CITAYAM Fashion Week ditutup. Citayam Fashion Week dibubarkan. Begitulah isu yang beredar pada 28 Juli 2022. Isu ini muncul setelah petugas kepolisian melarang anak-anak remaja berlenggak-lenggok di penyeberangan stasiun Dukuh Atas di Jakarta Pusat.
Menurut Wakil Gubernur Jakarta Ahmad Riza Patria Citayam Fashion Week tidak dilarang. Ia mengatakan butuh waktu jika Citayam Fashion Week akan dipindahkan ke lokasi lain. “Harus disiapkan tempat yang baik,” katanya.
Meskipun mengandung kata “week” atau pekan, Citayam Fashion Week atau pekan gaya Citayam masih berlangsung di Stasiun Dukuh Atas. Keramaian tak surut setelah lebih sepekan, setelah dihujat dan dielus kelas menengah-atas. Dimulai pada 16 Juli 2022, hingga 28 Juli keriuhan di sana masih meruyak.
Forest Digest mengikuti para peserta Citayam Fashion Week sejak dari Bojonggede, Bogor. Pada 23-24 Juli 2022, jalan menuju Stasiun Bojonggede macet parah. Tapi remaja-remaja dengan pakaian nyentrik tak surut mencapai stasiun ini. Ada yang naik angkot, ada juga yang naik sepeda motor.
Di setiap stasiun—Citayam, Depok, Pasar Minggu—makin banyak remaja yang naik dengan pakaian dan gaya rambut yang nyentrik. Dari obrolan mereka, agaknya para remaja ini ingin menuju Stasiun Sudirman. Gerbong pun jadi riuh. Ada juga yang jongkok. Sejak pandemi Covid-19 ada larangan bercakap di kereta dan berjongkok bagi yang tak kebagian kursi.
Saat sampai Stasiun Sudirman, remaja-remaja CBD ini berbaur dengan peserta Citayam Fashion Week yang sudah memenuhi area Stasiun MRT Dukuh Atas. Ada yang foto-foto, main skateboard, sekadar nongkrong.
Lebih meriah lagi saat memasuki jalanan BNI City, terutama di zebra cross atau penyeberangan jalan lingkar Sudirman. Remaja dan orang dewasa bercampur baur menonton para “model” dadakan berlenggak-lenggok memamerkan pakaian yang mereka kenakan. Mereka terlihat percaya diri.
Kurma dan Roy, para ikon CFW, mengatakan mereka memang percaya diri berlenggak-lenggok di catwalk jalanan itu. “Tidak tahu, natural saja,” kata Siti Yayaroh, nama asli Kurma (kependengan dari "kurang mandi"), remaja 16 tahun asal Citayam.
Menurut Kurma dan Roy, di Bojong Gede atau Citayam juga banyak tempat nongkrong. Tapi, kata mereka, tempat nongkrongnya tidak seperti di sekitar area Jalan Sudirman yang instagramable dengan latar gedung-gedung tinggi dan megah. “Sudirman ini tempat saya nongkrong,” kata Aji Afriandi, nama asli Roy (17 tahun) dari Bojonggede.
Roy dan Kurma adalah salah dua ikon Citayam Fashion Week selain Bonge dan Jeje Slebew. Nama asli adalah Eka Satria Saputra sementara nama asli Jeje adalah Jasmina Laticia. Mereka mendapat tawaran bergabung ke agensi model yang nimbrung dalam kemeriahan Citayam Fashion Week. Roy bahkan mendapat tawaran beasiswa dari Menteri Pariwisata Sandiaga Uno.
Nirwono Yoga, peneliti Pusat Studi Perkotaan Universitas Trisakti, mengatakan bahwa area Sudirman menjadi lokasi sangat strategis untuk ruang publik. Stasiun MRT Dukuh Atas dan Stasiun KRL Sudirman dan Stasiun BNI City menjadi lokasi pertemuan tiga moda transportasi yang menghubungkan ke banyak tempat.
Stasiun KRL Sudirman disinggahi oleh para pekerja kantor. Stasiun MRT menjadi stasiun terakhir kereta cepat massal dan Stasiun BNI City adalah stasiun kereta menuju bandar udara internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten. Tiga stasiun ini menjadi lalu Lalang banyak orang. “Remaja ini walau sekedar nongkrong menjadi pusat perhatian jika itu di Sudirman,” kata Nirwono.
Awal mula ketenaran Citayam Fashion Week adalah konten-konten di TikTok yang mewawancarai para remaja ini. Para pembuat konten menyorot gaya berpakaian mereka yang nyentrik dan kepolosan berbicara para remaja tersebut. Mereka nongkrong di Sudirman sejak 2019.
Tata kota Jakarta yang lebih ramah tehadap pejalan kaki dengan kaki lima yang lebar membuat para remaja ini mendatanginya. Mereka membuat konten untuk akun-akun media sosial. Karena berjalan kaki, segala aktivitas ekspresi menjadi pusat perhatian dan terjadi interaksi antar manusia.
Akses ke Stasiun Sudirman juga kini cenderung mudah dan murah. Meski kini harus transit di Stasiun Manggarai, koneksi kereta yang cepat tak membuat Sudirman kehilangan daya tarik. Dengan ongkos kereta Rp 4.000 sekali trip, para remaja sudah bisa nongkrong di Sudirman. Topan, remaja asal Depok, bahkan mengaku hanya mengantongi uang Rp 10.000 untuk datang ke Citayam Fashion Week.
Murah, akses mudah, dan pusat keramaian adalah syarat utama ruang publik sebagai wadah interaksi sosial. Karena itu, kata Nirwono, rencana pemerintah Jakarta memindahkan lokasi Citayam Fashion Week menyalahi tiga syarat ruang publik itu. Juga pemberlakuan jam malam hingga larangan pemakaian zebra cross sebagai catwalk.
“Jika dibatasi, dilarang, atau dipindahkan, akan mengakibatkan para remaja ini berpikir ulang melakukan kegiatan di ruang publik,” kata Nirwono. “Ujungnya mereka akan malas memanfaatkan ruang publik.”
Menurut Nirwono, duplikasi Citayam Fashion Week di daerah lain tidak akan berhasil jika tidak mempertimbangkan ketiga hal tersebut. Apalagi, jika motif duplikasi kegiatan hanya latah atau ikut-ikutan tren. “Harus ada yang orisinil dan spontan dalam kegiataan di ruang publik yang fenomenal,” katanya.
Citayam Fashion Week menjadi viral karena ada semangat perlawanan subkultur yang genuine dari para remaja SCBD ini. Mereka datang dari pinggiran, mereka memelesetkan nama-nama distrik bisnis, dan mereka menegasikan peragaan busana yang identik dengan kekayaan yang glamor.
Para remaja tak sungkan memamerkan outfit yang murah dan umum. Cara ini seolah menampar para remaja kaya baru yang memamerkan kekayaan tanpa merasa bersalah di ruang-ruang maya media sosial.
Karena itu, jika pemerintah daerah hendak memancing masyarakat datang ke ruang publik mereka juga perlu memberikan kebebasan ekspresi kepada penduduknya. Bahkan, kata Nirwono, ruang publik mesti dibangun dengan melibatkan masyarakat. Tanpa semangat itu, ruang publik akan kaku dan justru menjadi ruang private yang akan memandulkan napas dan denyut sebuah kota.
Citayam Fashion Week telah membuktikan fasilitasi ruang publik yang nyaman, mudah akses, dan bebas akan melahirkan ekspresi-ekspresi penduduk kota yang kreatif. “Puncaknya mendorong transformasi kota-kota yang lebih berbudaya,” kata Nirwono.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :