DALAM administrasi pemerintahan dikenal konsep desentralisasi dan devolusi. Desentralisasi mengacu kepada pelimpahan fungsi-fungsi administratif pemerintah pusat kepada unit-unit kerja yang lebih rendah tanpa ada pelimpahan kekuasaan. Sedangkan devolusi adalah pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada unit kerja yang lebih rendah.
Dalam hal pengelolaan hutan, konsep yang sedang berjalan adalah devolusi. Sesuai Rencana Kehutanan Tingkat Nasional hingga 2030, kawasan hutan seluas 12,74 juta hektare dialokasikan untuk pemanfaatan hutan berbasis masyarakat yang kita kenal sebagai perhutanan sosial. Ada lima skema perhutanan sosial, yakni hutan adat, hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan kemitraan kehutanan.
Hingga pertengahan tahun ini, luas perhutanan sosial di seluruh Indonesia baru terealisasi sekitar 5 juta hektare. Di Jawa, hingga 2019, sekitar 700.000 hektare melalui skema pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK). Skema ini mendelegasikan pengelolaan hutan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani.
Konsep devolusi pengelolaan hutan di Jawa yang terbaru adalah terbitnya kebijakan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK). Kebijakan ini akan mengurangi hampir 50% luas areal Perhutani. KHDPK berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada enam tujuan “pengambilalihan” areal ini, salah satunya perhutanan sosial melalui tiga skema tadi: hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan hutan desa.
Pelepasan sekitar 50% areal kelola akan membuat Perhutani lebih lincah secara bisnis. KHDPK akan mendorong BUMN kehutanan ini melakukan pembenahan sistem manajemen pengelolaan dengan berbasis tapak.
Hutan merupakan produsen berbagai jenis komoditas dan jasa lingkungan. Hubungan tersebut menimbulkan suatu interaksi dalam bentuk trade off fungsi dan manfaat hutan untuk berbagai kepentingan konsumen. Interaksi ini apabila tidak terkelola dengan baik akan menimbulkan eksploitasi berlebihan sehingga hutan menjadi rusak.
Hubungan interaksi antara perlindungan lingkungan dan ekonomi, dengan melibatkan stakeholder di dalamnya (antara lain masyarakat di sekitar hutan) perlu dikelola dalam suatu kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama bisa terbentuk secara kolektif, yaitu gerakan atau proses pengambilan keputusan bersama untuk kepentingan bersama (masyarakat-negara).
Sejak 2020 Perhutani telah menjalankan pengelolaan hutan melalui Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Model berdasarkan portofolio dominan. Ada lima jenis KPH Model di Perhutani, yakni KPH Model kayu log (sebanyak tiga unit), getah pinus (tiga unit), ekowisata (tiga unit), kelola sosial (enam unit) dan lingkungan (12 unit).
Bisnis Perhutani lebih banyak berhubungan dengan jasa lingkungan dan sosial. Setelah kebijakan KHDPK mulai jalan, Perhutani harus mengelola interaksi antara potensi sumber daya hutan, petani dan bisnis perusahaan lebih dinamis yang saling menguntungkan. Bagaimana caranya?
Dalam dunia bisnis dikenal istilah platform, yaitu strategi baru yang menyatukan produsen dan konsumen. Aset utamanya adalah informasi dan interaksi yang merupakan sumber nilai dan keunggulan kompetitif. Contoh bisnis model platform yang terkenal adalah Apple dengan IOS App Storenya.
Platform akan memfasilitasi interaksi antara produsen dan konsumen dan memaksimalkan nilai ekosistem sebagai kesatuan sirkuler ekonomi, tidak hanya fokus pada nilai konsumen saja. Sistem platform bisa meningkatkan efisiensi lingkungan (eco efficiency).
Menurut Gjalt Huppes dan Masanobu Ishikawa dalam “Eco-Efficiency and Its Terminology” yang terbit di Journal of Industrial Ecology (2005) efisiensi lingkungan bisa menaikkan pengelolaan hutan dengan cara meningkatkan nilai dan meminimalkan dampaknya.
Sistem manajemen platform akan menyelesaikan masalah petani yang terlibat mengelola kawasan hutan. Problem umum petani biasanya kesulitan mendapatkan modal, minim akses ke sarana produksi tanaman, dan jaringan pasar. Perhutani bisa masuk pada rantai itu sehingga tetap mendapatkan keuntungan secara bisnis.
Sistem kelembagaan Perhutani dan petani penggerap areal hutan perlu dibangun dengan menggunakan sistem platform. Tujuan utamanya adalah berbagi peran dan nilai berdasarkan input dan ouput.
Pada tahap awal, Perhutani perlu menghimpun data penggarap, lokasi, jenis tanaman, dan waktu panen. Dari situ, Perhutani akan menghubungkan komoditas petani tersebut dengan pasar (atau sebagai off taker langsung), memberikan pelatihan, memberikan modal (sendiri atau kredit usaha rakyat), dan membantu dalam pengamanan investasi tanaman. Sistem ini akan menjamin keadilan dan mencegah pungutan liar—problem paling umum dalam kerja sama selama ini.
Proses adaptasi menjadi proses terberat dalam mencapai kestabilan kerja sama ini. Namun pada masa adaptasi, Perhutani bisa melakukan elastisitas kebijakan pengeloaan hutan kepada KPH, sehingga pengelolaan di tingkat tapak bisa menemukan formasi solid sesuai dengan karateristik jenis pemanfaatan lahan.
Kebijakan devolusi di hutan Jawa melalui KHDPK memang ini belum bisa jadi bukti manajemen hutan lestari. Namun teori dan pengalaman negara berkembang seperti Filipina dan Vietnam menunjukkan bahwa perhutanan sosial adalah suatu solusi pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
Sebagai suatu perusahaan yang bertumbuh, Perhutani harus siap dan lincah (agile), termasuk dalam menghadapi perubahan kebijakan. Sudah saatnya Perhutani bersaing dengan Cargill dan Charoen Pokphan dalam mengelola agroforestri jagung di lahan hutan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB University
Topik :