Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 13 Oktober 2022

Bencana Dominan 2022: Banjir dan Cuaca Ekstrem

Banjir dan cuara ekstrem diperkirakan jadi bencana iklim dominan tahun ini. Hingga 9 Oktober 3,1 juta orang terdampak.

Cuaca ekstrem akibat krisis iklim

BANJIR dan cuaca ekstrem diperkirakan jadi bencana dominan tahun ini. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sejak awal tahun hingga hingga 9 Oktober 2022, ada 2.718 peristiwa bencana. Banjir dan cuaca ekstrem menjadi bencana yang paling banyak terjadi, dengan rincian banjir 1.083 peristiwa dan cuaca ekstrem 867 peristiwa.

Selain banjir dan cuaca ekstrem, tanah longsor sebanyak 483 kejadian serta kebakaran hutan dan lahan 239 kejadian. Di luar itu ada gempa bumi dan gunung api serta gelombang pasang dan abrasi, masing-masing 21 kejadian. Adapun bencana kekeringan terjadi sebanyak 4 kejadian.

Konstruksi Kayu

“Akibat dari banyaknya bencana tersebut, sebanyak 160 orang meninggal, 28 hilang, 790 orang luka-luka dan 3.190.001 terdampak bencana,” kata Kepala BNPB Suharyanto dalam Rapat Koordinasi Nasional, Senin, 10 Oktober 2022.

Korban dan kerugian itu belum termasuk dengan kerugian materi seperti 31.170 rumah rusak, 882 fasilitas rusak, 501 fasilitas pendidikan rusak, 306 rumah ibadah rusak, 75 fasilitas kesehatan rusak, 137 kantor rusak dan 137 jembatan rusak.

Dalam rapat tersebut, Suharyanto mengingatkan pimpinan daerah, BPBD di tiap daerah, TNI dan Polri agar meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi cuaca ekstrem yang diperkirakan masih terjadi hingga Sabtu 14 Oktober 2022. "Penanggulangan bencana adalah standar pelayanan minimum di daerah," kata Suharyanto.

Sehingga kesiapan alat, perangkat, dan personel, kata dia, harus selalu diperiksa untuk menghadapi potensi bencana banjir bandang, angin kencang dan tanah longsor akibat cuaca ekstrem.

Sebelumya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengumumkan potensi hujan dengan intensitas sedang-lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang akan terjadi pada 9-15 Oktober 2022. Potensi cuaca hujan ekstrem ini diperkirakan merata di 34 provinsi, kecuali Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bahwa kondisi ini merupakan dampak dari aktifnya fenomena gelombang atmosfer seperti MJO (Madden Jullian Oscillation) yang berinteraksi dengan gelombang Rossby Ekuatorial dan gelombang Kelvin. “Kondisi-kondisi ini dapat meningkatkan pertumbuhan awan kumolonimbus,” kata Dwikorita.

Menurut Suharyanto, cuaca ekstrem yang terjadi sejak 3 hingga 9 Oktober itu sudah menimbulkan setidaknya 66 kejadian bencana hidrometerologi basah yang meliputi 35 kejadian banjir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem. Dampak dari kejadian di bulan Oktober itu, sudah ada 9 korban meninggal, 1 hilang dan 151.156 orang terdampak bencana.

Suharyanto mengingatkan agar pemerintah segera menerbitkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana.

Status itu memungkinkan semua pemangku kepentingan yang terlibat untuk menyalurkan bantuan dan dukungan untuk mengurangi dampak risiko, baik memininalisasi jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materi dan penghidupan lainnya. "Bantuan ini baru bisa masuk setelah daerah menetapkan status tanggap darurat," kata Suharyanto.

Cuaca ekstrem yang terjadi pada awal Oktober sudah diperkirakan akan terjadi oleh Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eddy Hermawan. "Cuaca ekstrem akan meningkatkan intensitas hujan ekstrem selama Desember 2022 hingga Februari 2023 di kawasan pantai utara Jawa dan sebagian pantai selatan Jawa,” kata Eddy.

Dalam jangka panjang, intensitas cuaca ekstrem diperkirakan naik terutama pada musim hujan bulan Desember hingga Februari yang mungkin berimplikasi pada peningkatan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir. Eddy menyebutkan bahwa tingginya gas rumah kaca di atmosfer menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain