ADA frasa terkenal dalam bahasa Inggris, “Canaries in the Coal Mine,” yang bermakna burung bisa berfungsi sebagai sistem peringatan dini. Di era krisis iklim, peringatan burung kian keras terdengar. Sepanjang Mei dan Juni 2022, bangkai burung yang mati massal ditemukan di pantai utara Selandia Baru dan di jalanan kota Sevilla dan Cordoba, dua kota besar di Spanyol.
Bangkai kororÄ (Eudyptula minor), yang lebih dikenal sebagai penguin biru kecil, berserakan di pantai kota-kota itu. Bangkai penguin biru kecil ini terdampar di pantai utara Selandia Baru. Dari satu, dua, tiga, kini ratusan bangkai penguin biru kecil terlihat di pantai itu. Kepala Departeman Konservasi Selandia Baru, Greame Taylor menyebutkan malnutrisi mungkin menjadi penyebab kematian 200 hingga 500 burung ini.
KororÄ merupakan hewan endemik Selandia Baru. Meski populasinya cukup banyak dan memperoleh status Least Concern menurut IUCN, jumlahnya terus menurun. Predator penguin kecil ini adalah anjing dan musang, tapi ancaman terbesar datang dari pembangunan infrastruktur pantai. Gelombang panas di laut utara yang mengempas perairan utara negeri itu menjadi ancaman kepunahan berikutnya.
Perairan utara Selandia Baru sedang dihempas gelombang panas. Peristiwa ini terjadi bersamaan dengan fenomena La Niña atau menurunnya suhu permukaan laut dari normal di lautan Pasifik tengah. Kedua kondisi ini membuat perairan utara Selandia Baru lebih hangat dari biasanya dan membuat ikan kecil yang menjadi makanan penguin biru bermigrasi ke perairan yang lebih dingin.
Penguin biru kecil merupakan burung yang berisik dan memiliki bulu berwarna kebiruan. Jenis penguin ini biasanya memakan ikan teri dan sarden. Mereka bisa berenang hingga kedalaman 30 meter untuk menangkap mangsa. Hasil nekropsi pada bangkai penguin biru kecil menunjukkan bahwa burung-burung ini kehilangan lapisan lemak perut sehingga mereka sakit sebelum hanyut ke pantai.
Selandia Baru mengalami tahun terpanas pada 2021, dengan suhu tahunan lebih tinggi 0,5-1,2C dari biasanya. CNN menulis bahwa suhu perairan di sekitar negara itu naik hingga 3C baru-baru ini.
Gelombang panas juga membuat bayi-bayi burung wallet (Apus apus) di selatan Spanyol mati massal. Burung-burung ini mati setelah meninggalkan sarang mereka sebelum waktunya untuk menghindari panas ekstrem yang terjadi di negara tersebut.
Penduduk di kota Sevilla dan Cordoba melihat ratusan burung-burung yang baru menetas tersebar di trotoar. “Anda berjalan dan akan melihat seratus bayi burung tergeletak di kaki bangunan. Beberapa sekarat, banyak yang mati,” kata ahli biologi Elena Moreno Portillo dari Ecourbe seperti dikutip Spanish News Today.
Ecourbe dan beberapa lembaga swadaya masyarakat menilai suhu ekstrem, gelombang panas yang muncul lebih awal selama 40 tahun terakhir, menjadi penyebab kematian burung-burung ini. Gelombang panas yang terjadi saat ini bertepatan dengan musim menetasnya burung walet.
Burung walet biasanya membangun sarang di fasad bangunan atau pada rongga atap yang memiliki celah kecil. Karena sebagian besar bangunan di Spanyol terbuat dari beton dan pelat logam, udara menjadi berlipat-lipat lebih panas. “Walet seperti sedang dimasak di dalam oven,” kata Portillo. Panas yang ekstrem ini membuat bayi-bayi walet nekat terbang karena tak tahan dengan suhu di dalam sangkar.
Baik penguin kecil biru maupun walet bukan hewan terancam punah menurut IUCN. Namun keduanya merupakan hewan yang dilindungi di masing-masing negara. Sebelumnya, kajian “Status Burung-Burung Dunia” yang diterbitkan jurnal Annual Review of Environment and Resources sudah menyebutkan bahwa 48% spesies burung diketahui atau diduga berkurang jumlahnya.
Pemanasan global, eksploitasi sumber daya alam, dan aktivitas manusia pada zaman antroposen kini berdampak pada berkurangnya populasi burung. Walet dan penguin biru kecil adalah sebagian kecil contoh akan apa yang terjadi jika pemanasan global terus dibiarkan.
Kenaikan suhu sebesar 1,5C dibanding masa praindustri akan meningkatkan frekuensi gelombang panas, musim hangat yang lebih panjang, dan musim dingin yang lebih pendek. Jika kenaikan suhu global mencapai 2C, gelombang panas ekstrem akan lebih sering melampaui ambang batas toleransi. Gelombang panas tak hanya mengancam burung, korban berikutnya adalah manusia.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :