PERHUTANAN sosial telah memasuki tahun ke-8 di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Perhutanan sosial merupakan bentuk reforma agraria di bidang kehutanan berupa pemberian akses kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan mengelola hutan negara.
Sebelum era Jokowi, perhutanan sosial adalah pemberian akses menggarap hutan negara melalui pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dengan skema hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan kemitraan kehutanan. Perhutanan sosial menambahkan dua skema pada 2016: hutan adat dan hutan tanaman rakyat.
Ada tiga pilar penentu keberhasilan perhutanan sosial, yaitu masyarakat mau dan mampu membentuk kelompok atau gabungan kelompok; kesiapan, kemampuan dan ketrampilan penyuluh kehutanan dan pendamping kegiatan perhutanan sosial; kesiapan, kemauan dan kemampuan pemerintah memfasilitasi perizinan, permodalan, hingga pemasaran komoditas petani.
Dalam ilmu penyuluhan kehutanan, peningkatan dan pengembangan kapasitas masyarakat sekitar hutan hanya bisa dilakukan melalui basis pemberdayaan kelompok tani hutan. Dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.89/2018 kelompok tani hutan didefinisikan sebagai kumpulan petani yang mengelola usaha di bidang kehutanan di dalam dan di luar kawasan hutan.
Meski kelompok tani hutan yang mengelola usaha kehutanan di luar kawasan hutan sulit diidentifikasi, KTH mereka biasanya lebih maju dan cepat berkembang dibandingkan KTH di dalam dan sekitar hutan. Usaha KTH di luar kawasan hutan umumnya pembibitan tanaman kehutanan, hutan rakyat, budi daya lebah madu, agroforestri hasil hutan bukan kayu.
Sementara KTH di dalam dan di sekitar hutan pada umumnya bergerak dalam kegiatan hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Berdasarkan statistik Pusat Penyuluhan KLHK terakhir, jumlah KTH di seluruh Indonesia sebanyak 30.536 kelompok. Lebih dari 6.000 KTH berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan.
Berdasarkan target kelompok usaha perhutanan sosial 2014-2019 sebanyak 5.000 unit, realisasinya 6.411 kelompok. Namun, baru 30% realisasi luas perhutanan sosial dari target 12,7 juta hektare. Jika seluruh lahan indikatif itu terdistribusi, pemerintah menghitung akan melibatkan 3 juta keluarga atau 12 juta jiwa.
Ukuran lain keberhasilan kelompok usaha perhutanan sosial adalah kemandirian kelompok. Pemerintah mengklasifikasikannya menjadi empat: blue, silver, gold, platinum.
Kategori KUPS blue menunjukkan kelembagaannya baru tahap awal. KUPS silver jika pendampingan baru mencakup pembinaan kelembagaan dan pengelolaan areal. KUPS gold jika kelompok tani berhasil dalam aspek kelembagaan, kawasan, dan usaha. Platinum yang paling bagus: jika KUPS telah memiliki pasar yang stabil baik nasional maupun internasional.
Menurut data Go KUPS 2021, KUPS blue dan silver 93,21%. Ini mengindikasikan perhutanan sosial yang telah berjalan delapan tahun belum bisa mengentaskan kemiskinan masyarakat di sekitar hutan secara signifikan.
Pelaksanaan kegiatan perhutanan sosial perlu didorong dan difasilitasi oleh berbagai pihak terutama pemerintah daerah agar KUPS yang sudah terbentuk mampu mandiri menjalankan usahanya dengan menemukan pasar yang stabil.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :