Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 07 Juni 2022

KHDPK: 2.500 Karyawan Perhutani Terdampak

Pengurangan area Perhutani seluas 1,1 juta hektare untuk KHDPK berdampak pada 2.500 karyawan. Apa solusinya?

Para pendamping petani Paguyuban Sunda Hejo di Garut, Jawa Barat, menginap di areal hutan lindung Gunung Mandalawangi yang dikelola petani di sekitarnya (Foto: Rifqy Fauzan/FD)

PEMERINTAH hendak menerapkan kebijakan KHDPK atau kawasan hutan dengan pengelolaan khusus. Kebijakan ini telah turun melalui aturan hingga level surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287/2022 yang menetapkan 1,1 juta hektare area yang dikelola Perum Perhutani masuk dalam KHDPK. Bagaimana nasib karyawan? 

Dalam perbincangan dengan Forest Digest dalam Fodcast (Forest Digest Broadcast) di YouTube, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto mengatakan ada sekitar 2.515 karyawan yang terdampak KHDPK. “Mereka akan bertransformasi menjadi pendamping perhutanan sosial,” kata Bambang. 

Konstruksi Kayu

Kebijakan KHDPK membuat resah karyawan Perhutani. Pada 18 Mei 2022, sebanyak 4.000 karyawan mendatangi kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memprotes kebijakan ini. Mereka khawatir terdampak oleh kebijakan ini. Mereka juga menilai KHDPK akan mengganggu kelestarian hutan Jawa. 

Sebanyak 2.515 karyawan terdampak kebijakan KHDPK akan tersebar di Jawa Barat dan Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dari 1,1 juta hektare, pengurangan area Perhutani di Jawa Timur paling luas, 502.744 hektare. Karena itu jumlah karyawan terdampak juga paling banyak, 1.029 orang.

Jumlah karyawan Perhutani yang terdampak kebijakan KHDPK

Bambang menjamin meski terdampak kebijakan KHDPK, tak akan ada pemecatan. Para karyawan akan disalurkan menjadi pendamping perhutanan sosial dalam Unit Perhutanan Sosial yang akan dibentuk seiring kebijakan KHDPK.

Tiap UPS direncanakan sebanyak 25 orang. Mereka akan menjadi pendamping kelompok tani yang sudah atau akan mengajukan persetujuan mengelola hutan eks Perhutani. “Sebab, pendamping ini kunci dalam kemajuan perhutanan sosial,” kata Bambang.

Dari banyak kelompok perhutanan sosial yang maju di Jawa, peran pendamping menjadi krusial. Bambang mencontohkan di Lumajang, Jawa Timur. Kelompok Tani Hutan Wono Lestari bisa menggabungkan lima jenis usaha dari hutan yang mereka garap dan memasok komoditasnya ke industri besar. “Kemajuan mereka karena ada pendamping,” katanya. 

Karena kawasan hutan di Jawa dikelola Perhutani sejak zaman Belanda, skema perhutanan sosial juga unik, yakni Izin Pengelolaan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) dan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK).

Setelah kebijakan KHDPK resmi berlaku, dua jenis skema perhutanan sosial di Jawa ini akan bertransformasi menjadi skema umum perhutanan sosial, yakni hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat. “Waktu transformasinya setahun,” kata Bambang.

Merespons kebijakan KHDPK yang menjadi turunan UU Cipta Kerja ini, Perhutani juga sedang berbenah. Direktur Utama Perhutani Wahyu Kuncoro mengatakan ada implikasi kebijakan KHDPK termasuk terhadap karyawan Perhutani. “Tapi sisi positifnya kami menjadi lebih fokus ke bisnis dan mampu mengoptimalkan berbagai sumber daya termasuk karyawan,” katanya.

Wahyu mengatakan manajemen Perhutani sudah menyiapkan sejumlah langkah termasuk inventarisasi dan pengalokasian sumber daya manusia untuk menyokong pengembangan bisnis. Selain itu, manajemen Perhutani juga melakukan inventarisasi terhadap aset tanaman dan aset tetap secara menyeluruh.

Direktur SDM Perhutani Deni Ermansyah juga memastikan tak akan ada pemecatan karyawan akibat KHDPK. “Dari sisi bisnis mungkin ada divisi-divisi yang dikecilkan jika area yang diambil adalah area produktif,” kata Deni.

Bagaimana implementasi kebijakan KHDPK yang bertujuan memperbaiki tata kelola hutan Jawa dan bisnis Perhutani, simak perbincangannya dengan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto di sini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain