BADAN Kesehatan Dunia (WHO) merilis jumlah orang yang meninggal terkait pandemi Covid-19 antara 1 Januari 2020 hingga 31 Desember 2021. Jumlahnya 14,9 juta. Atau berada di kisaran 13,3-16,6 juta jiwa.
Angka tersebut lebih tinggi tiga kali lipat dari jumlah “resmi” kematian Covid-19 yang dilaporkan tiap negara ke WHO selama periode tersebut. Dari 1 Januari 2020 hingga 31 Desember 2021, angka resmi yang tercatat di WHO adalah 5,4 juta jiwa dengan jumlah kasus terkonfirmasi terjadi 27 Desember 2021.
“Data yang serius ini tidak hanya menunjukkan dampak pandemi, juga kebutuhan semua negara untuk berinvestasi dalam sistem kesehatan yang lebih tangguh, yang dapat mempertahankan layanan kesehatan penting selama krisis, termasuk sistem informasi kesehatan yang lebih kuat,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, 5 Mei 2022.
Angka kematian Covid-19 versi WHO ini mengakumulasikan orang yang meninggal karena positif Covid-19 dan mereka yang wafat karena akibat tidak langsung wabah ini. Jumlah ini termasuk mereka yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan karena kondisi lain ketika sistem kesehatan kewalahan selama gelombang besar infeksi.
Perkiraan jumlah kematian ini dipengaruhi juga oleh kematian yang dapat dihindari selama pandemi, seperti kecelakaan kendaraan bermotor atau cedera akibat kerja.
Angka akurat tentang kematian Covid-19 telah menjadi masalah selama pandemi. Sebab, angka “resmi” yang dilaporkan hanya sebagian kecil dari kehancuran yang ditimbulkan oleh virus. Biasanya hal ini terjadi karena uji terbatas dan ada perbedaan dalam cara negara menghitung kematian akibat Covid-19. Pada November 2021, The Economist memperkirakan jumlahnya 5 kali lipat dari angka resmi.
Sebanyak 84% kematian terkait Covid-19 terkonsentrasi di Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika. Sekitar 68% hanya di 10 negara secara global. Negara-negara berpenghasilan menengah menyumbang 81% dari 14,9 juta kematian selama 24 bulan. Sementara negara-negara berpenghasilan tinggi dan berpenghasilan rendah masing-masing menyumbang 15% dan 4%.
Laporan itu mengkonfirmasi bahwa angka kematian global laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan (57% vs 43%) dan lebih tinggi di antara orang dewasa yang lebih tua. Para ahli menyarankan untuk lebih objekti melihat dampak pandemi, kita mesti melihat kematian per 100.000 dibanding akumulasi kematian Covid-19 yang dilaporkan.
Angka-angka kematian Covid-19 biasanya hasil dari kolaborasi global Kelompok Penasihat Teknis untuk Penilaian Kematian COVID-19 dan konsultasi negara. Kelompok ini terdiri dari banyak pakar terkemuka dunia, yang mengembangkan metodologi inovatif untuk menghasilkan perkiraan kematian yang sebanding bahkan ketika data tidak lengkap atau tidak tersedia.
Metodologi ini dapat digunakan oleh negara yang masih kekurangan kapasitas untuk survei kematian Covid-19. Beberapa negara yang memperdebatkan metodologi WHO dalam menghitung kematian Covid-19 menolak gagasan bahwa ada lebih banyak kematian daripada yang dihitung secara resmi.
Awal pekan ini, misalnya, India merilis angka baru yang menunjukkan ada 474.806 kematian Covid-19 lebih banyak pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi tidak mengkategorikan jumlah kematian yang terkait dengan pandemi. India tidak merilis perkiraan kematian untuk 2021 ketika varian Delta yang sangat menular menyapu negara itu, menewaskan ribuan orang.
Indonesia hingga hari ini mencatat 6.047.491 kasus positif Covid-19 dengan 156.321 total kematian.
Angka yang diprediksi WHO sesungguhnya bukan angka yang mustahil. Sebab, penelitian yang dilakukan Institute of Health Metrics and Evaluation di University of Washington juga menghasilkan angka yang besar. Mereka menduga ada lebih dari 18 juta kematian akibat Covid-19 dalam rentang yang sama dengan perkiraan WHO.
Tingginya angka-angka prediksi kematian Covid-19 tersebut seharusnya menjadi dasar bagi negara-negara dunia untuk menginvestasikan anggaran negara pada sektor-sektor kesehatan dan lingkungan. Selain karena masih besarnya ancaman long covid, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa krisis iklim dan pemanasan global bisa memicu lebih banyak penyakit dan pandemi di masa mendatang.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :