MANUSIA adalah spesies yang bisa bertahan hidup dari masa ke masa. Dengan pengetahuan, Homo sapiens praktis kini jadi penguasa bumi, seperti diringkas Yuval Noah Harari dalam Sapiens. Cara manusia bertahan hidup dengan memanfaatkan tumbuhan dipelajari dalam ilmu etnobotani. Apa itu etnobotani?
Ervizal AM Zuhud, guru besar bioprospeksi dan konservasi tumbuhan tropika Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, menerangkan bahwa etnobotani adalah ilmu yang mempelajari interkasi manusia dengan tumbuhan yang sudah ada sejak nenek moyang. Homo sapiens mempelajari keadaan sekeliling lalu memanfaatkannya untuk bertahan hidup.
Melalui pengalaman, pengetahuan itu terus berkembang sehingga manusia mampu membedakan dan mengelompokkan jenis-jenis tumbuhan. Dengan cara coba-coba, manusia bisa menemukan tanda dari berbagai jenis tumbuhan itu. Sebagai contoh jika tumbuhan berwarna merah, tumbuhan itu berkhasiat untuk menambah darah atau beracun.
Di zaman modern, pengetahuan tentang berbagai manfaat tumbuhan kebanyakan diketahui oleh masyarakat adat. Masyarakat adat secara turun temurun memegang pengetahuan adat yang dimiliki untuk bertahan hidup di alam.
“Masyarakat adat punya pengetahuan dan pengalaman yang hebat dalam mengetahui berbagai jenis tumbuhan baik untuk obat atau makanan sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidupnya secara pribadi di alam tanpa pengaruh dari luar dengan manajemen adat yang hebat pula,” kata Ervizal.
Cara mengelola informasi secara turun-temurun cukup berisiko. Informasi bisa terputus akibat perubahan sosial. Karena itu pendataan informasi manfaat tumbuhan sangat penting untuk dicatat dan disimpan.
Indonesia memiliki sekitar 1.340 suku. Menurut Ervizal, saat ini hampir sebagian besar tumbuhan berguna sudah terdata sejak zaman Belanda. “Semuanya tercatat dalam buku Tumbuhan Berguna Indonesia sebanyak 4 jilid karya K. Heyne,” kata Ervizal.
Perguruan tinggi di tiap daerah, karena itu, akan berperan sangat penting untuk mengawal pengetahuan lokal atau adat dalam seluruh aspek.
Untuk mengabadikannya, negara harus menyediakan anggaran untuk mengawal pendataan pengetahuan lokal melalui perguruan tinggi mulai dari antropologi sampai ke ekologinya. Hal tersebut diupayakan untuk pengembangan daerah ke jalan yang benar sesuai dengan kaidah keberlanjutan atau kesejahteraan.
Putusnya pengetahuan etnobotani bisa karena anggapan dan asumsi bahwa masyarakat adat komunitas terbelakang. Anggapan ini yang membuat perlindungan terhadap masyarakat adat dan pengetahuan yang dimilikinya menjadi kurang.
Di negara barat, ilmu pengetahuan diterapkan pada masyarakat tradisional dan dikembangkan sesuai sumber daya lokalnya. Misalnya keju. Keju adalah makanan tradisional negara barat sejak lama. Saat ini keju eksis bahkan mendunia dengan teknologi pembuatan keju yang modern.
“Kalau kita enggak," kata Ervizal. "Kita menganggap sagu itu kampungan, ubi jalar itu kampungan, jawawut kampungan, sorgum kampungan. Ini yang membuat Indonesia terpuruk hari ini, makanan banyak melimpah di alam tapi kita terobsesi dengan makanan lain."
Menurut Ervizal, ini kekeliruan besar Indonesia. Negara barat, kata dia, patuh dengan apa yang tumbuh di negaranya lalu dikembangkan dengan teknologi canggih, tapi bahan baku tetap dari sumber daya lokal.
Hal tersebut menerangkan bahwa etnobotani tidak hanya penting bagi pengetahuan pemanfaatan tumbuhan tetapi juga penting dalam upaya menuju ketahanan pangan Indonesia. "Jika pengetahuan lokal bisa diketahui dan dikembangkan maka dalam waktu lima tahun ke depan, paling tidak masing-masing daerah sudah mandiri pangan dengan sumber daya lokal yang ada," kata Ervizal.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :