LONTAR adalah salah satu jenis palem yang kerap kali dimanfaatkan masyarakat. Nama lain lontar adalah siwalan. Tumbuhan dengan nama latin Borassus flabellifer L. tersebar hampir di seluruh Indonesia, terutama pada pulau Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Jenis palem lontar bisa menunjang berbagai kebutuhan masyarakat, dari sandang, pangan, maupun papan. Sebab, sebagian besar bagian pohon lontar bisa dimanfaatkan.
Lontar merupakan jenis tumbuhan tradisional yang sering ditanam secara sengaja oleh masyarakat di beberapa daerah karena memiliki beragam manfaat. Bagian siwalan yang sering digunakan masyarakat adalah daun lontar, pelepah, bunga, dan buah. Hasil olahan lontar paling tenar adalah nira dengan menyadap bunganya.
Nira yang telah disadap bisa diolah menjadi beberapa produk turunan seperti gula merah, tuak, bahkan etanol untuk campuran bahan bakar mesin.
Selain nira, buah lontar juga bisa dimakan secara langsung. Buah lontar sering dijadikan olahan beberapa jenis makanan. Makanan olahan lontar berupa kue dan es. Karena itu ada beragam manfaat lontar yang membuat masyarakat sejak lama membudidayakannya. Di zaman kerajaan, para empu menulis risalah di daun lontar.
Salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya masih memanfaatkan lontar untuk kehidupan sehari-hari adalah masyarakat Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pulau Rote sering dijuluki “Nusa Lontar”, julukan ini diberikan karena hampir semua kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi oleh lontar baik batang, pelepah, daun, bunga, hingga buah.
Dalam tradisi orang Rote, ketika seorang bayi lahir, sebelum diberikan asi oleh ibunya, mereka terlebih dahulu akan diberikan nira dari pohon lontar.
Pelepah dan daun lontar sering dimanfaatkan masyarakat Pulau Rote sebagai bahan baku dalam membuat rumah secara tradisional. Atap pada rumah tradisional di Pulau Rote sering menggunakan daun lontar yang disusun rapi sehingga dapat tahan terhadap hujan dan panas, sedangkan batang lontar biasanya dipakai sebagai lapisan kayu rapat yang dikenal dengan “bebak”.
Penduduk Pulau Rote juga menjadikan daun lontar sebagai bahan baku kerajinan, seperti topi, sapu, sendal, bahkan alat musik.
Topi dan alat musik dari daun lontar menjadi salah satu kearifan lokal dari masyarakat Rote dan sudah menjadi budaya yang diwariskan secara turun temurun. Topi yang dihasilkan dari daun lontar dikenal dengan “Ti’i langga”, sedangkan alat musik dikenal dengan “Sasando” yang dimainkan dengan cara dipetik.
Di pulau Rote lontar menjadi salah satu tumbuhan khas yang bisa kita jumpai hampir di sepanjang jalan pulau ini.
Pemanfaatan lontar oleh masyarakat Pulau Rote merupakan salah satu dari warisan budaya Indonesia. Untuk menelaah manfaatnya secara ekonomi, perlu analisis ilmiah seperti analisis rantai pasok sehingga masyarakat mendapatkan manfaat secara moneter dengan membudidayakan dan memanfaatkan lontar.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :