MUSIM hujan adalah musim menabung air. Tabungan paling bagus adalah hutan sebagai penyerap alamiah air yang bisa menyeimbangkan neraca air. Apa itu neraca air?
Secara alami, air tawar yang jumlahnya 2,5% dari total air yang ada di planet ini berasal dari air hujan, yang masuk ke permukaan, masuk ke dalam tanah, atau mengalir melalui sungai. Proses alam menguapkan kembali air itu menjadi air hujan. Siklus itu terus terjadi seumur bumi.
Air hujan yang masuk dalam wilayah tangkapan air (catchment area) di sebuah daerah aliran sungai ditangkap oleh hutan lalu dialirkan masuk ke dalam tanah. Sebuah penelitian menyebutkan hutan berdaun jarum mampu membuat 60% air hujan terserap tanah. Sementara, hutan dengan pohon berdaun lebar mampu menyerap 80% air hujan.
Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis-lapis strata tajuknya makin tinggi pula air hujan yang terserap ke dalam tanah. Kawasan hutan lindung bahkan cagar alam, merupakan kawasan yang sangat efektif menyimpan air. Hutan lindung dan cagar alam sebagai bagian dari hutan konservasi merupakan kawasan lindung yang melindungi kawasan di bawahnya.
Karena itu hutan menjadi celengan dalam menabung air. Waduk adalah tabungan air yang dibuat manusia. Karena itu neraca air akan terganggu jika hutan menjadi rusak atau dikonversi menjadi bukan hutan. Alam sudah punya keseimbangannya sendiri.
Maka menyalahkan curah hujan yang menjadi penyebab bencana hidrometeorologi seperti banjir, kurang bijaksana. Curah hujan adalah variabel tetap (konstanta) yang tidak dapat diubah oleh manusia. Yang dapat diubah adalah variabel yang tidak tetap seperti mempertahankan dan menambah tutupan hutan dalam kawasan lindung agar kemampuan hutan menabung dan menyimpan air menjadi lebih besar dan meningkat.
Dari 120,3 juta hektare atau lebih dari 60% luas daratan Indonesia, wilayah yang masih tertutup hutan seluas 86,9 juta hektare. Sisanya 33,4 juta hektare berupa lahan terbuka, semak belukar, dan tanah telantar. Menurut The State of Indonesia's Forest 2020, dari 86,9 juta hektare yang masih punya kawasan lindung hanya 41,4 juta hektare, yang terdiri dari 17,4 juta hektare hutan lindung dan 24 juta hektare hutan konservasi.
Secara de facto pula, kawasan hutan yang masih bisa diharapkan dan berfungsi sebagai tabungan air hujan yang mampu menyeimbangkan neraca air tersisa 41,4 juta hektare atau 21,7% dari luas daratan Indonesia, berupa kawasan lindung. Batas aman kawasan lindung sebuah pulau adalah 30%.
Hutan Pulau Jawa dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.171 jiwa per kilometer persegi tersisa 19%. Sementara di Pulau Kalimantan 54,9% hutan dari luas daratan.
Daerah aliran sungai di Jawa juga kian memprihatinkan. DAS utama seperti Solo, Brantas, Citanduy, dan Citarum kian menyempit akibat permukiman dan invasi sampah. Jika DAS menyempit dan kian kehilangan fungsi, ia tak akan lagi mampu menopang kebutuhan manusia. Padahal, daerah aliran sungai amat penting menjadi penyangga hidup mahluk hidup di sekelilingnya. Keberlangsungan DAS amat ditopang kawasan lindung. Tanpa menyeimbangkan daya dukung lingkungan, dengan menambah luas hutan Pulau Jawa, penduduk yang tinggal di atasnya akan kian rentan terancam oleh bencana iklim.
Sementara itu, wadah atau celengan air hujan buatan manusia seperti waduk/bendungan, embung, danau/situ buatan juga sudah dibangun masih belum cukup. Sejak 2014 hingga telah dibangun bendungan yang sudah diresmikan sebanyak 29 bendungan dan tahun ini akan selesai lagi 38 bendungan dengan target sampai tahun 2024 lebih dari 61 bendungan.
Menabung air hujan juga sangat cocok untuk daerah yang bulan hujannya sedikit (kering). Namun, wadah tabungan air hujan yang paling efektif sebagai penyeimbang neraca air adalah wadah alami berupa kawasan lindung dalam kawasan hutan (hutan lindung dan hutan konservasi) dibanding dengan wadah air hujan buatan seperti bendungan dan embung berapa pun jumlahnya.
Ikuti perkembangan terbaru pembahasan tentang hutan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :