PERHIMPUNAN Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mengirimkan surat pernyataan kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menangani wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada 13 Juni 2022. Ketua PDHI Muhammad Munawaroh menyebut kebijakan pemerintah menangani PMK lelet dan tak solutif.
Meski jumlah ternak yang mati sedikit, virus PMK telah meluas ke 18 provinsi dengan menginfeksi sekitar 200.000 hewan. Jika tak tertangani, peternak bisa merugi dan berdampak pada ekonomi secara nasional. Apalagi, menjelang Idul Adha, hari raya kurban ternak umat Muslim, yang menaikkan permintaan pada satwa ternak.
Indonesia mendapatkan predikat bebas PMK bahkan untuk satwa tanpa vaksinasi sejak 1990. Virus ini pertama masuk ke Indonesia tahun 1887, lalu muncul kembali pada 1973, kemudian ditangani hingga 1990. Bagaimana Indonesia pernah serius menangani wabah ini? Sila baca sejarah PMK di sini.
Tanpa penanggulangan wabah yang cepat dan terarah, kerugian ekonomi akibat penyakit ini terlalu besar. “PDHI tidak memiliki kepentingan politik, tidak memiliki kepentingan bisnis, tapi kami bisa memberikan solusi dari sudut pandang ilmiah untuk menanggulangi PMK,” kata Muhammad Munawaroh.
Berikut ini 17 saran PDHI kepada Kementerian Pertanian menangani wabah PMK:
- PMK merupakan penyakit yang berdampak kuat terhadap ekonomi yang menyebabkan angka kesakitan tinggi, kematian dan penurunan produktivitas ternak yang cukup besar serta menghilangkan mata pencaharian peternak, pedagang dan ancaman ketersediaan pangan sehingga PMK wajib ditetapkan sebagai bencana nasional dan perlu segera ditangani.
- Pemerintah segera menetapkan status wabah bagi daerah tertular PMK berdasarkan konfirmasi hasil pemeriksaan laboratorium.
- Pemerintah segera membentuk jejaring laboratorium pemeriksaan PMK dengan melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset nasional (BRIN) dan laboratorium veteriner daerah.
- Pemerintah segera menyusun Peta Jalan Penanganan dan Pengendalian PMK dengan melibatkan seluruh pihak untuk membebaskan kembali Indonesia dari PMK.
- Pemerintah segera meningkatkan alokasi anggaran untuk melaksanakan peta jalan penanganan PMK sebagaimana butir 4.
- Memastikan dan meningkatkan sinergi dan koordinasi antar kementerian/lembaga/dinas, organisasi profesi (PDHI), asosiasi yang terkait dengan komoditi, akademisi dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam penanganan PMK.
- Kejelasan informasi dan kesesuaian data PMK dengan kondisi lapangan sehingga diperlukan data pendamping yang diperoleh dari lapangan (data PDHI cabang, organisasi paramedis dan/atau sumber lainnya)
- Segera melaksanakan peningkatan kekebalan hewan/ternak melalui vaksinasi, dengan:
- menyusun program pemberian vaksin yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan melibatkan para tenaga ahli
- menggunakan vaksin dengan tingkat homologi tinggi sesuai dengan serotype virus lapang
- mempertimbangkan jumlah, lokasi, pola pemeliharaan, status wilayah
- mempersiapkan kelengkapan sarana prasarana vaksin, proses distribusi dan handling vaksin
- mempersiapkan tenaga vaksinator dengan melibatkan anggota PDHI, mahasiswa kedokteran hewan dan organisasi paramedis veteriner
- Mempermudah dan mempercepat proses importasi vaksin dalam bentuk produk jadi dan produk setengah jadi, serta obat-obatan pendukung lainnya.
- Menyediakan vaksin, sarana dan prasarana vaksin dengan melibatkan stakeholder selain Pusat Veteriner Farma (PUSVETMA) dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan tentang kondisi darurat yang berlaku, apabila ada regulasi yang menghambat penyediaan maka segera dilakukan deregulasi
- Menyediakan, mengembangkan, dan memproduksi alat uji cepat PMK dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk deteksi dini PMK di lapangan.
- Mengorganisasikan dan mengoptimalkan kinerja Satuan Tugas PMK dari pusat hingga daerah serta melibatkan organisasi profesi, perguruan tinggi, lembaga riset dan asosiasi yang terkait.
- Mengoptimalkan peran otoritas veteriner dalam menangani PMK dan menjamin ketersediaan tenaga teknis kesehatan hewan di seluruh wilayah Indonesia.
- Mengaktifkan kembali check point pemeriksaan kesehatan hewan antar kabupaten/kota dan menyediakan check point di pintu masuk dan keluar tol.
- Memberikan perhatian khusus terhadap penyelenggaraan kesehatan hewan dengan menempatkan urusan kesehatan hewan sebagai urusan wajib pemerintahan
- Menyelenggarakan kesehatan hewan secara lebih luas dan menyeluruh, tidak hanya terbatas pada urusan kesehatan hewan ternak pangan tetapi juga meliputi penyelenggaraan kesehatan hewan non pangan (satwa liar, satwa aquatik, hewan kesayangan, hewan coba untuk keperluan penelitian kesehatan dan yang lainnya).
- Untuk penyelenggaraan kesehatan hewan yang lebih optimal, pemerintah segera membentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan yang sekarang masih menyatu dengan Direktorat Jenderal Peternakan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :