Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 Juli 2022

Hasil Kongres Kehutanan Indonesia ke VII

Kongres Kehutanan Indonesia VII telah berakhir. Ada Garis Besar Haluan Kehutanan dan penetapan Dewan Kehutanan Nasional.

Pembukaan Kongres Kehutanan Indonesia ke VII (foto: dok. KLHK)

KONGRES Kehutanan Indonesia ke VII telah usai. Acara lima tahunan oleh Dewan Kehutanan Nasional (DKN) kali ini khusus membahas isu-isu pengelolaan kehutanan melalui lima kamar, yaitu pemerintah, akademisi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat. Tema yang diusung adalah hutan terkelola, bumi terjaga, bangsa berdaya.

Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menerangkan ada empat tujuan utama KKI VII ini.

Konstruksi Kayu

Pertama mendokumentasikan pandangan para pemangku kepentingan di sektor kehutanan dalam sejumlah isu dan kebijakan kehutanan. Kedua merumuskan membuat rekomendasi yang fokus pada kebijakan pembangunan lima tahun ke depan dan tercapainya kesepakatan peran-peran para pihak dalam mendukung pembangunan kehutanan. Ketiga membentuk kepengurusan presidium Dewan Kehutanan Nasional 2022-2026.

“Fokus utama kegiatan ini adalah memperkuat kembali konsep FOLU Net Sink kemudian disusul multiusaha kehutanan melalui perhutanan sosial, rehabilitasi hutan dan lahan, serta pemulihan ekosistem mangrove dan gambut,” ujar Bambang.

Dengan fokus utama dua masalah tersebut, DKN dituntut mendukung pembangunan hutan yang lebih efektif dan efeknya berimbas kepada kesejahteraan masyarakat.

Siti Nurbaya, Menteri LHK, menegaskan Kongres Kehutanan Indonesia memegang peranan penting secara politik maupun pembangunan kehutanan Indonesia. Ditilik dari sejarah KKI pertama tahun 1956, pada masa itu terjadi gejolak politik penjajah yang mengguncang dunia kehutanan tahun 1955. “Di situ ada esensi kekuasaan melawan penjajah Belanda, jadi bisa dibilang KKI sangat penting secara politik dan pembangunan,” kata dia.

Pada 1990-an, terjadi evolusi pengelolaan hutan yang ditandai dengan pengakuan keberadaan hutan hujan tropis. Setelah Reformasi, Kongres Kehutanan tahun 2002 juga merespons kekhawatiran penebangan hutan secara besar-besaran sehingga menimbulkan sunset industri kehutanan. “Jadi hutan bukan soal vegetasi, akan tetapi juga soal politik,” kata Siti.

Untuk menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2006 lahir Dewan Kehutanan Nasional sebagai gagasan yang mulai dibahas dan dirumuskan terkait partisipasi publik dalam pengelolaan hutan. Pada 2011 terbentuk kamar-kamar untuk melibatkan para pihak dalam diskusi kehutanan Indonesia. "Tahun ini kita berkumpul kembali dengan komitmen dan peran secara aktif dalam agenda nasional terkait dengan kehutanan yaitu pengendalian perubahan iklim yang merupakan bahasan politik internasional,” kata Siti.

Nurka Cahyaningsih, anggota DKN, mengatakan dari lima kamar ada 36 poin rumusan. Dari 36 poin itu, terhimpun dua isu besar yang akan menjadi hasil Kongres Kehutanan Indonesia tahun ini, yakni pembentukan Garis Besar Haluan Kehutanan dan membentuk kelembagaan DKN menjadi lebih tinggi dengan keputusan presiden.

Dua isu besar hasil Kongres Kehutanan Indonesia ini mengingatkan pada Orde Baru. Pemerintahan Presiden Soeharto menelurkan GBHN atau garis besar haluan negara sebagai dasar program pembangunan yang lahir dari atas ke bawah. Reformasi 1998 mengoreksinya menjadi musyawarah perencanaan pembangunan nasional, yang mengakomodasi usul pembangunan dari tingkat desa hingga pemerintah pusat.

Saat menutup Kongres Kehutanan Indonesia ke VII pada 30 Juni 2022, Siti Nurbaya mengatakan akan membawa "dua isu besar kehutanan tersebut" kepada presiden Joko Widodo. “Karena kehutanan, elmen kehutanan, program kehutanan, dan agenda kehutanan adalah urusan kita yang sangat penting,” katanya.  

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain