ISTILAH pengayaan tanaman disadur dari istilah silvikultur “enrichment planting” dalam kegiatan rehabilitasi hutan. Pengayaan tanaman hutan adalah kegiatan memperbanyak keragaman tanaman dengan cara memanfaatkan ruang tumbuh pohon secara optimal melalui penanaman.
Pengayaan tanaman berbeda dengan penyulaman tanaman hutan. Penyulaman pohon merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan dengan cara mengganti bibit tanaman yang mati atau kurang baik pertumbuhannya. Kegiatan tersebut hanya dilakukan jika bibit tanaman memiliki perkembangan yang buruk atau kurang baik.
Dalam Undang-Undang Kehutanan, pengayaan tanaman menjadi bagian dari kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan selain reboisasi, penghijauan, pemeliharaan dan penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76/2008 tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan pengayaan tanaman termuat secara tekstual di pasal 23, 26 dan 31.
Pasal 26 menyebut pengayaan tanaman untuk rehabilitasi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hutan. Pengayaan tanaman dilaksanakan pada hutan rawang, baik di hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi, kecuali pada cagar alam dan zona inti taman nasional. Hutan rawang adalah hutan yang memiliki potensi sebaran tegakan pohon per hektare kurang dari 700 batang.
BACA: Jenis Pohon Tepat untuk Rehabilitasi Hutan
Dengan begitu pengayaan tanaman menjadi penting dalam konteks rehabilitasi lahan yang dibutuhkan saat ini karena hutan rusak dan terdegradasi. Namun, regulasi tidak mendukungnya. PP 23/2021 hanya sepintas soal pengayaan tanaman. Bahkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23/2021 tentang rehabilitasi hutan, pengayaan tanaman hilang sama sekali. Pemeliharaan tanaman hanya muncul dalam konteks rehabilitasi lahan.
Mengapa regulasi tak menganggap penting pengayaan tanaman sebagai satu dari lima kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan?
Mungkin karena pengayaan tanaman paling sulit diukur kinerja dan keberhasilannya. Pengertian dan definisi hutan rawang yang menjadi sasaran pengayaan tanaman hutan tidak jelas. Potensi sebaran tegakan pohon per hektare kurang dari 700 batang tak mendapat penjelasan lebih lanjut sehingga multitafsir dan bisa tumpang-tindih dengan pengertian lahan kritis dalam kawasan hutan.
Keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan biasanya bersandar pada kegiatan reboisasi, penghijauan, dan penerapan teknik konservasi tanah, karena lebih mudah dipantau, dievaluasi, dan dikendalikan. Unsur lain keberhasilan rehabilitasi secara kualitatif adalah partisipasi masyarakat terhadap kegiatan penanaman rehabilitasi lahan itu sendiri.
Untuk menjadi dewasa, pohon butuh waktu tumbuh sejak dari bibit. John Wyatt-Smith, ahli ekologi hutan dari Inggris, mengklasifikasikan proses terjadinya pohon menjadi empat tahap pada 1963: seedling (semai), kecambah sampai setinggi 1,5 meter; sapling (sapihan, pancang) permudaan yang tinggi 1,5 meter dan lebih sampai pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 sentimeter; pole (tiang) yaitu pohon muda yang berdiameter 10-35 sentimeter; trees (pohon dewasa), yang berdiameter di atas 35 sentimeter.
Setiap tahapan tumbuh pohon rata-rata membutuhkan waktu 4-5 tahun. Sehingga pohon dewasa adalah pohon dengan usia 15-20 tahun. Pohon dewasa dianggap sebagai pohon yang telah berfungsi dengan sempurna, seperti menyerap dan menyimpan karbon serta menciptakan iklim mikro jika berbentuk hutan.
Artinya, keberhasilan sebuah kegiatan rehabilitasi jika bisa mempertahankan penanaman pohon hingga tumbuh berusia minimal 15 tahun.
BACA: Kesalahan-Kesalahan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Sementara keberhasilan teknik konservasi tanah adalah besarnya sedimentasi akibat erosi tanah sebelum dan sesudah pembuatan bangunan konservasi tanah. Apabila terjadi penurunan sedimentasi yang signifikan secara kuantitatif dalam jangka waktu tertentu (5-10 tahun) penerapan teknik konservasi tanah bisa disebut berhasil.
Bagaimana dengan tingkat keberhasilan pengayaan tanaman hutan? Belum ada ukurannya yang jelas secara regulasi dan teori.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :