Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 25 Oktober 2022

3 Saran Implementasi Pajak Karbon

Pajak karbon baru berlaku 2025. Perlu tiga hal menyiapkannya.

Pajak karbon ditunda lagi (Ilustrasi: FD)

PEMERINTAH menunda penerapan pajak karbon hingga 2025. Karena itu pemerintah punya waktu cukup panjang menyiapkan pelbagai peraturan, dari peraturan pemerintah, hingga peraturan menteri sebagai turunan dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dengan penundaan itu, penerapan pajak karbon bisa lebih terstruktur, terintegrasi, dan, terutama, lebih adil dalam menjaga ekonomi untuk melindungi lingkungan sebagai bagian dari mitigasi iklim.

Konstruksi Kayu

Pemerintah juga bisa mendalami penerapan pajak karbon di negara lain. Di Korea Selatan misalnya, pajak karbon berlaku selama satu tahun pada industri dengan kapasitas dan jenis tertentu. Pajak karbon merupakan instrumen fiskal dalam perdagangan karbon cap and trade.

Pada tahun 2020, setidaknya ada tiga negara, yaitu Latvia, Kanada, dan Irlandia yang melakukan penyesuaian dan menaikkan tarif pajak karbon sampai lebih dari 30%. Kanada bahkan menaikkan tarif pajak karbon dari US$ 23,88 ke US$ 31,83 dengan persetujuan seluruh masyarakat dan sektor bisnis.

Badan Kebijakan Fiskal sudah menghitung kebutuhan biaya mitigasi krisis iklim sebesar Rp 3.779 triliun atau Rp 344 triliun per tahun hingga 2030. Biaya mitigasi krisis iklim ini mengacu pada target penurunan emisi karbon pada tahun tersebut sebanyak 29% dari 2,87 miliar ton setara CO2 emisi tanpa mitigasi pada 2030.

Dalam proposal penurunan emisi yang baru, pemerintah menaikkan targetnya menjadi 31,89%. Artinya, biaya mitigasi krisis iklim akan bertambah lagi. Menurut Hadi Setiawan, peneliti Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, pajak karbon salah satu instrumen memenuhi kebutuhan biaya tersebut.

Dicky Edwin Hindarto, Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, sebuah LSM, punya saran implementasi pajak karbon di Indonesia yang patut dipertimbangkan oleh pemerintah. Beberapa sarannya menarik, antara lain:

Pertama, menyiapkan teknis implementasi pajak karbon dengan menggunakan dasar Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri. Pajak karbon membutuhkan serangkaian infrastruktur yang bukan saja berdasar model keuangan, lebih ke arah model pengukuran perubahan iklim.

Untuk itu, perlu dipilih sub sektor tujuan dan jenis pajak karbon. Selanjutnya harus disiapkan target yang jelas, pengukuran yang jelas serta transparan dan menggunakan standar internasional, serta model evaluasi dan monitoring yang terukur serta transparan.

Kedua, pengurangan risiko kebocoran karbon (carbon leakage), di mana emisi gas rumah kaca sebenarnya tidak berkurang, hanya pindah ke tempat lain yang tidak ada pajak karbon. Carbon leakage bisa terjadi karena berpindahnya investasi antar sub sektor, sektor, wilayah, atau bahkan negara. Penerapan pajak karbon secara bertahap diawali pada wajib pajak yang telah setuju.

Ketiga, penyiapan sumber daya manusia. Perlu pelatihan khusus, terutama pada saat-saat awal implementasi. Pengetahuan akan pentingnya mitigasi krisis iklim akan selalu menjadi dasar yang bagus bagi para karyawan dan petugas yang terlibat.

Dengan persiapan segala sesuatunya yang matang dan waktu yang cukup panjang implementasi pajak karbon di Indonesia pada tahun 2025 nanti bisa berjalan mulus.

Ikuti perkembangan terbaru pajak karbon di tautan ini.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain