PROGRAM besar mitigasi krisis iklim di sektor kehutanan dan penggunaan lahan adalah FOLU net sink 2030. FOLU net sink adalah penurunan emisi karbon sektor kehutanan dan penggunaan lahan melalui rehabilitasi, restorasi, dan reforestasi hutan yang rusak sehingga penyerapan karbonnya lebih banyak dibanding yang dilepaskannya dari sektor ini.
Pelepasan emisi karbon dari sektor kehutanan erat kaitannya dengan penggunaan lahan. Pelepasan emisi karbon menjadi gas rumah kaca terjadi melalui kebakaran hutan, pengelolaan hutan tak lestari, degradasi lahan, deforestasi, maupun konversi hutan menjadi nonhutan.
Ada delapan strategi penurunan emisi melalui FOLU net sink. Sektor kehutanan hendak menurunkan emisi sebanyak 17,2% sektor kehutanan dari 714 juta ton prediksi emisi karbon sektor ini pada 2030.
Menurut dokumen operasional FOLU net sink, sektor kehutanan dan penggunaan lahan (FOLU) hendak mencapai emisi negatif sektor kehutanan sebesar 140 juta ton. Artinya, emisi yang bisa diserap sektor kehutanan sebanyak 140 juta ton dibanding emisi yang dilepaskan di sektor ini.
Maka jika sektor kehutanan dan penggunaan lahan hendak menurunkan emisi 497 juta ton pada 2030 dalam skenario penurunan emisi nasional 29%, sektor kehutanan harus mampu menyerap emisi 357 juta ton setara CO2. Sebab, pada 2030 emisi sektor kehutanan jika target mitigasinya berhasil tinggal 217 juta ton.
Programnya membutuhkan peran banyak pihak: pemerintah pusat, pemerintah daerah, industri, pengusaha, hingga individu. “Kendaraan penting menggalang dukungan dan partisipasi stakeholder adalah dengan komunikasi publik,” kata Sarwono Kusumaatmaja, Ketua Dewan Pertimbangan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam sebuah Pojok Iklim, acara rutin KLHK tentang mitigasi iklim sektor lahan. “Peran jurnalisme amat penting untuk membumikan program FOLU net sink.”
Sarwono menekankan perlunya penerapan komunikasi yang tepat sehingga FOLU net sink tak dianggap kebijakan yang keliru dan “dibesar-besarkan oleh kepentingan lain dan menjadi negatif.”
KLHK masih memakai definisi “berita negatif” dan “berita positif” dalam menganalisis pemberitaan media massa atau isu serta opini publik.
Menurut catatan Biro Hubungan Masyarakat KLHK, selama 2022 ada 39% berita positif, 33% berita negatif, dan 28% berita netral dari 158.160 publikasi media online. Sementara untuk statistik media cetak ada 4.797 berita lingkungan hidup dari 151 media dengan 44% berita positif, 24% berita negatif, dan 32 berita netral.
Negatif dan positif berasal dari sudut pandang KLHK. Berita yang mengkritik kebijakan pemerintah akan digolongkan ke dalam keranjang “berita negatif”. Sebaliknya, berita yang memuji kebijakan pemerintah dimasukkan ke dalam kotak “berita positif”.
“Tujuan Humas tak sekadar mengelola strategi komunikasi dan membangun hubungan dengan stakeholder, juga mendorong citra positif dan dukungan publik,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Nunu Anugerah.
Untuk media online, KLHK mencatat berita paling tinggi sejak awal tahun pada bulan Juli dan Agustus, terkait dengan cuaca dan gelombang panas yang melanda dunia. Sementara untuk media cetak, pada bulan Juni terutama karena ada perayaan Hari Lingkungan Hidup.
Berita FOLU net sink, kata Nunu, masih dikemas dengan pemberitaan positif di media online maupun cetak. Tantangannya, menurut dia, rumitnya konsep dan program itu tanpa menyajikan data survei penerimaan pembaca terhadap berita FOLU net sink. “Tidak boleh menyederhanakan sesuatu yang rumit,” kata dia. “Lebih baik mengelompokkan segmentasi khalayaknya.”
Karena itu, Humas KLHK memilah pembaca rilis atau berita dari lembaganya berdasarkan gradasi pengetahuan. Menurut dia, mengemas informasi untuk publik melalui media massa dan media sosial berbeda dengan kemasan informasi kepada peneliti, lembaga pemerintah, maupun asosiasi.
KLHK mencatat Twitter sebagai platform menyiarkan isu lingkungan paling populer, diikuti Facebook, Instagram, dan YouTube.
Trisna Megawati, Humas Asosiasi Pengelola Hutan Indonesia (APHI), menambahkan sektor swasta sebagai satu pilar kecil dalam narasi besar FOLU net sink. “Agar mendukung penurunan emisi setara karbon, yang terpenting menyampaikan pesan yang tepat kepada orang yang tepat,” kata Trisna.
Menurut dia, komunikasi kebijakan FOLU net sink mesti mendorong perubahan perilaku masyarakat hingga tingkat tapak. Caranya dengan informasi dan pengetahuan yang membuat mereka setuju dengan informasi tersebut.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :