POHON tumbuh tanpa berisik. Tapi benarkah mereka tak bisa berbicara? Menurut Monica Gagliano, pohon bisa berbicara satu sama lain. Dalam Spoke Thus the Plant, ilmuwan Australia ini menyusun kosa kata pohon. Ia bahkan mengaku bisa mendengar pohon mengatakan "oryngham", yang artinya "terima kasih".
Tak seperti manusia dan hewan, pohon atau tumbuhan tidak bisa mengeluarkan suara atau gerakan yang bisa dilihat secara langsung sebagai bentuk komunikasi. Karena hidupnya yang statis atau tidak dapat berpindah, tumbuhan memiliki cara tersendiri untuk berkomunikasi melalui jaringan akar.
Sri Wilarso Budi, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, menerangkan bahwa komunikasi tumbuhan diawali dengan hubungan antara akar dengan komunitas mikroorganisme di dalam tanah.
Tumbuhan sebagai makhluk autotrof atau yang bisa menghasilkan makanannya sendiri, berbagi makanannya dengan komunitas tersebut lewat perakaran melalui cairan yang dihasilkan dari metabolisme sekunder. Cairan tersebut dikenal dengan sebutan eksudat akar.
Eksudat akar merupakan sumber makanan bagi komunitas mikroorganisme bawah tanah, seperti jamur dan bakteri. Karena komunitas tersebut merupakan heterotrof, tidak bisa menghasilkan makanan sendiri, komunitas itu secara tidak langsung bergantung dengan pohon untuk mendapatkan energi. Sehingga daerah-daerah yang berada di sekitar akan pohon atau tumbuhan banyak dihuni oleh mikroorganisme sehingga memiliki sebutan khusus, yaitu rhizosphere.
Pada lapisan rhizosphere ini, mikroorganisme seperti jamur ada yang berusaha untuk menjalin hubungan dengan tumbuhan. Untuk mencoba masuk ke dalam tumbuhan, jamur itu memerlukan “izin” dari tumbuhan tersebut. “Proses ini merupakan komunikasi awal yang dilakukan tumbuhan dengan jamur itu,” ujar Sri kepada Forest Digest, 19 Mei 2022.
Tumbuhan memiliki gen khusus yang mengizinkan jamur tersebut boleh masuk atau tidak. Jika tumbuhan tidak mengizinkan jamur masuk, jamur akan tetap di permukaan akar dan mati. Sementara jika jamur diizinkan masuk, maka jamur akan masuk kedalam sel yang berada di akar dan membentuk suatu hubungan baru yang dinamakan “mikoriza”.
“Mikoriza akan berkembang di dalam akar dan memiliki hifa yang menyebar lebih luas pada lapisan tanah sehingga akan membentuk lapisan yang dinamai mikorhizosphere,” tambah Sri. Mikorizhosphere itu akan berperan sebagai kabel penghubung antara satu tumbuhan dengan tumbuhan lainnya untuk berkomunikasi.
Komunikasi tumbuhan sangat unik. Penelitian Suzanne Simard, Ahli Ekologi University of British Columbia, Kanada, menerangkan bahwa pohon yang kekurangan energi bisa mengirimkan sinyal kepada pohon yang kelebihan energi lewat jaringan mikorhizosphere itu. “Nantinya pohon yang kekurangan energi akan mendapatkan bantuan dari pohon yang memiliki energi lebih banyak,” kata Sri.
Cerita lain dari Christopher Bennett, ilmuwan asal Inggris yang sudah malang melintang di Indonesia selama 30 tahun, menceritakan ada pohon yang “menangis” akibat pohon disekitarnya ditebang. “pohon itu menggugurkan daunnya sehingga terlihat seperti menangis” ujar Chris dalam podcast Endgame bersama Gita Wirjawan.
Menurut Sri, hal itu sangat wajar terjadi karena pohon juga memberikan sinyal pertahanan kepada pohon di sekitarnya untuk bersiap-siap menghadapi hal yang serupa.
Penelitian lain yang dilakukan Masaru Emoto tentang "Keajaiban Air" juga menjadi temuan lain mengenai komunikasi antara tumbuhan dan manusia.
Molekul air berubah sesuai dengan perlakuan dan keadaan lingkungan. Maka ketika tanaman diajak bicara secara nyaman, produktivitasnya akan meningkat. Sementara jika tanaman dimaki-maki, mereka akan mengganggu produktivitasnya. “Karena air terdapat di sel-sel sempit yang bisa menekan dinding sel bahkan merusaknya yang akan mengganggu proses metabolisme tanaman jika molekulnya berantakan,” ujar Sri.
Begitu hebatnya cara komunikasi pohon atau tumbuhan. Sudah sewajarnya manusia memahami komunikasi tersebut sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya peran tumbuhan bagi kehidupan manusia. Karena jika tidak ada tumbuhan, manusia tidak bisa berarti.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :