Kabar Baru| 04 Agustus 2022
Mengenal Enam Jenis Gas Rumah Kaca
KRISIS iklim menjadi topik hangat dalam lima tahun terakhir. Semua kebijakan negara fokus pada mitigasi iklim sebab ada perjanjian dunia melalui PBB menahan kenaikan suhu bumi tak lebih dari 1,50 Celsius dibanding masa praindustri 1800-1850 pada 2030.
Saat ini kenaikan suhu bumi dalam dua abad telah naik 1,1C akibat produksi emisi karbon mencapai 53 miliar ton setara CO2 setahun. Perjanjian Paris 2015 dalam konferensi iklim sepakat untuk menahan suhu bumi tak lebih 1,5C, produksi emisi karbon harus diturunkan ke angka 25 miliar ton setara CO2.
Apa hubungan kenaikan suhu bumi dengan krisis iklim? Kenaikan suhu adalah dampak dari krisis iklim. Penyebab krisis iklim adalah konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang berlebihan sehingga selubung bumi ini tak lagi sanggup menyerap pas dan emisi dari bumi, juga panas matahari. Panas itu lalu memancar kembali ke bumi karena tak terserap.
Untuk mencegah krisis iklim maka emisi karbon harus dicegah menjadi gas rumah kaca. Caranya, selain mengurangi sumber gas rumah kaca, juga menyediakan penyerap alamiahnya yaitu ekosistem bumi. Karena itu ada usaha mencapai net zero emission atau nol bersih emisi. Maksudnya, seluruh emisi karbon di bumi diserap seluruhnya oleh ekosistem hutan, tanah, laut, perairan.
Apa saja jenis gas rumah kaca yang menjadi pemicu krisis iklim. UNFCC, badan PBB yang mengurusi perubahan iklim, menetapkan ada enam jenis gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global, yaitu karbon dioksida, metana, nitrat oksida, perfluorokarbon, hidrofluorokarbon, dan sulfur heksafluorida. Tiga gas terakhir disebut gas F atau gas fluorinasi.
Dari mana sumber-sumber gas rumah kaca tersebut?
Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas alam, minyak), limbah padat, pohon dan bahan biologis lainnya. Sumber karbon dioksida lain adalah reaksi kimia tertentu (misalnya, pembuatan semen). Karbon dioksida masuk ke atmosfer jika tak terserap oleh ekosistem bumi. Sebaliknya, karbon dioksida keluar dari atmosfer ketika diserap oleh tanaman sebagai bagian dari siklus karbon.
Metana (CH4)
Metana dipancarkan selama produksi dan pengangkutan batu bara, gas alam, dan minyak. Emisi metana juga dihasilkan dari peternakan dan praktik pertanian, penggunaan lahan dan pembusukan sampah organik di tempat pembuangan sampah.
Dinitrat oksida (N2O)
Nitrat oksida memancar dari kegiatan pertanian, penggunaan lahan, dan industri; pembakaran bahan bakar fosil dan limbah padat; serta pengolahan air limbah.
Gas fluorinasi
Ada beberapa jenis gas, antara lain hidrofluorokarbon, perfluorokarbon, sulfur heksafluorida, dan nitrogen trifluoride. Ini adalah gas rumah kaca paling kuat yang menyebabkan krisis iklim. Mereka bersifat sintetis yang dipancarkan dari berbagai aplikasi dan proses rumah tangga, komersial, dan industri. Gas terfluorinasi (terutama hidrofluorokarbon) kadang-kadang dipakai sebagai pengganti zat perusak ozon stratosfer (misalnya, klorofluorokarbon, hidroklorofluorokarbon, dan halon).
Gas fluorinasi biasanya dipancarkan dalam jumlah sedikit dibanding gas rumah kaca lainnya, tapi mereka adalah gas rumah kaca yang kuat menjadi penyebab krisis iklim. Potensi pemanasan global gas-gas ini sangat tinggi karena, untuk jumlah massa tertentu, mereka memerangkap lebih banyak panas dibanding CO2.
Satuan emisi karbon mengacu pada CO2. Karena itu, ketika menuliskan satuan emisi harus menyertakan kata “setara” untuk membedakan jumlah CO2 sebagai gas rumah kaca sendiri. Mengapa CO2 jadi patokan satuan emisi? Selain untuk keseragaman dalam memudahkan perhitungan, juga karena CO2 paling banyak di atmosfer.
Karena itu ada angka GWP atau potensi pemanasan global. Angka GWP metana, misalnya, 21. Artinya, tiap 1 ton metana berpotensi memicu krisis iklim atau pemanasan global sama dengan 21 ton CO2. Untuk menguranginya perlu memangkas sumber gas rumah kaca dengan mengubah energi fosil menjadi energi terbarukan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :