Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 06 Agustus 2022

Apa Saja Polutan Pencemaran Udara

Polutan pencemaran udara ada SO2, NOx, CO, PM10, PM2.5, BC dan NMVOC. Apa itu?

Ilustrasi pencemaran udara di Jakarta (Credit: Amandra Megarani)

PEMERINTAH Jakarta telah menutup area penampungan batu bara di area terbuka di Marunda, terutama di kawasan berikat nusantara di Jakarta Utara. Debu batu bara yang terbawa angin membuat penduduk Marunda mengalami gangguan pernapasan dan gatal-gatal. Mereka terpapar polutan pencemaran udara yang belum bersih meski batu bara telah ditutup.

Dari semua jenis pencemaran lingkungan, pencemaran udara merupakan yang paling sulit untuk diukur. "Pencemaran udara tidak kasat mata," kata Muhammad Shidiq, Kepala Kualitas Udara di Indonesia untuk program Clean Air Catalyst dalam Lokakarya Pencemaran Udara di Jakarta, 4 Agustus 2022. Untuk mengukurnya, peneliti harus mengenal polutan pencemaran udara.

Konstruksi Kayu

Secara umum, kata Shidiq, polutan penyebab pencemaran udara ada dua: gas dan partikel. Pencemaran udara dari gas itu banyak berpengaruh ke perubahan iklim, Sehingga pencemaran udara dan gas rumah kaca tidak bisa dipisahkan.

Sementara pencemaran udara dari partikel biasanya berasal dari pembakaran tidak sempurna. Partikel halus ini meski tak terlihat bisa mengendap di paru-paru dan masuk hingga aliran darah manusia.

Ada delapan jenis polutan pencemaran udara yang paling sering ditemukan. Empat pertama merupakan yang paling utama. WHO telah menetapkan Pedoman Kualitas Udara Global yang mengatur nilai ambang batas polutan di udara.

Partikulat (PM)

Partikulat dibagi menjadi partikulat halus (PM2.5) dan partikulat kasar (PM10). Nilai ambang batas PM2.5 menurut WHO adalah 5 mikron gram per meter kubik (µg/m³) rata-rata tahunan atau 15 µg/m³ rata-rata 24 jam. Sementara nilai ambang batas untuk PM10, menurut WHO, adalah 15 µg/m³ rata-rata tahunan atau 45 µg/m³ rata-rata 24 jam.

Beberapa PM2.5 terbentuk secara langsung selama prose pembakaran dan knalpot kendaraan. Partikel PM2.5 tambahan dihasilkan oleh rem dan keausan ban. Namun, sebagian besar PM2.5 terbentuk secara tidak langsung melalui reaksi gas polutan di atmosfer, seringkali kombinasi dengan sinar matahari.

Gas pencemar udar yang menyebabkan pembentukan partikel ini antara lain amonium, nitrogen oksida, oksida belerang, dan senyawa organik yang mudah menguap. Sebagian besar polutan ini dipancarkan dari knalpot kendaraan, meskipun senyawa organik yang mudah menguap juga berasal dari penguapan bensin selama pengisian bahan bakar dan dari kebocoran tangki dan saluran bahan bakar kendaraan.

Pola cuaca dan geografi berperan dalam pembentukan partikel sekunder PM2.5 dari polutan udara lainnya dan faktor-faktor ini juga menentukan pergerakan polusi PM2.5 setelah dihasilkan. Paparan itu sendiri tergantung pada lokasi polusi dan orang yang menghirup polusi.

Polutan pencemaran udara meningkatkan risiko penyakit pernapasan akut bagian bawah, infeksi, penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan kanker paru-paru.Ada risiko serius terhadap kesehatan tidak hanya dari paparan PM, tetapi juga dari paparan ozon (O3), nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur dioksida (SO2).

Ozon (O3)

Nilai pedoman WHO untuk ozon atau O3 sebesar 100 µg/m³, maksimum delapan jam setiap hari.

Ozon di permukaan tanah berbeda dengan lapisan ozon di atmosfer. Ozon di permukaan tanah adalah salah satu konstituen utama kabut fotokimia. Kabut ini terbentuk oleh reaksi sinar matahari dengan polutan seperti nitrogen oksida (NOx) dari emisi kendaraan dan industri dan senyawa organik volatil (VOC) yang dipancarkan oleh kendaraan, pelarut dan industri. Tingkat polusi ozon tertinggi terjadi selama periode cuaca cerah.

Ozon yang berlebihan di udara bisa memiliki efek yang nyata pada kesehatan manusia, seperti masalah pernapasan, memicu asma, mengurangi fungsi paru-paru dan menyebabkan penyakit paru-paru.

Nitrogen dioksida (NO2)

Nilai pedoman WHO untuk O3 yaitu 10 µg/m³ rata-rata tahunan atau 25 setiap 24 jam.

Sumber utama aerosol nitrat, yang membentuk fraksi penting PM2,5 dan, dengan adanya sinar ultraviolet, ozon. Sumber utama emisi antropogenik NO2 adalah proses pembakaran (pemanasan, pembangkit listrik, dan mesin pada kendaraan dan kapal).

Studi epidemiologis telah menunjukkan bahwa gejala bronkitis pada anak-anak penderita asma meningkat sehubungan dengan paparan jangka panjang terhadap NO2. Pertumbuhan fungsi paru-paru yang berkurang juga terkait dengan NO2 pada konsentrasi yang saat ini diukur (atau diamati) di kota-kota Eropa dan Amerika Utara.

Sulfur dioksida (SO2)

Nilai ambang batas WHO: 40 μg/m3 sehari

SO2 adalah gas tidak berwarna dengan bau tajam yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak) dan peleburan bijih mineral yang mengandung belerang. Sumber antropogenik utama SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung belerang untuk pemanas rumah tangga, pembangkit listrik dan kendaraan bermotor.

Jika terhirup, SO2 mempengaruhi sistem pernapasan dan fungsi paru-paru, serta menyebabkan iritasi pada mata. Peradangan saluran pernapasan menyebabkan batuk, sekresi lendir, asma dan bronkitis kronis dan membuat orang lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan.

Pasien rumah sakit jantung mencatat ada peningkatan jumlah SO2 dalam darah mereka. Ketika SO2 bergabung dengan air, ia membentuk asam sulfat; inilah komponen utama hujan asam yang menjadi penyebab deforestasi.

Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida adalah keluarga gas beracun dan sangat reaktif. Gas-gas ini terbentuk ketika bahan bakar dibakar pada suhu tinggi. Polusi NOx dikeluarkan oleh mobil, truk dan berbagai kendaraan non-jalan (misalnya, peralatan konstruksi, kapal.) serta sumber industri seperti pembangkit listrik, boiler industri, industri semen, dan turbin. NOx sering terlihat sebagai gas kecoklatan. Jika NOx bertemu dengan senyawa organik volatil (VOC) akan menghasilkan kabut asap pada musim panas.

Emisi ini bisa dikurangi dengan mengubah proses (seperti modifikasi pada proses pembakaran) atau dengan memasang peralatan pengendalian polusi udara (seperti selective non-catalytic reduction (SNCR) atau selective catalytic reduction (SCR)).

Peningkatan kadar nitrogen dioksida dapat menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan manusia dan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap, dan tingkat keparahan, infeksi pernapasan dan asma. Paparan jangka panjang terhadap nitrogen dioksida tingkat tinggi dapat menyebabkan penyakit paru-paru kronis.

Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida adalah gas yang tak berwarna dan tak berbau yang bisa berbahaya jika dihirup dalam jumlah besar. CO terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil. Itu sebabnya, sumber terbesar CO adalah asap knalpot kendaraan bermotor. Ketika CO terhirup dalam jumlah yang sangat besar, gas ini akan mengikat hemoglobin dalam tubuh yang menyulitkan pengikatan oksigen dalam darah. Manusia akan merasa pusing. Jika terlalu banyak CO akan menjadi racun dan menyebabkan kematian.

Black Carbon (BC)

Black carbon atau karbon hitam adalah komponen PM2.5. Karbon hitam terdiri dari karbon murni dalam beberapa bentuk terkait yang terbentuk melalui pembakaran bahan bakar fosil, biofuel, dan biomassa yang tidak sempurna.

Program Lingkungan PBB pernah merilis kajian toksikologi yang menunjukkan bahwa karbon hitam dapat beroperasi sebagai pembawa berbagai bahan kimia dengan berbagai toksisitas pada tubuh manusia. Meskipun bukan komponen utama pencemaran udara, manusia harus mengurangi paparan terhadap partikel yang mengandung karbon hitam demi kesehatan.

Senyawa organik volatil non-metana (NMVOC)

Emisi senyawa organik volatil non-metana (NMVOC) tercipta dari transportasi jalan, serta cat dan pelarut, memiliki sejumlah dampak merusak pada kesehatan manusia.

Beberapa memiliki efek toksik langsung. Benzena dan formaldehida, misalnya, menyebabkan kanker. Penelitian baru kini telah mengungkapkan bahwa hanya tiga zat dari sejumlah besar NMVOC sebagai polutan pencemaran udara yang bertanggung jawab untuk hampir semu efek merusak pada kesehatan manusia.

Ikuti perkembangan terbaru tentang pencemaran udara di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain