ) dan monotremata (60,0%). Di dalam ordo squamata, kadal iguanid (73,8%) dan xenosaurid (60,0%) dan ular uropeltid (61,1%) dan tropidophiid (60,0%) sangat terancam.

Asia Tenggara, India, Afrika Barat merupakan 15% dari area teratas yang mengalami kehilangan keanekaragaman filogenetik dengan konsentrasi tinggi spesies terancam. Komodo, kadal endemik dari Indonesia, juga dinyatakan terancam (endangered) dalam assessment IUCN terbaru. Status ini turun satu kelas dibandingkan status sebelumnya yaitu rentan (vulnerable).

Faktor penyebab ancaman kepunahan bagi reptil

Faktor antropogenik yang meningkatkan risiko kepunahan reptil terutama adalah perusakan habitat akibat ekspansi pertanian, pembangunan perkotaan, dan penebangan (logging). Ancaman penting lainnya adalah spesies invasif dan perburuan untuk perdagangan komersial

Di antara kelompok reptil, buaya dan kura-kura paling terpengaruh oleh perburuan dan lebih sedikit oleh pertanian, sedangkan squamata paling terancam oleh pertanian. Untuk semua kelompok tetrapoda, pertanian paling banyak mengancam spesies, penebangan adalah ancaman paling umum kedua atau ketiga, dan spesies invasif dan penyakit adalah ancaman paling umum keempat atau kelima.

Ancaman yang menyebabkan perusakan habitat secara proporsional mempengaruhi lebih banyak spesies daripada yang menyebabkan perubahan habitat (degradasi habitat). Krisis iklim merupakan ancaman yang mengancam bagi reptil, misalnya, mengubah rasio jenis kelamin keturunan pada spesies yang memiliki penentuan jenis kelamin yang bergantung pada suhu.

Penyakit didokumentasikan sebagai ancaman hanya 11 spesies reptil (<1% dari spesies yang masih ada dan tidak kekurangan data), meskipun patogen seperti Ophidiomyces ophiodiicola (yang menyebabkan penyakit jamur ular) merupakan ancaman potensial dan sedikit dipelajari di luar Amerika Utara. Penggunaan reptil secara sengaja (konsumsi dan perdagangan lokal) merupakan ancaman utama yang mengancam 329 spesies (3,2%), terutama penyu (30,8% dari semua spesies penyu).

Ancaman lain terhadap reptil—pertanian, pembangunan perkotaan, dan penebangan—juga mengancam spesies penghuni hutan, masing-masing mempengaruhi 65,9%, 34,8%, dan 27,9% reptil terancam yang tinggal di hutan, membantu menjelaskan risiko kepunahan yang lebih tinggi dari reptilia spesies hutan.

Meskipun banyak reptil hidup di lingkungan kering seperti gurun dan semak belukar, sebagian besar spesies hidup di hutan, di mana mereka terancamoleh penebangan dan konversi lahan untuk pertanian.

Studi ini menemukan 30% reptil yang tinggal di hutan berisiko punah, dibandingkan dengan 14% di habitat kering. Raja kobra (Ophiophagus hannah), misalnya, rentan secara global karena hutan yang rusak.

Reptil cenderung kurang populer daripada spesies ikonik mamalia darat atau kehidupan laut, tetapi lebih banyak spesies reptil terancam daripada burung. Penelitian ini mencatat sejak tahun 1500, 31 spesies reptil (0,3%) telah punah, termasuk 24 squamata dan 7 kura-kura, dengan 2 spesies squamate dari Christmas Island dikategorikan punah di alam liar

Reptil memiliki warisan evolusi yang unik di pohon kehidupan. Jika 21% reptil ini punah, kita akan kehilangan akumulasi evolusi 15,6 miliar tahun. Ini akan menjadi awal bencana ekosistem bagi bumi.

Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa tetrapoda—hewan vertebrata yang berkaki empat atau yang memiliki seperti kaki, terancam punah: 40,7% amfibi, 25,4% mamalia, dan 13,6% burung terancam punah. Seperti ancaman reptl yang punah, tampaknya sulit bagi keanekaragaman hayati melarikan diri dari zaman kepunahan keenam.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain