SETELAH hampir dua bulan penyakit mulut dan kuku (PMK) menyerang ternak di Indonesia, pemerintah akhirnya membentuk Satuan Tugas PMK. Satgas PMK dipimpin oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Suharyanto dan Wakil Ketua oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah.
Saat ini sebanyak 232.020 ekor ternak telah terpapar penyakit ini di 215 kabupaten/kota atau 19 provinsi. Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menjadi lima provinsi teratas yang terpapar PMK. Setidaknya 1.330 ternak telah mati akibat penyakit ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah melarang lalu lintas ternak hewan berkuku genap di 1.765 dari 4.614 kecamatan yang terpapar PMK. “Kami berlakukan larangan untuk daerah berbasis mikro, seperti penanganan Covid-19 pada PPKM,” kata Airlangga dalam jumpa pers 23 Juni 2022. Kementerian Dalam Negeri akan mengeluarkan instruksi pelarangan itu.
Airlangga menyebutkan pemerintah akan menggelar pengadaan vaksin sebanyak 29 juta dosis dan obat-obatan yang akan dibiayai dengan dana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC PEN).
Airlangga juga menekankan mekanisme yang harus dilakukan untuk lalu lintas hewan. “Kontrol mereka yang masuk keluar peternakan, harus ada biohazard dan disinfektan untuk mencegah pembawa virus,” kata Airlangga. Ia juga mengatakan hewan terinfeksi PMK yang dimusnahkan akan memperoleh ganti rugi. “Pemerintah akan menyiapkan ganti rugi Rp 10 Juta per ekor sapi,” katanya.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Muhammad Munawaroh telah mengkritik lambannya pemerintah menanggulangi PMK. Salah satu kritiknya adalah ketiadaan anggaran penanggulangan PMK terutama dari pemerintah daerah.
“Untuk menanggulangi PMK membutuhkan dana yang besar dan waktu yang panjang," kata Munawaroh. Seperti menangani pandemi Covid-19, menangani wabah PMK juga perlu kebijakan yang persisten. PDHI mengirimkan surat pernyataan kepada Menteri Pertanian yang berisi 17 masukan dan usulan untuk menanggulangi PMK.
PMK tidak berbahaya bagi manusia, tapi sangat mudah menular melalui kontak langsung antar benda, kontak tidak langsung, dan melalui udara. Penyakit ini sangat fatal jika terpapar pada sapi perah karena bisa menurunkan produksi hingga 80 persen.
Hingga kini belum ada obat PMK. Menerapkan protokol kesehatan adalah cara paling ampuh mencegah penyebaran virus. Meski tak berbahaya pada manusia, wabah PMK merugikan secara ekonomi.
Sebuah studi pada 2018 oleh Kementerian Pertanian menunjukkan jika PMK menjadi wabah nasional, yang akan dirugikan bukan hanya petani atau peternak, tetapi ada potensi kerugian nasional mencapai Rp 9,9 triliun. Semakin lama pemerintah membiarkan wabah PMK meluas, kerugian akan semakin besar. Pembentukan Satgas PMK baru permulaan menangani wabah ini.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :