Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 29 Juli 2022

Harimau Penangkaran Pertama Tewas di Habitatnya

Citra Kartini, harimau Sumatera, yang dilepaskan ke Taman Nasional Kerinci Seblat ditemukan mati. Sempat dua kali mendekati permukiman warga.

Citra Kartini mati dengan GPS Collar masih melingkar di lehernya pada 19 Juli 2022 (Dokumentasi: Taman Nasional Kerinci Seblat

DI Hari Konservasi Harimau Sedunia 29 Juli 2022, baiknya kita mengenang kematian Citra Kartini, harimau pertama penangkaran yang dilepas ke alam liar di zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat di Jambi. Belum genap satu setengah bulan menghuni habitat aslinya, Citra Kartini dikabarkan tewas pada 19 Juli 2022. Sebelum ditemukan mati, data GPS Collar menunjukkan harimau ini tidak menunjukkan pergerakan.

Citra Kartini dilepaskan pada 8 Juni 2022, bersama dengan saudaranya “Surya Manggala” pada 7 Juni 2022. Pelepasan kedua harimau ini istimewa. Citra Kartini dan Surya Manggala lahir dan dibesarkan di Suaka Margasatwa Barumun, Sumatera Utara.

Konstruksi Kayu

Orang tua mereka merupakan harimau yang diselamatkan dari jerat aring. Induknya yang bernama “Gadis” (10 tahun) diselamatkan di Taman Nasional Batang Gadis pada 2017. Jerat aring sudah melukai hingga tulang sehingga salah satu kakinya terpaksa diamputasi. Sementara ayahnya, “Monang” (9 tahun) diselamatkan setelah terjerat di sebuah desa di Kawasan Parmonangan 2018. Monang pulih setelah menjalani perawatan.

Pelepasan Citra Kartini dan Surya Manggala merupakan pelepasan pertama harimau Sumatera yang lahir di penangkaran ke alam liar. Pelepasan ini ditujukan untuk mengembalikan harimau dan memperbanyak satwa kunci top predator ke habitatnya. Sebelum dilepaskan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara telah bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menentukan lokasi pelepasliaran harimau yang kaya pakan dan memiliki kepadatan populasi yang rendah.

Pelepasan ini semula juga diharapkan akan menjadi studi komprehensif pertama untuk memantau aktivitas Harimau Sumatera hasil penangkaran ke alam liar. Sebab, selama ini studi tentang aktivitas pergerakan Harimau Sumatera hampir tidak ada. Data-data yang selama ini beredar merupakan hasil studi pemantauan pada harimau benggala di India.

Sebelum ditemukan mati, harimau Citra Kartini sempat mendekati pemukiman warga. Semua pemangku kepentingan yang terlibat melakukan pemantauan lapangan untuk mencegah konflik satwa-manusia pada 23 Juni 2022. Lima hari kemudian, masyarakat melaporkan penampakan harimau Citra Kartini di Desa Renah Kayu Embun, Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh.

Kemudian pada 28 Juni 2022, petugas TBKS memasang kendang jebak untuk evakuasi Harimau Citra Kartini. Petugas juga memasang camera trap pada 30 Juni 2022. GPS Collar Citra Kartini tidak menunjukkan pergerakan pada 17-18 Juli 2022. Sehingga TNKS melakukan pengecekan lapangan. Keesokan harinya pada pukul 13.11 WIB, Citra Kartini ditemukan dalam keadaan mati 800 meter di luar batas TNKS.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Citra Kartini didiagnosa mengalami sepsis, yaitu kondisi ketika semua organ mengalami pendarahan dan ditandai dengan selapit organ. Ditemukan pula peradangan hati, ginjal, paru, pembesaran jantung, pembesaran jantung (penebalan otot jantung), kekurangan cairan tubuh dan anemia akut.

Menurut Hariyo Wibisono dari SINTAS Indonesia, ada proses pembentukan insting yang berbeda bagi harimau yang lahir dan besar di alam liar dan yang lahir di penangkaran atau diselamatkan pada saat masih anakan (cubs). Bayi harimau menyusui selama sekitar 8 bulan dan menyapih sekitar 22 bulan. “Pada proses menyapih itu, induk harimau mengajari hal penting yang dibutuhkan harimau seperti insting, mengenali kondisi rawan dan cara berburu,” kata Hariyo saat dihubungi.

Proses ini tidak dialami oleh harimau yang lahir di penangkaran atau yang masih terlalu kecil saat diselamatkan. Harimau yang hidup di penangkarand bisa saja menangkap mangsa hidup, tapi tidak pernah berada di luar zona yang dia kenali.

Hariyo memberikan contoh kasus Harimau Putra Singgulung dan Putri Singgulung yang diselamatkan BKSDA Sumbar pada 2020 di Solok. Keduanya kakak dan adik yang diselamatkan dari potensi konflik dengan warga saat berusia 1 tahun. Lima bulan kemudian, setelah menjalani proses rehabilitasi, Putra dan Putri dilepaskan.

Namun belum genap 10 hari, keduanya kembali diselamatkan oleh BKSDA karena berkeliaran di jalan-jalan, keluar hutan dan memasuki Kawasan pemukiman. Saat itu belum ada ternak warga yang menghilang. Hingga saat ini, Harimau Putra dan Putri masih berada di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasyara (PRHSD).

Menurut Hariyo, kehilangan proses disapih oleh induk di alam liar ini yang bisa menyebabkan insting harimau tidak terasah. Insting mengenali lingkungan, memangsa buruan, dan keadaan yang mengancam.

Kematian Citra Kartini yang disebabkan oleh sepsis, bisa dipicu infeksi, bisa juga racun yang ada atau tidaknya harus melalui proses uji tokisologi. “Mungkin saja dia mengalami disorientasi dan stres berada di lingkungan baru,” kata Hariyo. SINTAS Indonesia terlibat dalam penentuan lokasi pelepasan harimau. “Wilayah pelepasan merupakan habitat yang sesuai, pakan alami tersedia dan kepadatan populasi rendah,” kata Hariyo.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain