PENYAKIT mulut dan kuku (PMK) pertama kali masuk Indonesia pada 1887. Virus masuk ke Indonesia bersama sapi-sapi yang diimpor dari Belanda. Sejak itu sejarah PMK mewarnai tata kelola ternak di Indonesia. Kini penyakit ini menginfeksi kambing di Medan, lalu sapi di Malang, kemudian menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia.
Hingga hampir seabad kemudian, PMK kerap muncul dan hilang di Indonesia. Pada dekade 1970-an PMK mewabah lagi. Jannes Humuntal Hutasoit atau yang lebih dikenal sebagai J.H Hutasoit, Guru Besar IPB yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Peternakan, banyak berperan dalam memetakan penyebaran dan menanggulangi wabah PMK.
Pada 1983, Presiden Soeharto mengangkat J.H Hutasoit menjadi Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan, yang posisinya langsung di bawah presiden, bukan di bawah Menteri Pertanian. "Hubungan Menteri Muda dan Menteri Pertanian hanya kerja sama. Masing-masing harus melaporkan kinerjanya kepada Soerharto," kata Jeremy Mulholland, peneliti ekonomi-politik yang lebih dari 20 tahun meneliti tata kelola ternak dan daging di Indonesia, dari Australia.
Ketika itu PMK sedang mewabah di Blora, Jawa Tengah. “Hutasoit rajin bolak-balik ke Bina Graha (Istana Negara) untuk melaporkan kondisi terbaru kepada Soeharto,” kata Jeremy.
Jeremy yang mewawancara para pejabat di lingkar dekat Istana Negara menyebutkan bahwa hubungan Soeharto dan J.H Hutasoit sangat baik. “Perbedaan budaya Batak dan Jawa bukan kendala, mereka nyambung,” kata Jeremy yang mendapatkan cerita ini dari mantan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono.
Lancarnya komunikasi terkait perkembangan dan penanggulangan PMK ini membuat Soeharto menerima rombongan dokter hewan dan ilmuwan dari Australia. Birokrasi pun dipangkas sehingga kerja sama dengan Australia untuk membangun Laboratorium Besar Penanganan Wabah PMK bisa dilakukan secepatnya.
Sampel dari hewan terinfeksi PMK diteliti untuk menemukan tipe virus sebagai basis kebijakan menentukan obat dan vaksin. Hutasoit mendorong vaksinasi massal pada wilayah-wilayah yang terinfeksi dan memusnahkan ternak terinfeksi. Pengendalian dan pembatasan lalu lintas ternak pada masa itu lebih gampang karena Soeharto bisa memanfaatkan militer yang dipimpin Benny Moerdani.
Dalam sejarah PMK, upaya mengendalikan wabah ini membutuhkan waktu tiga tahun berturut-turut sampai ternak di Blora dinyatakan bebas virus.
Pada 1986, Menteri Pertanian Achmad Affandi mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Nomor 260/1986 yang menyatakan Indonesia bebas PMK. Empat tahun kemudian, pada 1990, Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa Indonesia bebas PMK yang tercantum dalam resolusi OIE Nomor XI/1990.
Menurut Jeremy, J.H Hutasoit memberikan langkah perlindungan keamanan hewan di tengah dorongan swasembada daging. Selama era Reformasi, Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 menjadi peraturan yang melindungi hewan ternak Indonesia dari kerentanan dan ancaman keamanan hayati. Aturan ini mengatur bahwa impor daging hanya diperbolehkan dari negara bebas PMK (country-based) berdasarkan OIE.
Kepentingan politik mengubah aturan ini menjadi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 yang memperbolehkan impor daging dari negara yang termasuk ke dalam zona bebas PMK. Aturan country-based berubah menjadi zone-based.
Zona bebas PMK tidak selalu menjamin keamanan hewan ternak. Hewan atau daging dari negara-negara yang memiliki satu atau dua zona bebas PMK, seperti Malaysia atau Brazil, tetap berbahaya. Sebab, di negara-negara ini, PMK merajalela. Meski disebut "zona bebas PMK", wilayah tersebut rentan terpapar PMK.
Belakangan peran dokter hewan kerap kali dikesampingkan di Kementerian Pertanian. Ini tampak dari struktur organisasi Kementeria Pertanian. Setelah Reformasi 1998, satu-satunya Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang berlatar belakang veterinarian hanya Prabowo Respatiyo Caturroso, dokter hewan lulusan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yang pernah bekerja di bawah Hutasoit. Sisanya berlatar belakang peternakan.
Menurut Jeremy, penunjukan pejabat yang berwenang mengurus peternakan ini berpengaruh terhadap tata kelola hewan dan daging. Mereka yang berlatar belakang dokter hewan akan lebih menekankan perlunya keamanan hayati. Sementara, pejabat yang berlatar belakang ilmu peternakan, akan menekankan pada produksi. Keinginan Indonesia segera swasembada daging membuat rezim pemerintahan mengabaikan soal kesehatan hewan.
Dalam catatan Jeremy, pada 2015 pernah ada temuan PMK di Blora. Berdasarkan penelitian Jeremy Mulholland, kasus PMK itu terlokalisasi, bisa diatasi dengan cepat, dan tak menjadi isu nasional.
Pada 2016, Indonesia pertama kali mengimpor daging dari India, negara yang tidak bebas PMK dan tidak memiliki zona bebas PMK. Impor legal ini dimungkinkan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4/2016, turunan UU 41/2014. “Ini meningkatkan kerentanan Indonesia terhadap kemunculan PMK lagi,” kata Jeremy yang juga CEO Investindo International Pty Ltd, Australia.
Awal April 2022, PMK mulai terdeteksi menginfeksi pada hewan ternak di Indonesia melalui kambing impor dari Malaysia di Medan. Kini PMK telah menyebar ke-17 provinsi. Diperkirakan hampir 60.000 hewan ternak terpapar penyakit ini.
Menurut Jeremy, Kementerian Pertanian seharusnya menutup keran impor dari negara zona bebas PMK, termasuk impor dari India yang tidak bebas PMK. Kemudian memperbaiki kapasitas pembuatan vaksin. "Virus harus diisolasi untuk menentukan tipe virus dan vaksinasi yang diperlukan. Beda virus, beda vaksin yang dibutuhkan,” kata Jeremy.
Hal ini bisa menggunakan Laboratorium Besar Pengendalian Wabah yang dulu dibangun Indonesia-Australia pada 1980-an di Surabaya. “Kondisi laboratorium saat ini kacau balau, perlu perbaikan,” katanya.
Setelah itu vaksinasi massal pada hewan sambil mengisolasi hewan-hewan ternak yang sudah terpapar dan mengobatinya. Jika diperlukan, bisa juga dilakukan stamping out, test and slaughter alias memusnahkan ternak. Namun, pemusnahan ternak yang terjangkit PMK harus dibarengi dengan subsidi kepada petani.
Jeremy khawatir jika virus yang nanti ditemukan ternyata virus tipe baru yang berasal dari negara lain. “Bagaimana jika Indonesia harus membeli vaksin dengan harga yang sangat mahal di negara aslinya?” katanya. Jeremy mengatakan keterlambatan pemerintah dan Kementerian Pertanian mengendalikan wabah PMK berpotensi meningkatkan ketergantungan Indonesia terhadap daging impor. Sejarah PMK telah membuktikannya.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :