BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) sebagai wabah darurat dengan keadaan tertentu. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 46/2022. Surat itu menyatakan bahwa status keadaan tertentu darurat daerah dilakukan sesuai ketentuan untuk kemudahan akses.
“Kepala Daerah dapat menetapkan status keadaan darurat untuk percepatan penanganan penyakit mulut dan kuku pada daerah masing-masing,” bunyi surat keputusan yang diteken oleh Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto pada 29 Juni 2022.
Surat ini menyatakan segala pembiayaan yang dikeluarkan akibat keputusan ini dibebankan pada APBN dan dana siap pakai yang ada di BNPB dan sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat. Status ini ditetapkan hingga 31 Desember 2022.
Status keadaan darurat PMK adalah penanggulangan bencana ketika status darurat bencana belum ditetapkan atau keadaan darurat bencana telah berakhir dan tidak diperpanjang, menurut Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 2018. Namun, penyelenggaraan penanggulangan bencana masih diperlukan untuk mengurangi risiko bencana dan dampak yang lebih luas.
Pada saat status darurat bencana belum ditetapkan oleh kepala daerah atau kepala negara, BNPB bisa menetapkan status keadaan tertentu setelah menggelar rapat koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Sebelumnya, BNPB pernah menyatakan status keadaan tertentu daerah pada masa awal pandemi Covid-19 pada 28 Januari-28 Februari 2020, yang dilanjutkan dengan 29 Februari hingga 31 Mei 2020.
Pada 23 Juni 2022, pemerintah membentuk Satuan Tugas Penanggulangan PMK. Menteri Koordinator Perekonomian mengumumkan pembentukan Satgas PMK yang dipimpin oleh Kepala BNPB dan wakilnya, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah.
Pada saat itu, dua bulan setelah PMK pertama kali terekspos, sebanyak 232.020 ekor ternak telah terpapar penyakit ini di 215 kabupaten/kota di 19 provinsi.
Pada rapat koordinasi perdana yang digelar esoknya, Satgas PMK yang memiliki struktur yang sama dengan Satgas COVID-19 dengan penambahan Kementerian Pertanian dan lembaga terkait, membahas langkah-langkah untuk mencegah wabah semakin meluas.
Salah satu poin penting dalam pertemuan itu adalah pentingnya integrasi data. “Tidak boleh ada data yang berbeda, di pusat dan daerah,” kata juru bicara Satgas PMK Wiku Adisasmito. “Sistem yang sudah terintegrasi bisa mempercepat proses vaksinasi."
Hingga kini data wabah PMK belum terintegrasi dengan baik. Dalam situs BNPB misalnya yang mengutip data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (Isikhnas) Kementerian Pertanian, tercatat bahwa angka penularan PMK hingga Jumat 1 Juli 2022 pukul 12.00 mencapai 233.370 kasus aktif yang tersebar di 246 wilayah kabupaten/kota di 22 provinsi.
Data itu menyebutkan bahwa lima provinsi dengan kasus tertinggi adalah dari Jawa Timur 133.460 kasus, Nusa Tenggara Barat 48.246 kasus, Jawa Tengah 33.178 kasus, Aceh 32.330 kasus dan Jawa Barat 32.178 kasus.
Jumlah total akumulasi kasus PMK meliputi 312.053 ekor hewan ternak yang sakit, 73.119 ekor hewan ternak dinyatakan sembuh, 3.839 ekor hewan ternak dipotong bersyarat dan sebanyak 1.726 ekor hewan ternak mati karena PMK. Vaksinasi mencapai 169.782 ekor.
Dalam situs siagapmk.id, situs resmi yang dikelola Kementerian Pertanian dan dapat diakses oleh publik, pada 2 Juli 2022, tercatat 203.925 kasus aktif yang tersebar di 227 wilayah kabupaten/kota di 20 Provinsi.
Data tersebut menyebutkan bahwa lima provinsi dengan kasus tertinggi adalah Jawa Timur dengan 125.633 kasus, Nusa Tenggara Barat 49.296 kasus, Jawa Tengah 33.998 kasus, Aceh 33.323 kasus dan Jawa Barat 33.210 kasus.
Sementara itu total akumulasi kasus mencapai 314.117 ekor hewan ternak yang sakit, 105.483 dinyatakan sembuh, 2,731 potong bersyarat dan sebanyak 1.978 ekor mati. Vaksinasi sebanyak 251.726 ekor hewan.
Data Isikhnas Kementan pada 1 Juli 2022 untuk kasus aktif, kabupaten/kota, provinsi dan jumlah kasus di Jawa timur, lebih tinggi dari data situs siagapmk.id pada 2 Juli 2022 yang juga dikelola Kementan.
Status keadaan darurat PMK mungkin bisa memudahkan Satgas PMK bergerak dan bertindak untuk menanggulangi wabah penyakit mulut dan kuku hewan ruminansia ini. Dengan data yang berbeda-beda, pemerintah bisa kesulitan menanganinya.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :