AKHIR bulan lalu film dokumenter “The Year Earth Changed” yang merekam dampak pandemi Covid-19 mendapatkan penghargaan Television Academy Honor dari Emmys. Dalam situsnya, Emmys menulis bahwa film ini “memanfaatkan kekuatan besar televisi untuk mendorong perubahan sosial". Ketua dan Direktur Utama Television Academy Frank Scherma mengatakan bahwa film seperti ini "mencerahkan dan mendukung isu-isu paling penting yang dihadapi komunitas global".
Film dokumenter hasil kerja sama BBC dan Apple TV+ ini merupakan rangkuman video berkualitas tinggi yang merekam aktivitas di seluruh penjuru bumi ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi pada awal 2020.
Pandemi Covid-19 mendorong sejumlah negara melakukan penguncian wilayah (lockdown) untuk mencegah penularan virus Sars-CoV-2. Film yang dinarasikan David Attenborough ini menayangkan apa yang terjadi di alam liar dan bagaimana alam memulihkan diri ketika aktivitas manusia terhenti.
Di India, setelah lockdown 12 hari, penduduk Jalandhar untuk pertama kali dalam 30 tahun melihat pegunungan Himalaya dari atap rumah mereka. Selama ini pegunungan tertinggi di dunia yang jaraknya 200 kilometer dari kota ini tak pernah terlihat, karena asap dan polusi udara.
Polutan udara Los Angeles di Amerika Serikat pertama kalinya dalam 40 tahun turun ke level terendah. Udara beracun di Cina berkurang separuhnya. Secara global, lockdown menurunkan emisi karbon dioksida lebih dari 6% dalam setahun. Ini merupakan penurunan emisi CO2 terendah yang pernah dicatat.
Film ini mewawancara sejumlah pakar satwa liar yang mempelajari aktivitas paus bungkuk di Alaska hingga pakar citah di Massai Mara, Kenya. Mereka menemukan bahwa perubahan aktivitas manusia berpengaruh pada perubahan aktivitas satwa.
Di Alaska, misalnya, Seekor paus bungkuk meninggalkan anaknya untuk mencari makan bersama kawanan dewasa. Hal ini bisa dia lakukan karena noise yang muncul akibat dari kapal-kapal yang melintas kini tidak ada. Sehingga dia bisa mencari makan dan tetap mendengar anaknya ketika ada ancaman dari predator lain.
Film ini merekam teknik bagaimana kawanan paus menggiring ikan-ikan kecil dan kemudian memangsanya beramai-ramai. Teknik yang kini jarang dilakukan di Alaska bagian tenggara yang biasanya penuh dengan aktivitas kapal pesiar yang berlalu lalang
Di Nara, Jepang. Perilaku Rusa Sikka yang mendiami kawasan ini selama 1.300 tahun juga berubah. Pada masa sebelum Covid, mereka biasa makan snack yang diberikan para turis yang bertandang. Cara ini merupakan adaptasi satwa ketika sebagian tanah tempat mereka biasa merumput kini digantikan oleh gedung-gedung tinggi.
Namun ketika turis tidak kembali di Kuil Nara, rusa Sikka tertua keluar dari kuil, diikuti rusa lainnya yang lebih muda. Mereka melewati bagian-bagian kota yang dipenuhi beton dan aspal dan kemudian mencapai sepetak lapangan dan mulai merumput kembali. Lokasi itu ternyata tempat rusa Sikka biasa merumput ketika masih anakan.
Segmen paling menarik mungkin di Afrika. Villa mewah di tengah sabana Mpulmanga, Afrika Selatan, yang kosong, kini diisi oleh monyet vervet Afrika, antelop, dan impala. Siapa sangka ketika sedang merekam hewan-hewan herbivora itu ada macan tutul yang ikut masuk. Kru dan kameramen yang merekam seketika tegang ketika macan tutul berada dua meter dari kamera.
Para kru tetap diam. Gerakan mendadak bisa membuat macan tutul merasa terancam dan menyerang. Benar saja, macan itu akhirnya melengos dan memburu antelop. Selama ini macan tutul dikenal sebagai hewan nokturnal yang hanya berburu saat malam hari. Perubahan aktivitas manusia juga mengubah aktivitas satwa. Sebanyak 60% ekosistem macan tutul diambil alih oleh manusia yang menyebabkan populasinya turun 30% dalam 25 tahun.
Di Cape Town, film ini merekam aktivitas penguin jackass Afrika. Habitat penguin yang kini terancam (endangered) itu berada dekat dengan pantai yang di hari-hari biasa dipenuhi oleh manusia. Mulanya ini dianggap sebagai keberhasilan manusia berbagi ruang dengan satwa.
Nyatanya tidak. Pada masa sebelum lockdown, penguin jackass hanya mampu melaut sekali dalam sehari. Sebab, pantai dipenuhi manusia yang menyulitkan mereka untuk kembali ke koloni dan memberi makan anaknya. Barulah ketika lockdown, penguin ini bisa 2-3 kali melaut untuk memberi makan anaknya.
Pada masa ini pula, dalam seminggu, keluarga penguin mampu memiliki anak kedua dan membesarkan anak-anak kembar dengan sukses. Ini merupakan hal yang melegakan mengingat jumlah penguin jackass turun 70% dalam 30 tahun.
Di luar film ini, pandemi dan lockdown juga sukses membuat Rosa, badak Sumatera betina hamil secara alami di Taman Nasional Way Kambas. Bayi badak yang lahir pada Maret 2022 ini disambut dengan suka cita. Rekaman kelahiran dipublikasikan di internet. Atau kemunculan kembali kodok merah di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak setelah 13 tahun menghilang setelah pemerintah menutup taman nasional
Selama 2020, film ini mencatat terhentinya aktivitas manusia adalah berkah bagi alam dan kesempatan untuk memulihkan diri. Polusi udara dan emisi karbon menurun, berkurangnya noise (kebisingan) di lautan maupun daratan memudahkan satwa “lebih mudah didengar.”
Film ini dikemas dengan visual yang Indah. Seperti rekaman penguin jackass melintasi jalan-jalan beraspal di Cape Town, rusa Sikka melintasi permukiman padat dan rapi di Jepang. Pembuat film memberikan suasana yang ringan dalam film yang memberikan pesan penting: populasi dan aktivitas manusia yang begitu banyak dan pesat sesungguhnya memberi ancaman bagi makhluk hidup lainnya di bumi. Bagaimana perubahan yang dilakukan manusia sesaat memberi banyak manfaat bagi bumi.
Berakhirnya masa lockdown dan dimulainya era normal baru kini menjadi sebuah tantangan. Film ini mencatat optimisme para peneliti satwa. Di Alaska, misalnya, peneliti akan mengajukan jalur lalu lintas kapal pesiar. Di India, lahan di sekitar sawah ditanami dengan rumput-rumput tinggi yang diperuntukkan untuk kawanan gajah. Taman Nasional Massai Mara akan membuat aturan terperinci untuk pemotretan perburuan Citah liar. Film ini dirilis pada April 2021 saat era normal baru.
Ketika menonton kembali film ini di tahun 2022, di tengah ingar bingar berita gelombang panas menyapu India dan Pakistan, meningkatnya arus lalu lintas melebihi masa sebelum Covid, rekor jumlah jumlah mobil tertinggi yang keluar dari Jabodetabek selama masa mudik, gambaran optimisme—pesan terakhir para pembuat film The Year Earth Changed tentang dampak pandemi Covid-19 menjadi pertanyaan baru: apa sesungguhnya yang benar-benar bisa kita lakukan sekarang?
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :