Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 05 Oktober 2022

Rimbawan Harus Melek Politik 

Sumber daya alam terlalu besar dikelola sendiri oleh rimbawan. Perlu melek politik.

Rimbawan berpolitik

KOMITMEN profesi rimbawan dan kerimbawanan di lingkungan kehutanan dirasakan masih kuat dan cenderung tetap kuat serta lebih fanatik. Seolah-olah persoalan kehutanan dapat diselesaikan oleh profesi rimbawan sendiri.

Kekurangsadaran akan pentingnya peran profesi pihak lain yang lebih luas telah membuat profesi rimbawan menjadi apolitik atau tidak melek politik. Padahal kecerdasan dan keterampilan politik akan membuat tugas dan profesi rimbawan bisa diterima dan dilaksanakan dalam pengelolaan dan kehidupan bernegara.

Konstruksi Kayu

Berikut ini beberapa catatan saya dalam hal membangun rimbawan melek politik:

Politik adalah kepentingan dan kekuatan, bukan soal kebenaran. Paling banter soal kebaikan. Walaupun bukan berarti bahwa kepentingan, kekuatan atau kebaikan itu selalu tidak sama dengan kebenaran, bisa saja kebetulan sama, tapi memang kebenaran bukan komitmen politik.

Kekuatan sangat tergantung pada sistem politik. Atas nama sistem demokrasi, kekuatan sama dengan mayoritas suara votes, sebagai pressure forces. Maka berteman dengan banyak pihak adalah strategi yang lebih tepat daripada kecanggihan argumentasi keilmuan. Pertemanan itu dibutuhkan untuk membina kesesuaian dan kesamaan kepentingan, untuk membangun semangat saling membantu dan saling mendukung.

Status real kekuatan politik dalam sistem demokrasi Indonesia selama ini didominasi oleh para pengusaha besar dalam struktur oligarki, yang cenderung semakin meminggirkan kehutanan. Sementara itu rakyat yang juga cenderung semakin terpinggirkan, sesungguhnya adalah sangat potensial untuk memiliki kekuatan politik dominan dengan jumlah suara pemilih yang banyak. Sekarang ini di Indonesia dalam keadaan mengambang dan terpecah-belah. Profesi kehutanan hendaknya mengambil kesempatan strategis dengan cara merebut hati rakyat dengan memenuhi kepentingan utama mereka yakni kesejahteraan ekonomi, dengan mencari sebanyak-banyaknya teman yang seiring sejalan dan bersahabat dalam membangun kekuatan.

Kehutanan yang dekat dan bersahabat bagi masyarakat bukan lagi sebagai pihak lawan yang harus direbut dan dimusuhi, tapi teman dan pemberi yang baik hati. Yang diberikan dengan murah hati itu tidak harus selalu berupa lahan hutan, tapi bisa juga lapangan kerja dengan upah yang menarik dan kesempatan-kesempatan usaha yang produktif dan prospektif. Dalam suasana politik bersahabat seperti itu, profesi kehutanan bisa mengintegrasikan Perhutani dan rakyat dalam membangun ekonomi kehutanan baru yang kuat dan disegani.

Mereka yang tidak melek dan tidak bermain politik akan menjadi objek permainan politik. Ketidakmelekan politik rimbawan pada masa lalu telah memosisikan kehutanan lebih sebagai objek daripada subjek politik. Akhirnya terpaksa terhanyut oleh arus yang dibuat oleh para pihak pendukung oligarki. Perkembangan kesadaran masyarakat dan pemerintah di dunia tentang semakin beratnya beban permasalahan lingkungan dan biodiversity sesungguhnya telah memberi peluang dan dukungan kepada profesi kehutanan untuk membangun kerja sama politik dengan berbagai pihak, selain dengan masyarakat tersebut di atas.

Etika interaksi politik dalam sistem politik demokrasi sangat menentukan kemajuan dan kecepatan pencapaian tujuan pembangunan dan kesejahteraan. Michael Shermer dalam Scientific American Magazine (2010) menamakannya dengan “laboratorium demokrasi”.

Uraian mengenai etika berpolitik yang lebih luas saya tulis dalam artikel “Membangun Demokrasi” yang terbit dalam buku Pola Hidup Sejajar di halaman 46-49.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain