Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 10 September 2022

Solusi Pencemaran Udara Lintas Negara  

Pencemaran udara lintas negara jadi problem krusial hari ini. Udara tak mengenal wilayah.  

Cerobong asap batu bara (Foto: Digifly/Pixabay)

PENCEMARAN udara lintas negara atau wilayah, dikenal dengan transbondary air pollution, menjadi bahasan khusus dalam acara The International Day of Clean Air for Blue Skies pada 8 September 2022 di Bangkok, Thailand. Acara ini digagas untuk merancang solusi berbasis data mengatasi pencemaran udara.

Pencemaran udara yang dihasilkan di satu tempat bisa berpindah ke tempat lainnya mengikuti pergerakan angin. "Pencemaran yang diproduksi negara-negara di Pasifik bisa berpindah 400-500 kilometer per hari pada musim panas,” kata Fadhly Zakiy, Project Manager for Air Quality and Cities, WRI Indonesia, dalam jumpa pers virtual, 8 September 2022.

Konstruksi Kayu

Fadhly yang hadir dalam acara di Bangkok itu menjelaskan bahwa negara-negara lain sudah memiliki sistem peringatan dini terkait bahaya pencemaran udara. Ia bercerita delegasi dari Korea Selatan dalam pertemuan itu menjelaskan bahwa Seoul memiliki sistem peringatan dini ketika udara di ibu kota sangat parah.

Menara Namsam, menara kedua tertinggi di Seoul yang bisa dilihat di seantero kota, akan menyalakan lampu merah ketika udara sangat buruk. "Jika lampu menyala merah di menara itu berarti penduduk terlarang beraktivitas di luar ruangan kecuali memakai masker,” kata Fadhly.

Menurut Fadhly, Seoul rentan terpapar yellow dust atau debu kuning dari Cina, yang membawa pasir gurun serta partikulat pencemar lainnya ke ibu kota K-Pop ini. “Kuningnya itu bukan hanya debu dan pasir, tetapi senyawa berbahaya dan logam berat yang ada di udara dari pembakaran pabrik-pabrik di Tiongkok,” kata Fadhly.

Karena itu, kata Fahdly, upaya mencari solusi terhadap polusi udara tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri oleh setiap kota atau negara. Saat ini WRI tengah berkolaborasi mencari solusi mencegah pencemaran udara lewat program Clean Air Catalyst.

Clean Air Catalyst merupakan proyek pilot lima tahun untuk mengatasi pencemaran udara kolaborasi WRI, USAID dan Vital Strategies. Proyek ini digelar di tiga kota dunia. Selain Jakarta, ada Nairobi (Kenya) dan Indore (India).

Muhammad Shidiq, Kepala Proyek Kualitas Udara WRI sekaligus Kepala Tim Clean Air Catalyst Jakarta, mengutip OECD Report yang menyebutkan bahwa polusi udara berpotensi memicu penurunan 1% sampai 2.5% GDP di sejumlah negara Asia pada 2060.

Menurut Shidiq, solusi untuk mengatasi kerusakan kualitas udara adalah dengan mendorong kebijakan-kebijakan pencegahan polusi udara, seperti regulasi emisi kendaraan, ambang batas emisi pabrik, dan pengaturan wilayah pemukiman-industri.

Jakarta kerap memberikan kontribusi yang paling tinggi terhadap ekonomi nasional. Data terakhir pada tahun 2021, Jakarta menyumbang 17,19% terhadap ekonomi nasional. Namun, banyaknya kepentingan yang beragam menjadikan Jakarta rentan terhadap polusi udara yang mengancam 10,6 juta jiwa warganya.

Dari sumber pencemar, Jakarta dikelilingi oleh banyak kota satelit industri besar (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) dengan pabrik-pabrik dan kepentingan manufaktur di mana orang-orang di kota-kota ini melakukan perjalanan pulang-pergi. Selain itu pembangkit listrik (kebanyakan berbasis batubara) juga menghasilkan polutan udara berbahaya yang berdampak pada Jakarta.

Dalam laporan pada 2021, WHO menyebutkan paparan polusi udara menyebabkan kematian dini 7 juta orang setiap tahun. Pada anak-anak pencemaran udara menyebabkan berkurangnya fungsi dan perkembangan paru-paru, infeksi pernafasan, asma. Pada dewasa, penyakit jantung iskemik dan stroke merupakan penyebab umum kematian dini sebagai akibat dari polusi udara.

Kualitas udara yang buruk berdampak negatif terhadap kesehatan penduduk, sehingga di tahun 2015 sebagian besar angka kematian yang terjadi secara global disebabkan oleh polusi udara ambient, yang 35% terjadi di Asia Timur dan Asia Pasifik, dan sekitar 33% terjadi di Asia Selatan. "Pencemaran udara berpotensi menurunkan kualitas kesehatan, menyebabkan kematian dini, dan menurunkan produktivitas masyarakat," kata Muhammad Shidiq.

Studi Globcon Report di tahun 2020 menunjukkan bahwa kanker paru-paru adalah penyebab terbesar kematian yang terkait dengan kanker pada penduduk laki-laki dan perempuan di ASEAN, yaitu sejumlah 109.520. Sementara kanker paru-paru erat kaitannya dengan kualitas udara yang terhirup manusia.

Berdasarkan studi dari World Air Quality Report di tahun 2020, dari 40 kota-kota yang paling terdampak polusi dan pencemaran udara di dunia, 37 di antaranya ada di Asia Selatan.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain