INSTITUT Penelitian Padi Internasional atau International Rice Research Institute (IRRI) menilai Indonesia memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan berhasil swasembada beras pada 2019-2021 secara berturut-turut. Sebelumnya, Indonesia terus mengimpor beras.
BPS mencatat produksi beras Indonesia 2019 sebanyak 31,31 juta ton, tahun 2020 31,5 juta ton, dan tahun 2021 31,36 juta ton. Menurut BPS, cadangan padi pada akhir April 2022 sebanyak 10,2 juta ton.
Data dan fakta inilah yang membuat IRRI memberikan penghargaan Indonesia memiliki sistem ketahanan pangan yang baik dan sudah swasembada pangan. Meskipun, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor beras khusus dari India, Thailand, Vietnam, sebanyak 400.000 ton pada 2021 untuk restoran dan hotel.
IRRI menilai Indonesia mencapai swasembada karena mampu memenuhi kebutuhan beras lebih dari 90%. Dengan begitu, bisakah Indonesia kembali disebut negara agraris?
BACA: Layakkah Indonesia Disebut Negara Agraris?
Menurut BPS, teadardapat dua ciri negara agraris: perekonomiannya bergantung pada sektor pertanian dan penduduknya mayoritas bermata pencarian pada sektor pertanian. Pada 2018, Produk Domestik Bruto (PDB) tertinggi di Indonesia adalah sektor industri, bukan pertanian. Sektor industri memberikan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi sampai 19,66%. Sektor pertanian berada pada posisi kedua dengan andil 13,53%.
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2018, sekitar 28,79% penduduk Indonesia bekerja pada sektor pertanian sebagai pekerjaan utama. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia, disusul sektor perdagangan (18,61%), dan sektor industri (14,72%).
Artinya, sektor pertanian padat karya namun produktivitasnya dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi kalah dibanding sektor industri. Saat ini lahan pertanian yang bisa diolah seluah 55 juta hektare, namun luas lahan baku sawah hanya 7,46 juta hektare pada 2019.
Dwi Andreas Santosa, guru besar Fakultas Pertanian IPB, mengatakan perluasan sawah dan food estate malah membuat luas lahan baku sawah semakin menyusut. Pada 2013 luas lahan baku sawah 8,13 juta hektare, empat tahun kemudian menjadi 7,75 juta hektare. Luas ini terus menyusut menjadi 7,11 juta hektare pada 2018.
Sejak 2015 hingga 2022 infrastruktur paling banyak di bidang pertanian. Ada 29 bendungan dan tahun ini akan selesai lagi 38 bendungan dengan target sampai tahun 2024 lebih dari 61 bendungan. Juga 4.500 embung, 1,1 juta kilometer jaringan irigasi dan pemanfaatan varietas unggul padi selama tujuh tahun terakhir.
Infrastruktur pertanian berupa bendungan dan jaringan irigasi ini membuka peluang intensifikasi luas baku lahan sawah yang tadinya panen sekali dalam setahun menjadi tiga kali dalam setahun. Disamping itu memperluas pencetakan sawah baru (ekstensifikasi) sepanjang dapat dijangkau oleh sarana jaringan irigasi yang baru dibangun.
Dengan segala infrastruktur itu, seharusnya Indonesia tak lagi mengimpor beras dan terus bisa menaikkan luas lahan baku sawah. Kompetensi petani juga penting agar produktivitas petani bisa kembali menyalip sektor industri. Dengan begitu swasembada beras bisa dipertahankan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :