LEMBAGA Anak-Anak PBB (Unicef) merilis laporan terbaru yang menyebutkan jumlah anak yang terpapar gelombang panas setiap tahun sebanyak 559 juta. Jumlah ini diprediksi meningkat menjadi 2 miliar pada 2050 dengan intensitas yang lebih parah.
Perkiraan ini untuk perhitungan skenario “terbaik”, ketika kenaikan suhu bumi mencapai 1,7C dibanding masa pra industri. Dalam skenario “terburuk,” kenaikan suhu mencapai 2,4C, diperkirakan 94% anak-anak terpapar gelombang panas berkepanjangan selama 4,7 hari pada 2050.
Hanya sebagian kecil wilayah di Amerika Selatan, Oseania dan Asia yang lolos dari musim panas berbahaya. “Anak-anak yang paling terdampak dari krisis iklim,” kata Catherine Russel, Direktur Eksekutif Unicef, dalam laporan tersebut. Laporan ini dirilis pertengahan Oktober 2022, sekitar dua pekan sebelum pertemuan para pihak (COP) 27 berlangsung di Sharm El-Sheik, Mesir.
Gelombang panas membuat anak-anak dan bayi sulit mengatur dampak panas yang ekstrem dan berkepanjangan daripada orang dewasa. Termasuk segudang masalah kesehatan seperti asma, penyakit kardiovaskular dan bahkan kematian.
Gelombang panas juga mengurangi akses anak-anak ke makanan dan air, yang menghambat pembangunan dan meningkatkan paparan kekerasan dan konflik jika keluarga terpaksa bermigrasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa panas yang ekstrem berdampak negatif pada konsentrasi dan kemampuan belajar anak-anak.
Laporan Unicef itu diberi judul "Tahun Terdingin dalam Sisa Hidup Mereka", meskipun tujuh tahun terakhir merupakan rekor tahun terpanas dalam sejarah. Laporan itu merupakan seruan bagi pemimpin untu bertindak mengatasi krisis iklim.
Dari daerah kutub hingga daerah tropis, gelombang panas berbahaya meningkat frekuensi, durasi dan besarnya, dan telah membunuh hampir setengah juta orang setiap tahun. Tahun ini saja, gelombang panas di China mengeringkan sungai dan merusak tanaman, sementara suhu mencapai 48C di Pakistan sebelum hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya membuat sepertiga negara itu terendam air.
Suhu yang memecahkan rekor di seluruh Eropa menyebabkan puluhan ribu kematian yang dapat dicegah dan secara drastis mengurangi hasil panen. Lebih dari 100 juta orang Amerika berada di bawah peringatan panas selama musim panas.
Peneliti Unicef ​​memeriksa potensi paparan tiga ukuran panas—durasi, keparahan dan frekuensi—berdasarkan dua skenario gas rumah kaca yang digunakan oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim untuk model iklim.
Pada 2020, ada sekitar 740 juta anak di 23 negara yang akan terpapar suhu yang mencapai 35C dalam 84 hari. Dalam skenario terburuk, jumlah anak terpapas gelombang panas akan meningkat menjadi 816 juta anak yang tinggal di 36 negara, sebagian besar di Asia dan Afrika.
Dalam cuaca ekstrem seperti itu, aktivitas sehari-hari, seperti bermain dan sekolah, akan terganggu, dan lebih banyak anak jatuh sakit atau meninggal.
Anak-anak di Eropa akan memiliki paparan tertinggi gelombang panas yang parah pada 2050, satu dari tiga skenario terbaik, dua dari tiga dalam skenario terburuk.
Di Amerika, paparan gelombang panas yang parah akan menimpa anak-anak dengan jumlah lima kali lipat, dari 13 juta menjadi 62 juta anak pada 2050.
Russel mengatakan untuk memenuhi hak anak terhindar dari gelombang panas, pemerintah di semua negara harus mengurangi emisi lebih cepat dan mempersiapkan adaptasi dari perubahan iklim yang akan terjadi.
Ikuti perkembangan terbaru gelombang panas di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia
Topik :