SEPERTI cinta lama bersemi kembali atau cinta lama belum kelar, pemerintah Norwegia kembali menandatangani kerja sama dengan Indonesia terkait mitigasi krisis iklim melalui perdagangan karbon.
Pada 10 September 2021 pemerintah Indonesia memutus kerja sama pengurangan emisi karbon melalui reduksi deforestasi dan degradasi lahan. Kerja sama sebelas tahun itu putus tanpa pembayaran oleh Norwegia atas karbon yang berhasil diturunkan oleh Indonesia.
Pada 12 September 2022, dua perwakilan pemerintah duduk kembali satu meja menandatangani kerja sama itu. Norwegia, seperti perjanjian terdahulu, akan membayar usaha Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui perlindungan hutan.
Perjanjian kerja sama ini lebih dari sekadar kesepakatan kontribusi berbasis hasil (RBP), juga mencakup keterlibatan yang lebih luas pada isu-isu iklim dan hutan di Indonesia, termasuk mendukung FOLU Net Sink 2030 pada aspek tata kelola. Program kerja sama ini akan mendukung upaya penurunan emisi Indonesia yang diverifikasi pihak ketiga—hal yang membedakan dengan perjanjian lama—dari tahun 2016 hingga 2020.
Dengan perjanjian baru ini, Norwegia melihat peran dan posisi penting Indonesia dalam menurunkan emisi karbon dunia.
Penelitian Departemen Teknik Sipil di University of Hongkong dan Southern University of Science and Technology mendeteksi hilangnya karbon tropis selama dua dekade terakhir karena penggundulan hutan yang berlebihan. Kehilangan simpanan karbon hutan tropis di seluruh dunia naik 0,97 miliar ton per tahun pada 2001-2005 menjadi 1,99 miliar ton per tahun pada 2015-2019.
Bersama dengan Brazil dan Republik Demokratik Kongo, Indonesia merupakan benteng terakhir hutan tropis yang punya peran krusial mengendalikan pemanasan global. Menurut riset Nature Conservancy di jurnal Nature Sustainability tahun 2021, gambut Indonesia punya konsentrasi simpanan karbon yang besar.
Juga mangrove sebagai habitat karbon biru, yang luasnya seperempat mangrove dunia. Kawasan pesisir Indonesia dan menyimpan besar cadangan karbon besar, 3-5 kali dari cadangan karbon hutan daratan yang terlebat. Hutan sekunder mangrove mampu juga dinilai menyimpan karbon 54,1-182,5 ton karbon setiap hektare.
Dengan posisi penting dalam penurunan emisi karbon global tersebut, Indonesia mempunyai posisi tawar yang tinggi dalam skema perdagangan karbon (carbon trade) maupun kerja sama karbon melalui kontribusi berbasis hasil (result based payment) reduksi deforestasi.
Dalam dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, sebagai panduan dan kata kunci pengendalian perubahan dan krisis iklim sektor lahan, masalah pendanaan (dukungan anggaran) menjadi masalah krusial bagi Indonesia.
Ada tiga sumber pendanaan FOLU Net Sink 2030: perdagangan karbon di pasar dalam dan luar negeri, non perdagangan karbon melalui APBN, APBD, investasi swasta, hibah dalam dan luar negeri, serta pembayaran berbasis hasil (RBP-REDD+) dari dunia internasional, nasional dan sub nasional.
Dengan menggunakan standar biaya aksi mitigasi sektor FOLU yang tercantum dalam dokumen peta jalan implementasi NDC biaya FOLU net sink hingga 2030 sebesar Rp 204.02 triliun. Skema pendanaan pembayaran berbasis hasil (RBP-REDD+), menjadi peluang menjanjikan untuk menggaet pendanaan dalam rangka pelaksanaan FOLU Net Sink 2030.
Skema RBP ini tidak hanya berlaku untuk kerja sama dengan pemerintah kerajaan Norwegia saja, pemerintah perlu proaktif menggandeng negara-negara maju yang mempunyai komitmen tinggi dengan penurunan emisi karbon ini untuk bekerja sama dengan format baru.
Karena itu, secara simultan, perdagangan karbon dan pajak karbon perlu segera disahkan melalui regulasi. Kerja sama perdagangan karbon Indonesia-Norwegia adalah contoh bagus saling bantu dalam mitigasi iklim.
Perdagangan karbon dengan Norwegia penting sebagai contoh kerja sama bilateral dalam mencegah pemanasan global. Jika berhasil, bisa ditiru oleh negara lain.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :