Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 17 Juni 2022

Multiusaha: Insentif Swasta dalam FOLU Net Sink

Kebijakan FOLU Net Sink memerlukan peran usaha kehutanan. Multiusaha menjadi insentif.

Multiusaha kehutanan (Foto: Dodik Ridho Nurrochmat)

USAHA kehutanan berperan cukup signifikan dalam pembiayaan mencapai target FOLU Net Sink 2030. Dari anggaran sebesar Rp 204 triliun untuk menurunkan emisi 140 juta ton setara CO2 hingga 2030, 55% pembiayaannya akan bersumber dari dunia bisnis. Sebagai insentif, pemerintah mendorong pemilik konsesi kehutanan menjalankan multiusaha.

Bisnis kehutanan tak lagi mengandalkan kayu sebagai bisnis. Pengelolaan hutan kini berbasis lanskap. Dengan konsep ini, pengelolaan hutan menjadi lebih tidak hanya mementingkan nilai ekonominya, tapi selaras dengan nilai sosial dan ekologi. “Karena itu harus ada sinkronisasi,” ujar Istanto, Direktur Bina Usaha Hutan, KLHK dalam webinar Menjaga Hutan, Menjaga Indonesia oleh Forest Digest dan Yayasan Madani Berkelanjutan pada 16 Juni 2022.

Konstruksi Kayu

Untuk mendukungnya, konsesi kehutanan kini menjadi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Dengan multiusaha, pemberian izin hanya satu untuk semua komoditas: kayu, nonkayu, jasa lingkungan.

PBPH menggantikan izin konsesi berupa izin usaha pemanfaatan hasil hutan (IUPHHK) hutan alam (d/h HPH). Kini masih ada 213 unit usaha HPH yang masih aktif dan 44 berstatus tidak aktif. Pada IUPHHK hutan tanaman industri (HTI) masih ada 231 unit usaha aktif dan 67 tidak aktif. "Perusahaan yang tak aktif sedang kami evaluasi," kata Istanto. "Jika tidak serius kami cabut dan berikan kepada pengusaha yang serius."

Setuju dengan Istanto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soesprihanto mengatakan optimalisasi multiusaha di konsesi kehutanan bisa memakai teknis agroforestri. Menurut Purwadi, iklim tropis indonesia mendukung pengembangan agroforestri untuk meningkatkan produktifitas dan pemasaran hasil hutan khususnya pada lahan yang tidak produktif. “Potensi kayu itu hanya 5 persen dari potensi sumber daya hutan yang ada, 95 persennya adalah dengan mengembangkan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan,” ujar Purwadi.

Berkaitan dengan FOLU net sink, pemilik konsesi kehutanan tidak hanya menjaga hutan mencegah deforestasi dan degradasi, investasi dalam pemulihan kini menjadi jasa yang bisa diperdagangan di pasar karbon. Dengan memuliakan hutan, pemilik konsesi bisa mendapatkan kompensasi berupa perdagangan tiap unit serapan emisi karbon.

APHI memproteksikan investasi yang bisa menyerap emisi karbon seluas sekitar 8,5 juta hektare hingga 2030. Menurut Purwadi, skema perdagangan karbon bisa didorong sendiri oleh insentif agar pasar domestik makin bergairah dan investor yang berminat menanamkan modalnya makin banyak.

PT Rimba Makmur Utama, misalnya, telah menerapkan konsep multiusaha dengan berbisnis karbon serta melakukan pendampingan terhadap masyarakat agar melakukan kegiatan agroforestri di konsesinya. “Bisnis model seperti ini selain mendapatkan insentif juga bisa menjaga serapan karbon seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Dharsono Hartono, CEO PT RMU.

PT RMU merupakan perusahaan pemilik konsesi 157.000 hektare di Kalimantan Tengha yang dulu bernama IUPHHK-restorasi ekosistem. UU Cipta Kerja menghapus izin restorasi dan menyatukannya dengan PBPH. Penyerapan karbon merupakan satu dari 14 jenis usaha kehutanan yang diatur dalam beleid ini.

Dodik Ridho Nurrochmat, guru besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, mengatakan multiusaha kehutanan belum banyak dilakukan pelaku bisnis meski sudah terbukti menguntungkan dalam skala studi. “Multiusaha masih pemanasan saja selama empat tahun terakhir,” kata Dodik.

Pemanasan itu terjadi karena regulasinya masih ruwet. Menurut Dodik, perlu penyederhanaan dan meruntuhkan "ego sektoral" terkait prinsip dan perbedaan pemahaman tentang multiusaha di pelbagai lembaga, bahkan antara perusahaan pelaku bisnis kehgutanan.

Menurut Dodik, saat ini ada 35 juta hektare lahan yang berstatus kawasan hutan yang tak lagi memiliki tutupan hutan. Bagi Dodik, ini kesempatan pemerintah mengundang dunia usaha memulihkan lahan tak berhutan itu seihngga target penyerapan karbon dalam FOLU net sink dengan sendirinya akan tercapai.

Bagi investor, swasta akan mendapatkan benefit memulihkan hutan dalam FOLU net sink melalui bisnis multiusaha. Salah satunya perdagangan karbon. Karena itu, aturan nilai ekonomi karbon perlu disederhanakan, jelas prinsip dan teknisnya, dan yang terpenting mendorong pasar domestik bergairah. Karena itu perdagangan karbon di sektor energi juga perlu selaras agar usaha penyerapan memiliki permintaan.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain