Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 24 Juli 2022

Ekonomi Sirkuler Sampah Berbasis Biocyclo Farming

Sampah organik dari rumah tangga menjadi jenis sampah terbanyak di Indonesia. Konsep biocyclo farming bisa menguranginya.

Kegiatan di Bank Sampah Asoka di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat (Foto: Reja Rahman)

SAMPAH menjadi masalah mendasar yang sulit terselesaikan. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK tahun 2021, rumah tangga menjadi penyumbang sampah terbesar sekitar 40,8% dari total sampah nasional. Sampah organik menjadi yang paling banyak dibuang, yaitu sekitar 30,6% dari jenis sampah lain.

Adi Firmansyah, Ketua Divisi Kajian Pemberdayaan, Pendidikan, dan Pelatihan Masyarakat Pusat Kajian Resolusi Konflik IPB, menjelaskan dua penyebab sampah rumah tangga sangat banyak. Pertama karena rendahnya kesadaran masyarakat terkait pemilahan dan pengelolaan sampah. Kedua adalah rendahnya kapasitas masyarakat dalam mengelola sampah.

Konstruksi Kayu

Akhir-akhir ini istilah ekonomi sirkuler untuk mengelola sampah agar menjadi penghasilan sampingan bagi rumah tangga. Selain ekonomi sirkuler, ada juga istilah untuk memanfaatkan agen hayati makhluk hidup sebagai suatu pendekatan mengelola sampah yaitu biocyclo farming. Apa itu?

Menurut Adi, biocylco farming mirip dengan konsep pertanian terpadu. Biocyclo farming adalah sistem pertanian yang menjadikan area lahan seperti pekarangan dan berbagai bentuk budidaya di atasnya sebagai satu kesatuan atau terintegrasi yang akan membentuk siklus. “Sedemikian rupa siklus itu, sehingga output kegiatan pertanian menjadi input bagi kegiatan lainnya” ujar Adi.

Sebetulnya konsep biocyclo farming hampir mirip dengan konsep ekonomi sirkuler. Hanya saja dalam biocyclo farming lebih fokus terhadap isu sampah yang dikaitkan dengan ketahanan pangan keluarga, bukan ke isu ekonomi. Biocylo farming bisa menjadi solusi bagi banyaknya sampah organik rumah tangga yang terbuang.

Bagaimana cara menerapkannya? Pertama rumah tangga memilah sampah dari aktivitas sehari-hari. Sampah organik kemudian diolah menjadi berbagai macam produk seperti kompos, pupuk organik cair, mikroba organik lokal, serta eko enzim untuk digunakan pada tanaman pekarangan. Kemudian tanaman pekarangan dimanfaatkan kembali oleh rumah tangga untuk dikonsumsi. “Terus seperti itu hingga menjadi siklus,” tambah Adi.

Konsep ini masih sulit dilakukan di masyarakat. Menurut Sumardjo, mantan pimpinan Pusat Kajian Resolusi Konflik IPB, perlu ada pendekatan kepada tokoh masyarakat agar konsep ini bisa diceritakan dan diterima oleh masyarakat. Tokoh masyarakat sangat penting untuk dilibatkan karena mereka lebih diterima oleh masyarakat. Setelah itu masyarakat akan belajar dari apa yang mereka kerjakan sendiri.

Pendekatan tersebut sudah diramu sedemikan rupa sehingga masyarakat memiliki konsep/inovasi untuk mengelola sampah. Intinya adalah pada proses edukasi yang dapat memberikan contoh-contoh, skill, sehingga masyarakat berubah.

Kolaborasi dengan pemerintah lokal juga menjadi penting dalam penanganan permasalahan sampah. Misalnya bagaimana Kelurahan atau desa di dorong untuk membuat peraturan lokal tentang pengelolaan sampah. Karena sering kali masyarakat perlu didorong dari sisi hukum.

“Misal peraturan desa atau peraturan kepala lurah terkait pengelolaan sampah di tingkat lokal. Ini bisa lebih mengikatkan kesadaran masyarakat ketimbang peraturan yang lebih tinggi karena ini prosesnya melibatkan masyarakat juga” terang Adi.

Berbagai pendekatan itu dengan demikian akan menjadi kekuatan masyarakat untuk menghadapi masalah sampahnya. Konsep biocyclo farming sangat cocok untuk memanfaatkan sampah organik, lalu sampah anorganiknya dijual dengan menggunakan konsep ekonomi sirkuler. Akhirnya masyarakat bisa menangani sampahnya sendiri.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain