LAPORAN BirdLife International dalam State of the World’s Birds 2022 mengungkap fakta bahwa 1 dari 8 jenis burung terancam punah. Kajian yang diterbitkan tiap empat tahun itu merupakan ringkasan dari penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.
Karena burung adalah kelompok hewan vertebrata yang paling banyak dipelajari, kajian ini bisa memberikan gambaran tentang keadaan alam secara lebih umum.
Laporan itu menyebutkan bahwa daftar merah IUCN menyebutkan 49% (5.412) dari total jenis burung secara global (10.998) menurun. Sementara 38% (4.234) stabil, hanya 6% (659) yang meningkat dan 6% (693) memiliki tren yang tidak diketahui.
Dari total semua jenis burung, 1.409 spesies dianggap terancam (threatened): 755 terdaftar sebagai rentan (vulnerable), 423 masuk kategori terancam punah (endangered) dan 231 berstatus kritis (critically endangered). “Ini setara dengan 12,8% spesies burung atau satu dari delapan spesies burung,” tulis laporan yang diterbitkan pada 28 September 2022 itu.
Sementara itu sebanyak 1,002 spesies dikategorikan hampir terancam (near threatened), yang artinya spesies ini Mendekati ambang batas untuk kualifikasi sebagai global terancam yaitu lebih dari seperlima burung dunia (21,9%).
Laporan itu menyebutkan bahwa setidaknya 187 dipastikan punah sejak tahun 1500. Sebagian besar dari jenis burung yang punah adalah burung-burung spesies endemik yang hanya hidup di pulau-pulau. “Tetapi sekarang ada kecenderungan burung yang akan punah di daratan yang lebih luas, terutama di daerah tropis,” tulis laporan tersebut.
Dalam daftar 10 besar negara dengan spesies burung paling terancam, Indonesia ada di peringkat pertama (162 species), diikuti Brazil, Kolombia, Peru dan Cina. Lalu India, Filipina, Amerika Serikat, Ekuador dan Meksiko.
Berdasarkan pemetaan ancaman, yang terbesar adalah perburuan dan penangkapan, Sebanyak 45% spesies dieksploitasi manusia, 40% dijadikan hewan peliharaan dan 15% dijadikan makanan. Ancaman pada burung juga terjadi untuk dijadikan olah raga berburu, ornamen hingga jadi obat tradisional.
Setidaknya 187 jenis burung dipastikan atau diduga telah punah sejak 1500. Sebagian besar merupakan spesies endemik yang hidup di pulau-pulau, meskipun ada peningkatan burung sekarang akan punah di daratan yang lebih besar, terutama di daerah tropis.
Di Etiopia, misalnya, konversi padang rumput menjadi lahan pertanian telah menyebabkan penurunan 80% pada larks Liben endemik sejak 2007. Hanya 6% spesies burung yang meningkat secara global.
Penelitian terkini di sekitar Eropa telah mengungkapkan bahwa diperkirakan 11-36 juta burung dibunuh atau diambil secara ilegal setiap tahun di wilayah Mediterania. Di Asia Tenggara, penelitian terbaru menyebutkan burung pekicau lebih banyak di penangkaran (66-84 juta) di pulau Jawa Indonesia iketimbang di alam liar.
Sejak 1970, sebanyak 2,9 miliar burung (29% dari total) telah dimusnahkan di Amerika Utara. Gambaran ini sama suramnya di bagian lain dunia – sejak tahun 1980, setidaknya 600 juta burung (19%) telah dimusnahkan di Eropa, dengan spesies yang sebelumnya melimpah tergelincir menuju kepunahan. Burung di kawasan ini sebagai akibat dari peningkatan mekanisasi, penggunaan bahan kimia dan konversi lahan menjadi tanaman. Di Australia, 43% spesies burung laut menurun antara tahun 2000 dan 2016.
Kebakaran hutan lebih menonjol dalam laporan ini daripada edisi sebelumnya, karena telah meningkatkan dan merusak habitat yang sebelumnya tidak terpengaruh. Gelombang panas, kekeringan, dan banjir dalam beberapa tahun terakhir yang merupakan dampak dari krisis iklim dapat mendorong kepunahan spesies yang meluas jika terus berlanjut.
Para peneliti memperingatkan dan menyoroti pentingnya mengatasi krisis alam dan iklim pada saat yang sama.
Covid-19 adalah peringatan yang nyata. Saat ini 70% penyakit zoonosis berasal dari satwa liar, yang intensitasnya diperkirakan terus naik akibat dampak krisis iklim.
Varian flu burung yang sangat berbahaya, hasil dari pertanian intensif, telah mendorong penurunan cepat pada beberapa populasi burung tahun ini. Lebih dari 300 wabah telah dilaporkan di koloni burung laut Inggris.
Burung-burung itu penanda sehatnya alam. Kehilangan burung-burung memberikan dampak yang berbahaya bagi keseimbangan ekosistem. Burung seperti Rangkong, misalnya, berperan menyebarkan benih besar di hutan tropis, sementara burung nasar merupakan pembuang sampah organik.
Burung laut membantu siklus nutrisi antara laut dan darat serta terumbu karang tetap sehat. Tiap jenis burung menjadi pertanda yang spesifik dalam perubahan lingkungan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :