DAMPAK perubahan iklim kian beragam. Dari perubahan musim panas dan hujan, hari kekeringan panjang, hingga intensitas dan frekuensi hujan memunculkan cuaca ekstrem yang memicu bencana alam.
Data simulasi CORDEX-SEA yang diambil Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan curah hujan akan lebih sedikit dan hari kering akan semakin panjang. "Indonesia diproyeksikan mengalami perubahan pola iklim ekstrem di masa depan," kata Supari dari Kedeputian Klimatologi BMKG pada 23 Agustus 2022.
Pola cuaca ekstrem itu antara lain karena berkurangnya hujan tahunan dengan peningkatan hari kering yang signifikan terutama di musim kemarau. Ada juga kecenderungan peningkatan intensitas dan frekuensi ekstrem pada musim hujan Desember hingga Februari yang mungkin berimplikasi pada peningkatan risiko bencana hidrometeorologi.
Temuan ini berasal dari perhitungan paparan perubahan iklim memakai jalur konsentrasi perwakilan (RCP/Representative Concentration Pathway) 4,5 pada 2080-2100.
RCP adalah lintasan konsentrasi gas rumah kaca (bukan emisi) yang diadopsi oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) sebagai metode permodelan dan penelitian perubahan iklim. RCP 4,5 atau Jalur 4,5 adalah skenario menengah ketika bumi mencapai puncak emisi pada 2040 lalu turun setelahnya.
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan menguatkan temuan itu. Menurut Eddy pemerintah daerah dan provinsi harus waspada dengan peningkatan curah hujan ekstrem untuk Desember 2022 hingga Februari 2023. "Kalau dulu peningkatan curah hujan ekstrem disebabkan oleh La Niña, akhir tahun ini ada pengaruh IOD (Indian Ocean Dipole)," kata Eddy.
IOD juga dikenal sebagai Niño dari Samudera Hindia menyebabkan osilasi suhu permukaan laut yang tidak teratur. Pada keadaan ini Samudra Hindia bagian barat menjadi lebih hangat secara bergantian (fase positif) dan kemudian lebih dingin (fase negatif) daripada bagian timur lautan ini.
Dampaknya setelah bulan September mungkin cuaca akan membaik, tapi IOD akan kembali meningkatkan curah hujan sejak Oktober. "Cuaca ekstrem akan meningkatkan intensitas hujan ekstrem selama Desember 2022 hingga Februari 2023 di kawasan pantai utara Jawa dan sebagian pantai selatan Jawa.
Eddy menjelaskan siklon tropis yang terjadi saat ini (Dahlia, Cempaka, dan Seroja) merupakan dampak perubahan iklim. "Seharusnya siklon tropis hanya terjadi di laut, ketika menyentuh bibir pantai akan membentuk puting beliung,” katanya.
Cuaca ekstrem, kata Eddy, disebabkan oleh tingginya gas rumah kaca di atmosfer yang memicu pemanasan global. Cuaca ekstrem saat ini bukan hanya dirasakan di Indonesia. Berdasarkan 15 data set yang diolah Supari dari BMKG, cuaca ekstrem tiga kali lipat lebih tinggi di Eropa Utara dan Amerika Utara ketimbang di Asia Tenggara.
Terbukti bahwa saat ini kekeringan parah melanda kawasan tersebut. Berkurangnya muka air di reservoir-reservoir utama, kebakaran hutan, dan serangan gelombang panas adalah beberapa di antaranya.
Belakangan gelombang panas dan kekeringan juga menerpa Cina dan mengancam musim panen yang akan berlangsung sebentar lagi. Ironi krisis iklim adalah gelombang panas di Eropa dan Cina memicu kenaikan pemakaian energi, sementara emisi energi menjadi penyebab terbesar krisis iklim.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :