MEMASUKI musim kemarau, bencana rutin di hutan-hutan Indonesia kembali mengancam. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta pemerintah daerah untuk siaga dan waspada akan meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan.
Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto menyebutkan meski bencana di Indonesia masih didominasi kejadian hidrometeorologi, namun ia mengiimbau agar semua orang siaga dan waspada akan kejadian kebakaran hutan dan lahan yang acap terjadi saat kemaru.
Sejauh ini, sudah lima provinsi menetapkan status siaga darurat bencana asap kebakaran hutan dan lahan. Mereka adalah Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. “Penetapan status siaga darurat bencana ini menjadi dasar penanganan darurat di lapangan,” kata Suharyanto dalam Rapat Koordinasi Khusus Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kamis, 28 Juli 2022
Pada saat status tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan ditetapkan di suatu daerah, BNPB akan memberikan bantuan operasi udara yaitu helikopter untuk operasi pemadaman maupun patroli. BNPB juga akan membuat surat rekomendasi pendanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) jika diperlukan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Anggarannya diajukan kepada Kementerian Keuangan.
Sejak awal tahun hingga 27 Juli 2022, ada 131 kebakaran hutan dan lahan. Pada 2021, kebakran hutan dan lahan sebanyak 585 peristiwa dengan luas area terbakar 354.582 hektare atau naik 19,4% dibandingkan 2020. Tahun lalu, wilayah dengan luas kebakaran terbesar berada di Nusa Tenggara Timur, seluas 137.297 hektare, lalu Nusa Tenggara Barat 100.908 hektare.
Kebakaran hutan dan lahan paling parah terjadi tujuh tahun lalu yaitu pada 2015. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat hutan dan lahan yang terbakar kala itu mencapai 2,61 juta hektare atau hampir setara dengan akumulasi luas kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2016-2019 yakni 2,78 juta hektare.
Pada saat itu 33% atau 869.754 hektare dari total cakupan kebakaran hutan dan lahan terjadi di lahan gambut yang merupakan ekosistem terestrial paling kuat menyimpan karbon. PAda 2015, sebanyak 31 provinsi, kecuali DKI Jakarta, Yogyakarta dan Kepulauan Riau, mengalami peristiwa kebakaran hutan dan lahan.
Sumatera Selatan ada di peringkat pertama kebakaran hutan dengan luas area hutan dan lahan terbakar paling besar, yaitu 646.000 hektare atau seperempat dari total luasan kebakaran hutan dan lahan pada 2015.
Sebelumnya, Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan IPB University Lailan Syaufina mengatakan hampir 100% penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah manusia. Pemicunya macam-macam, seperti penebangan liar dan pembukaan lahan dengan cara dibakar.
“Kebakaran hutan dan lahan berkontribusi terhadap peningkatan emisi dari karbon dioksida, metana, dan gas berbahaya lainnya,” kata Lailan, pada April lalu.
Tak hanya menambahkan emisi ke atmosfer, kebakaran dan pembukaan hutan membuat karbon yang tersimpan dalam ekosistem hutan ikut terlepas. Kebakaran lahan gambut memicu emisi paling besar karena gambut adalah ekosistem penyerap karbon terbanyak setelah mangrove.
Sebagai upaya pencegahan, BNPB telah membentuk Desa Tangguh Bencana Karhutla serta melakukan edukasi kepada publik terkait mitigasi kebakaran hutan dan lahan. Selain itu, BNPB juga mendorong pemerintah daerah untuk melakukan mitigasi jangka panjang berbasis vegetasi.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :