EROPA sedang dilanda gelombang panas. Semua ahli menuding penyebabnya adalah krisis iklim, pemanasan global, akibat kenaikan suhu. Kenaikan suhu udara terjadi karena gas rumah kaca. Karena itu para ahli menyebut pemanasan global akibat efek rumah kaca. Apa itu efek rumah kaca?
Saya mendengar istilah itu sewaktu baru masuk kuliah di IPB pada 1978. Waktu itu efek rumah kaca masih dianggap ilusi. Konsep dan istilah efek rumah kaca pertama kali diusulkan oleh Jean-Baptiste Joseph Fourier, ahli matematika dan fisika Prancis, pada 1824. Efek rumah kaca adalah proses pemanasan permukaan benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.
Efek rumah kaca terjadi akibat meningkatnya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Meningkatnya konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oeh banyaknya pembakaran bahan bakar minyak, batu bara, dan bahan bakar organik lainnya yang melebihi kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut menyerapnya. Energi yang masuk ke bumi 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diserap permukaan bumi, dan 10% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diserap dan dipantulkan itu kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan. Akibat efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang bisa menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca. Bagaimana apabila efek rumah kaca ini tidak normal dan berlebihan, apa yang akan terjadi ?
Naiknya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan perubahan iklim yang ekstrem. Hal ini bisa mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan es di gunung-gunung es kutub mencair. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan naiknya suhu air laut yang membuat satwa di dalamnya terancam.
Efek rumah kaca menaikkan suhu rata-rata bumi 1-5°C. Bila kecenderungan kenaikan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C pada 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi naik.
Sejauh ini ilmuwan sepakat efek rumah kaca adalah emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal baik dari alam maupun kegiatan manusia (anthropogenic). Adapaun GRK yang disepakati hingga 2012 ada 6 (enam) jenis yakni karbon dioksida (CO2), dinitroksida (N2O), metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorkarbon (PFCs), dan hidrofluorokarbon (HFCs). Berdasarkan data yang terangkum dalam laporan IPCC 2007, konsentreasi gas-gas rumah kaca terus naik di atmosfer.
Menurut perhitungan emisi karbon yang berlebihan terutama karena hutan tropis mengalami deforestasi dengan cepat. Peneliti Departemen Teknik Sipil di University of Hongkong dan Southern University of Science and Technology mendeteksi hilangnya karbon tropis selama dua dekade terakhir karena penggundulan hutan yang berlebihan. Karbon hutan tropis di seluruh dunia hilang dari 0,97 miliar ton per tahun pada tahun 2001-2005 menjadi 1,99 miliar ton per tahun pada 2015-2019.
Dalam waktu kurang dari setengah abad dari pelajaran tentang efek rumah kaca yang dianggap ilusi itu kini jadi kenyataan. Gelombang panas di Prancis, Jerman, Inggris adalah akibat krisis iklim. Gelombang panas dilaporkan telah membnuh 750 orang. Krisis pangan sedang mengancam dunia karenanya.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :