Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 22 September 2022

Penyebab Pencemaran Udara Jakarta

Jakarta menyiapkan aturan baru pengendalian pencemaran udara atau SPPU. Pelaksanaan gugatan masyarakat.

Ilustrasi pencemaran Jakarta (credit: Andra)

PEMERINTAH Jakarta sedang menyiapkan aturan baru mengendalikan pencemaran udara. Aturan baru ini diberi nama Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU). Penyusunannya berdasarkan hasil inventarisasi emisi untuk mengungkap penyebab pencemaran udara Jakarta.

Penyusunan SPPU, sebelumnya disebut Desain Besar Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU), melibatkan para ahli dari Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Nasional (Itenas). “SPPU ini akan diformalkan menjadi peraturan Gubernur Jakarta untuk mempercepat implementasi dari rencana aksi yang ada,” kata Asep Kuswanto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakatya, 21 September 2022.

Konstruksi Kayu

Menurut Asep, SPPU merupakan upaya Jakarta melaksanakan amar putusan citizen lawsuit (gugatan warga negara) tentang pencemaran udara yang diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021.

Pada 2019, sebanyak 22 penduduk Jakarta menggugat Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat atas pencemaran udara yang terjadi di Jakarta.

Hasil inventarisasi emisi yang dilakukan Pemerintah DKI Jakarta Bersama Vital Strategies pada 2020 menggunakan data pencemaran udara pada 2018, menemukan tujuh polutan utama pencemar udara Jakarta, yaitu:

  • SO2 sebesar 4.256 ton yang 61,96% disebabkan oleh industri
  • NOx sebesar 106.068 ton yang 72,4% disebabkan oleh kendaraan bermotor
  • CO sebesar 298.171 ton yang 96,36% disebabkan oleh kendaraan bermotor
  • PM10 sebesar 8.817 ton yang 57,99% disebabkan oleh kendaraan bermotor
  • PM2,5 sebesar 7.852 ton yang 67,04% disebabkan oleh kendaraan bermotor
  • BC alias karbon hitam sebesar 6.006 ton yang 85,48% disebabkan oleh kendaraan bermotor
  • NMVOC sebesar 201.871 ton yang 98.4% disebabkan oleh kendaraan bermotor

Pada Agustus lalu, Kualitas Udara dan Kesehatan Kota 2022 yang dipublikasikan State of Global Air Report juga menyebutkan bahwa Jakarta adalah kota dengan konsentrasi PM2,5 keenam terbesar di dunia dengan rata-rata paparan 67,3 µg/m3 tahunan.

WHO telah menentukan nilai ambang batas PM2,5 di udara sebesar 5 µg/m3 rata-rata tahunan dengan target interim 35 µg/m3

Bahkan bila mengukur melalui aturan nilai ambang batas PM2,5 Indonesia yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2021 sebesar 15 µg/m3 rata-rata tahunan. Pencemaran akibat PM2,5 di Jakarta tetap melampaui ambang batas.

Padahal, pencemaran PM2,5 termasuk yang paling berbahaya. PM2,5 berbentuk partikel halus berukuran 2,5 µm atau setara sehelai rambut dibelah 20. Partikel ini bisa terhirup dan mengendap di saluran pernapasan bagian bawah, bahkan bisa masuk ke dalam aliran darah yang menyebabkan berbagai penyakit.

Dalam jangka panjang paparan polutan PM2,5 bisa menyebabkan penyakit jantung iskemik, kanker paru-paru, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), infeksi saluran pernafasan bagian bawah, stroke hingga diabetes tipe 2.

Asep menjelaskan ada tiga strategi dan 75 rencana aksi dalam SPPU Jika dilakukan, aksi itu akan menghasilkan penurunan dari inventarisasi emisi 2020 yaitu: SO2 sebesar 16%, NOx sebesar 34%, CO sebesar 40%, PM10 sebesar 56%, PM2,5 sebesar 41%.

Strategi itu antara lain peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara yaitu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas inventarisasi emisi berkelanjutan, peningkatan sistem pemantauan dan evaluasi mutu udara,.

Selain itu, ada pula strategi pengurangan emisi pencemar udara dari sumber bergerak yaitu dengan mendorong peremajaan angkutan umum, pengembangan transportasi lalu lintas, uji emisi kendaraan bermotor dan pengembangan Kawasan rendah emisi.

Pengurangan emisi juga dilakukan dari sumber tidak bergerak seperti meningkatkan luasan ruang terbuka hijau (RTH) yang seharusnya mencapai 30% dari total wilayah kota. Juga pembangunan infrastruktur ramah lingkungan.

Sebelum Peraturan Gubernur tentang pengendalian pencemaran udara Jakarta ini diresmikan, pemerintah DKI sebenarnya memiliki Instruksi Gubernur Nomor 66 tahun 2019 tentang pengendalian kualitas udara. 

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain