OMBUDSMAN Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam penanganan penyakit mulut kuku (PMK) di Indonesia. Maladministrasi itu menyebabkan penanganan wabah PMK lambat dan tidak sigap. Walhasil dalam waktu satu bulan saja, sejak April 2022, PMK menyebar ke 22 provinsi di Indonesia.
Yeka Hendra Fatika, anggota Ombudsman, mengatakan bahwa PMK sebetulnya masuk Indonesia pada 2015. “Namun kasusnya tidak dipublikasikan dan terkesan ditutup-tutupi oleh pemerintah,” kata Yeka dalam siaran pers Ombudsman di YouTube, 14 Juli 2022.
Meski ditutupi, pemerintah berhasil menaklukkan wabah PMK dengan vaksinasi massal yang dibarengi dengan pengendalian lalu lintas hewan. Sehingga penularan virus bisa dihentikan dalam waktu cepat. Namun, kata Yeka, setelah itu tidak ada tindak lanjut.
Kasus PMK 2015, kata Yeka, seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah menaikkan kewaspadaan badan karantina. Alih-alih meningkat, koordinasi pemerintah pusat dan daerah terkait lembaga veteriner malah tak berjalan. Alih-alih memperkuat, malah banyak pemerintah daerah menghapus lembaga veteriner.
Munculnya PMK hanya menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan lembaga karantina. Selama 2019-Mei 2022, Indonesia telah dimasuki tiga jenis penyakit eksotis yang menyebar di dalam negeri. Buktinya tiga keputusan menteri pertanian tentang kejadian wabah.
Pertama adalah African swine fever yang terjadi pada 2019 melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/2019. Waktu itu ribuan bangkai babi tergeletak dan memenuhi sungai-sungai di Sumatera. Petani babi di Solo juga kesulitan memelihara ternak mereka.
Kedua, lumpy skin disease yang terjadi pada 2022 yang diumumkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 242/2022 tentang penyakit kulit berbenjol.
Ketiga adalah PMK. “Ketiga penyakit ini sangat merugikan peternak di Indonesia dan dalam waktu cepat menyebar ke provinsi lain dan pulau-pulau lain,” kata Yeka.
Ombudsman RI melihat ada kelalaian badan karantina dalam mencegah PMK. Maka dari itu Ombudsman memberikan lima saran kepada Satuan Tugas PMK dan Kementerian pertanian:
Pertama agar Satgas PMK meningkatkan status dari keadaan tertentu darurat menjadi status wabah nasional dengan memperhatikan dampak dan cakupan penyebaran PMK.
Kedua, Satgas PMK diminta segera konsolidasi dengan semua tenaga kesehatan hewan dan membuat perencanaan yang matang dalam melakukan vaksinasi secara masif dan seremtak sesuai regulasi.
Ketiga, agar Satgas PMK menjalankan semua tugas dan kewenangannya dalam melakukan penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Selain itu juga membangun koordinasi dan jejaring lintas stakeholder dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK, serta memperkuat data yang transparan dan terpercaya.
Keempat, Ombudsman meminta pemerintah mengkaji kembali kinerja instansi Badan Karantina Pertanian khususnya Karantina Hewan. "Badan Karantina Hewan gagal mengidentifikasi risiko menyebarnya penyakit PMK dari Jawa Timur ke wilayah lain. Padahal Jatim sudah dinyatakan terjadi wabah PMK," ujarnya.
Kelima, Ombudsman RI meminta Kementerian Pertanian, segera melakukan upaya perlindungan terhadap nasib peternak yang mengalami kerugian akibat PMK. “Ombudsman telah melakukan pemantau dalam satu bulan ini, dan melakukan tindakan konkrit dengan melakukan mediasi antara peternak dengan Kementerian Pertanian," ujar Yeka
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :