Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 13 Agustus 2022

Cara Mengolah Minyak Asiri di Lahan Gambut

Minyak asiri bisa dihasilkan dari tanaman di lahan gambut. Teknik menyuling minyak asiri lumayan sulit.

Charles Nadeak sedang memasukan sereh wangi kedalam tungku penyulingan di rumah produksi KTH Bina Sejahtera, Riau (Foto: Rama Maulana/FD)

TANAMAN menghasilkan metabolisme sekunder saat merasa terancam. Biasanya metabolit sekunder tersebut bersifat aromatik atau bau menyengat. Dalam bioprospeksi, zat metabolisme itu bisa bermanfaat. Kita menyebutnya minyak asiri (banyak yang menulisnya dengan "atsiri"). Bagaimana cara mengolah minyak asiri?

Minyak asiri bisa berasal dari seluruh bagian tumbuhan, dari akar sampai daun. Namun untuk mendapatkan minyak asiri tidak mudah. Proses yang panjang dan perlu pengalaman membuat minyak asiri cukup sulit. Untuk itu harga minyak asiri lumayan mahal.

Konstruksi Kayu

Kesulitan ini dialami oleh Charles Nadeak, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Bina Sejahtera, Kampung Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Riau. Charles memanfaatkan lahan perhutanan sosial di lahan gambut di bawah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tasik Besar Serkap seluas 10 hektare untuk ditanami serai wangi sebagai bahan baku pembuatan minyak asiri.

Ide membudidayakan serai wangi untuk minyak asiri datang dari Charles. Ia lulusan sekolah farmasi sehingga paham kegunaan minyak serai wangi untuk pelbagai macam keperluan. Dengan menanam serai wangi di lahan gambut, penduduk Kampung Dayun tak membakar lahannya sebelum menanaminya dengan komoditas perkebunan.

KTH Bina Sejahtera mendapatkan bantuan dari Program Investasi Hutan 2 (FIP 2) yang digunakan untuk membuat rumah produksi minyak asiri. Alat penyulingan berkapasitas 500 kilogram serai wangi juga sudah dimiliki KTH Bina Sejahtera. "Tetapi kami belum berhasil untuk mendapatkan minyak asiri," kata Charles.

KTH Bina Sejahtera menggunakan teknik penyulingan minyak asiri menggunakan air. Sebanyak 500 kilogram sereh wangi membutuhkan setidaknya 100 liter air yang dimasukkan ke dalam tungku. Tungku harus ditutup rapat agar uap yang mengandung minyak tidak keluar. Setelah itu, uap dialirkan ke pipa pendingin agar terjadi pengembunan. Lalu air dan minyak akan ditampung ke dalam tangki pemisah.

KTH Bina Sejahtera sudah melakukan beberapa kali percobaan untuk menyuling minyak asiri. Awal penyulingan, bahan bakar yang digunakan adalah oli bekas. "Untuk menghemat anggaran," kata Charles. Namun ternyata oli bekas tidak efektif karena panasnya tidak stabil sehingga minyak tidak keluar.

Pembakaran diganti menggunakan kayu bakar. Sudah ada sedikit minyak yang keluar, namun panasnya tidak stabil lantaran tungku terlalu kecil. Charles melakukan perombakan rumah produksi dengan memperbesar tungku kayu bakar.

Akhirnya percobaan itu mendapatkan hasil. Setelah tiga jam penyulingan, Charles berhasil mendapatkan minyak asiri dari sereh wangi. Dari 500 kilogram sereh wangi menghasilkan lebih kurang 4 kilogram minyak asiri. "Walau hasilnya belum seperti yang diharapkan, kami akan terus mencobanya,” kata Charles.

Charles optimistis dengan usaha penyulingan minyak asiri. Permintaan pasar sudah berdatangan. Harga jual minyak atisir Rp 200.000 per kilogram. Untuk masyarakat sekitar, Charles biasa menjualnya dengan harga Rp 1.000 per mililiter.

Jika sudah berhasil, Charles berharap bisa meningkatkan produksi minyak asiri dari sereh wangi ini dengan penyulingan setidaknya tiga kali dalam sehari. Untuk memenuhi permintaan pasar, setidaknya ia butuh sekitar 10 kilogram minyak asiri. Bahan baku pun harus terus tersedia jika produksi terus berjalan.

Usaha KTH Bina Sejahtera ternyata juga mendorong minat masyarakat ikut serta menanam sereh wangi di lahan gambut. "Lucunya masyarakat mencuri bibit saya," katanya. "Saya biarkan karena itu tanda kepedulian masyarakat akan usaha ini."

Dengan terlibatnya masyarakat sekitar dalam usaha KTH Bina Sejahtera ia berharap bisa mengurangi pengangguran dan turut serta untuk memperhatikan lahan gambut. Penyulingan minyak asiri di lahan gambut sama dengan minyak asiri di lahan lain.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain