Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 10 Mei 2022

Ironi Penambangan Nikel

Luhut Pandjaitan melobi Elon Musk, pendiri Tesla, berinvestasi menyerap nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik. Berbahaya bagi lingkungan.

Penambangan nikel di Sulawesi Tengah (Foto: Majalah Tempo)

MENTERI Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan pendiri Tesla, produsen mobil listrik, Elon Musk. Menurut Deputi Pertambangan Menteri Maritim Septian Hario Setyo kepada CNBC, Luhut melobi Elon Musk berinvestasi di Indonesia dengan menjamin pasokan nikel, bahan baku baterai mobil listrik.

Komponen utama pembuatan baterai mobil listrik adalah nikel, aluminium, kobalt, mangan, dan lithium. Lithium tak ada di Indonesia, kobalt dalam jumlah terbatas. Mangan ada. Sementara aluminium dan nikel berlimpah.

Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Data dari United States Geological Survey menyebutkan cadangan nikel Indonesia diperkirakan mencapai 21 juta ton. Sepanjang 2021 Indonesia telah menambang sekitar 1 juta ton. 

Data dari Badan Geologi pada 2018 malah lebih besar lagi. Indonesia memiliki sumber daya nikel sebesar 11,7 miliar ton, dan cadangan 4,5 miliar ton. Sebanyak 90% dari jumlah itu terkonsentrasi di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.

Karena nikel merupakan sumber daya alam seperti batu bara, penambangannya akan berdampak pada lingkungan, meski Hario menjamin akan mematuhi standard ESG (environment, social, and governance) jika Elon bersedia menyerap nikel Indonesia.

Sejumlah penelitian menunjukkan tambang nikel bisa mencemarkan logam berat ke lingkungan. Logam berat memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik, mengendap di dasar perairan, bersatu dengan sedimen. Kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi di bandingkan dengan air. Logam berat, di antaranya, timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As) dan kadmium (Cd) juga merupakan bahan beracun berbahaya.

Analisis lingkungan sekitar tambang nikel terhadap kualitas ternak sapi pedaging yang dilakukan Gunawan et. al., (2015) di Kabupaten Halmahera Timur, misalnya, menyimpulkan air di sekitar tambang dan di luar tambang tercemar logam berat timbal (Pb) melebihi ambang batas.

Penelitian itu juga menunjukkan kandungan logam berat merkuri (Hg) berada pada tanah, air, rumput, hati dan daging sapi yang digembalakan di sekitar tambang nikel. Jumlahnya melebihi ambang batas daya dukung lingkungan. Kondisi ini berpotensi pada paparan merkuri ke manusia, melalui makanan atau minuman.

Keracunan timbal bisa menyebabkan tanda-tanda ensefalopati (pembengkakan otak), peningkatan tekanan di dalam tengkorak, delirium (gangguan mental yang ditandai oleh halusinasi), koma, kejang, dan sakit kepala. Sementara keracunan merkuri dapat menyebabkan keanehan mental dan cacat saraf, biasanya pada anak-anak. Pada banyak kasus pula, gejala keracunan merkuri baru diketahui 25 tahun kemudian seperti pada tragedi Minamata.

Pekan ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) membuat surat terbuka menolak rencana pembangunan pabrik baterai Tesla di Indonesia. Dalam surat itu, Walhi memaparkan daya rusak lingkungan dari tambang nikel.

Salah satunya di Maluku Utara. Pertambangan nikel di kawasan itu menyebabkan deforestasi serius. Dalam 15 tahun terakhir, Halmahera Tengah, salah satu kabupaten di Maluku Utara, telah kehilangan 16.000 hektare hutan akibat pertambangan nikel. Dengan kata lain, rata-rata hutan alam Halmahera Tengah hilang 1.000 hektare per tahun.

Sejumlah investigasi media menunjukkan pertambangan nikel di Maluku Utara telah menyebabkan pencemaran laut yang serius. Akibat pencemaran ini, nelayan kehilangan wilayah tangkap ikan yang selama ini menjadi ruang hidupnya. Pencemaran laut akibat pertambangan nikel telah mendorong penurunan jumlah nelayan.

Kasus lain di Pulau Obi. Pemerintah memberikan lima izin usaha pertambangan (IUP) nikel dengan total luas 10.793,54 hektare untuk pulau yang luasnya hanya 2.500 kilometer persegi itu. Akibatnya Desa Kawasi yang merupakan salah satu desa tertua di pulau itu kehilangan sumber mata air.

Kejadian serupa juga terjadi di Pesisir Bungku, di Provinsi Sulawesi Tengah. Paparan lumpur akibat pertambangan nikel menyebabkan pendangkalan pada sungai dan pesisir. Akibatnya, nelayan tradisional kehilangan penghasilan.

Deforestasi melepaskan emisi. Sehingga penambangan nikel untuk baterai yang diklaim ramah lingkungan malah merusak lingkungan. Baterai mobil listrik yang menghasilkan energi bersih tak sebanding dengan pelepasan emisi akibat penambangan nikel.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain